SURABAYA (SurabayaUpdate) – Sidang pencemaran nama baik menggunakan media online kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (4/9). Bertempat di ruang sidang Sari 2 PN Surabaya, Jaksa Ririn selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Deddy Endarto, aktivis gerakan “Save Trowulan” sebagai terdakwa.
Pada persidangan kali ini, jaksa juga menghadirkan 2 orang saksi. Mereka yang dihadirkan di hadapan majelis hakim yang diketuai Ainur Rofik tersebut adalah saksi yang meringankan atau A de Charge. Salah satu saksi yang dihadirkan itu adalah cucu dari DR. Soetomo, pahlawan nasional.
Cucu DR.Soetomo yang dihadirkan di muka persidangan itu adalah Andrian Perkasa. Ia dihadirkan sebagai saksi bersama dengan Deni Indiyanto, perangkat desa Watu Sumpak, Trowulan, Mojokerto. Kedua saksi dimintai keterangan seputar permasalahan yang menimpa terdakwa dan seputar yang terjadi atas Trowulan.
Yang didengar kesaksiannya pertama adalah Andrian Perkasa. Di muka persidangan, saksi Andrian Perkasa pun menceritakan permasalahan yang ia ketahui termasuk atas rencana Trowulan yang akan dijadikan kawasan industri dengan akan dibangunnya pabrik baja di sana.
Sebagai koordinator Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI), saksi Andrian mengaku sangat prihatin dengan kondisi yang menimpa Trowulan. Mengapa? Tidak hanya sebagian besar penduduk Indonesia saja yang mengenal Trowulan, namun banyak orang luar negeri yang mengenal Trowulan.
“Trowulan begitu dikenal oleh masyarakat, termasuk di luar negeri. Mereka mengenal Trowulan sebagai Ibu Kota Kerajaan Majapahit. Untuk itulah, mereka yang memang sangat memperhatikan masalah kebudayaan, begitu besar keinginannya untuk mengunjungi Trowulan, “ ujar Andrian.
Mereka, lanjut Andrian, yang awalnya sangat penasaran dan akhirnya datang ke Trowulan, harus dibuat bingung karena, untuk membuktikan bahwa Trowulan dulunya sebagai Ibukota Kerajaan Majapahit, meninggalkan fakta-fakta yang sangat minim.
“Akhirnya, untuk mengangkat kembali nama Trowulan sebagai situs sejarah dan dapat dikenal dunia, beberapa pejuang sejarah bekerja keras mengumpulkan bukti-bukti. Hingga akhirnya, ada sebuah lembaga luar negeri non profit, mengadakan lomba terhadap situs-situs sejarah di dunia, “ ungkap Andrian.
Masih menurut Andrian di muka persidangan, kerja keras para budayawan dan pemerhati sejarah yang ingin mempertahankan Trowulan sebagai situs sejarah yang dimiliki Indonesia, akhirnya Trowulan pun masuk dalam Unesco, menggeser 200 situs sejarah yang menjadi pesertanya.
Sama halnya dengan saksi Andrian, Deni Indiyanto juga mengaku bahwa di kawasan Trowulan akan dibangun pabrik baja. Permasalahan ini pun sempat didengar dewan dan kepada para pihak pun diminta keterangan terkait rencana itu.
Untuk diketahui, Deddy Endarto, seorang budayawan dan aktivis Save Trowulan, akhirnya disidang di PN Surabaya. Dalam dakwaan JPU yang sudah dibacakan beberapa waktu lalu, kasus ini berawal dari status yang ditulis terdakwa di dinding akun media sosial miliknya.
Di dakwaan jaksa ini disebutkan, pada 29 Juli 2013, 5 Agustus 2013, dan 25 September 2013 Deddy menulis status di dinding akun Facebook miliknya yang dinilai menyinggung perasaan Direktur Utama PT Manunggal Sentral Baja (PT. MSB) Sundoro Sasongko.
Waktu itu terdakwa Deddy Endarto menulis beberapa sebutan untuk Sundoro, di antaranya pengusaha hitam jago ngeles, pengusaha hitam yang melakukan teror hukum, dan pengusaha hendak menggusur leluhur Majapahit.
Sebelumnya, Surono berniat mendirikan pabrik pengolahan baja di kawasan cagar budaya Trowulan. Upaya ini ditentang oleh masyarakat pelestari cagar budaya. Merasa nama baiknya dicemarkan, Sundoro membawa masalah tersebut ke ranah hukum.
Jaksa menilai terdakwa telah melanggar Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda Rp 1 miliar. (pay)