SURABAYA (surabayaupdate) – Meski pagelaran ini sudah berlangsung, pesta di malam hari bernuansa Belanda dan diikuti banyak warga keturunan Belanda di Surabaya ini, mendapat kecaman banyak arek-arek Suroboyo.
Acara gathering bertajuk The Holland Party Night (Malam Pesta Belanda) bertempat di 1903 Restaurant, Jl. Sumetera No. 40 Surabaya, Jumat (30/10) malam menuai protes. Acara yang bertujuan untuk mempromosikan Apartemen Grand Kamala Lagoon tersebut dinilai telah mencoreng Surabaya sebagai Kota Pahlawan.
Yang menjadi miris, acara bernuansa Belanda itu dihelat menjelang peringatan Hari Pahlawan pada tanggal 10 November nanti. Padahal semua orang Indonesia tahu, Hari Pahlawan diperingati untuk mengenang keberanian Arek-arek Suroboyo melawan penjajah Belanda kala itu. Arek-arek Suroboyo dengan gagah berani menyobek bagian warna biru bendera Belanda dengan menyisakan warna merah dan putih.
Meski sudah melukai perasaan arek-arek Suroboyo, pihak penyelenggara menganggap pesta ala Belanda ini adalah hal biasa. Yang lebih ironisnya lagi, pihak pengembang Apartemen Grand Kamalla malah tidak tahu tentang Hari Pahlawan.
“Saya tidak tahu kalau ada momen Hari Pahlawan,” kata Saurus Simanjuntak, perwakilan dari pengembang Apartemen Grand Kamalla, sembari berlalu meninggalkan wartawan yang hendak meliput.
Menanggapi pernyataan pengembang Apartemen Grand Kamalla ini, Nur Ahmad Hidayat, salah satu warga Surabaya yang kebetulan berada di lokasi, dengan tegas mengutuk pesta yang kebanyakan dihadiri warga keturunan Belanda tersebut.
Dengan diberinya ijin kepada pihak pengembang untuk melaksanakan pesta tersebut, Nur Ahmad Hidayat sangat menyayangkan acara Malam Pesta Belanda ini karena sudah melukai dan menciderai perjuangan ribuan warga Surabaya yang terbunuh dalam pertempuran 10 November.
“Belanda bantai warga Surabaya, kini mereka gelar Malam Pesta Belanda menjelang peringatan Hari Pahlawan,” tegas pria yang mengaku sebagai Ketua RT di kawasan Kebraon, Surabaya itu.
Kecaman dan protes keras juga dilayangkan Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Surabaya, Hafid Hamzah. Menurutnya, acara gathering seperti itu bukan hanya bertentangan dengan budaya bangsa. Tetapi, juga telah menghadirkan bentuk penjajahan baru.
“Sangat memprihatinkan. Menjelang peringatan 10 November ditandai dengan budaya penjajah ‘The Holland Party Night’ yang diadakan di Jl. Sumatra No. 40. Ini menjelaskan bahwa tanpa disadari bersama kita mulai dijajah kembali,” kata Hafid, Jumat (30/10).
Hafid juga menilai, PT. Pembangunan Perumahan (PT. PP) telah memfasilitasi penjajahan baru. Sebab, perusahaan milik negara itu ikut mendukung acara Malam Pesta Belanda.
“Dengan tidak sadar juga, bahwa perusahaan pemerintah PT. PP juga mendukung acara tersebut. Bisa disimpulkan bahwa penjajahan sudah mulai kembali dengan difasilitasi. Oleh karena itu, hal seperti ini tidak boleh dibiarkan, ” ujar Hafid.
“Apakah kita harus merebut ‘kemerdekaan’ seperti kita merebut kemerdekaan dahulu kala dari penjajah ? sambung Hafid. Lalu apakah kita harus bertumpah darah untuk menghentikan acara tersebut?” tambahnya.
Maka dari itu, tegas Hafid, HMI Surabaya mendesak dan meminta pihak peyelenggara dan pihak pemberi izin keramaian serta pihak PT. PP selaku perusahaan pendukung untuk bertanggungjawab atas terselenggaranya acara yang digelar secara tertutup tersebut. (bkn/pay)