surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Legal PT Indo Tata Graha Yang Baru Ungkap Adanya Kejanggalan Dibalik Perkara Yang Menimpa Dadang Hidayat

Rahmad Ramadhan Machfoed, legal PT. Indo Tata Graha. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

SURABAYA (surabayaupdate) – Meski Dadang Hidayat telah dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman, namun dibalik perkara pidana yang membelitnya ini meninggalkan banyak kejanggalan.

Satu persatu kejanggalan itu akhirnya dibongkar legal PT. Indo Tata Graha ke publik. Selain itu, ada skenario jahat yang tampaknya telah dipersiapkan pihak-pihak tertentu untuk mengambil keuntungan dari pembelian lahan PT. Indo Tata Graha yang waktu itu dilakukan Dadang Hidayat.
Lalu, siapakah Dadang Hidayat itu? Apa yang sudah ia lakukan sehingga ia harus menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan? Siapa legal PT. Indo Tata Graha yang membongkar adanya kejanggalan dibalik perkara Dadang Hidayat?
Rahmad Ramadhan Machfoed, SH , adalah legal PT. Indo Tata Graha. Setelah posisi legal perusahaan sempat kosong hingga beberapa lama, Rahmad pun masuk sebagai legal perusahaan.
Begitu ditunjuk sebagai legal, ia mulai mempelajari terhentinya proyek smart kos yang akan digagas PT. Indo Tata Graha. Begitu juga dengan masalah pidana yang menyeret Dadang Hidayat selaku Direktur Utama (Dirut) PT. Indo Tata Graha.
Berdasarkan hasil analisa dan temuannya, Rahmad mengatakan bahwa dalam perkara terhentinya proyek smartkos yang sedang digagas PT. Indo Tata Graha di daerah Mulyosari Surabaya itu, ada tiga nama yang patut dicurigai terlibat dan menjadi penyebab proyek itu bermasalah hukum.
Lebih lanjut Rahmad mengatakan, setelah Dadang Hidayat dinyatakan bersalah dari harus menjalani hukuman penjara, PT. Indo Tata Graha berencana akan melaporkan tiga orang ke polisi. Mereka yang rencananya akan dilaporkan ke polisi itu bernama Stefanus, pengacara Krisnani dan notaris Edy Yusuf.
Rahmad juga mengatakan, Dadang Hidayat dan PT. Indo Tata Graha adalah korban dari ketiga orang itu. Karena ulah mereka, selain proyek PT. Indo Tata Graha terhenti, Dadang Hidayat terseret masalah hukum dan harus mempertanggung jawabkannya.
“Untuk pembangunan proyek smart kos PT. Indo Tata Graha di daerah Mulyosari Surabaya ini, PT. Indo Tata Graha melakukan pembelian tanah seluas 7 ribu m2 dari Stefanus, seorang dosen ITS,” ujar Rahmad.
Waktu itu, lanjut Rahmad, Stefanus mengaku sebagai pemilik lahan. Dan yang menunjukkan ada lahan sangat strategis dan cocok untuk proyek smartkos adalah advokat Krisnani.
“Krisnani yang memberi informasi ke Dirut PT. Indo Tata Graha. Wanita yang biasa dipanggil Kristi ini dulu pernah bekerja sebagai legal PT. Indo Tata Graha,” ungkap Rahmad.
Dadang Hidayat, sambung Rahmad, yang sudah mengenal sosok Krisnani, sangat percaya dan tidak menaruh curiga sedikitpun, hingga akhirnya Krisnani memperkenalkan Dadang Hidayat dengan Stefanus.
“Peoyek smartkos ini adalah sebuah ide briliant yang ditemukan PT. Indo Tata Graha. Mengambil konsep tempat kos, peoyek ini tidak mengenalkan kesan mewah terhadap rumah kos itu,” jelas Rahmad.
Jadi, lanjut Rahmad, begitu mengetahui ada lokasi yang sangat cocok untuk dijadikan kos-kosan mewah, karena berada dikompleks perumahan mewah dan berada diantara dua universitas yaitu ITS dan Unair, PT. Indo Tata Graha melalui Dadang Hidayat langsung setuju dengan tanah yang ditawarkan Krisnani dan Stefanus kala itu.
Rahmad juga menerangkan, setia unit smartkos terdiri dari dua lantai dengan jumlah kamar 10. Kesan mewah seperti hotel membuat banyak orang ingin membeli smartkos.
“Transaksi akhirnya dilakukan. Harga yang disepakati atas lahan seluas 7 ribu meter persegi ini adalah Rp. 14 miliar. Akad jual beli terjadi pertengahan 2017, di hadapan Notaris Edi Yusuf,” kata Rahmad.
Masih menurut Rahmad, pembayaran dilakukan secara bertahap. Dadang pertama menyerahkan uang Rp 100 juta sebagai down payment (DP), terus bayar Rp.1,4 miliar, dan selanjutnya per 3 bulan Rp. 850 juta, sehingga yang sudah dibayar total Rp 4,9 miliar.
Rahmad kembali bercerita, disamping rutin membayar angsuran tanah tersebut, Dadang mulai menawarkan penjualan perumahan smartkos. Harga yang ditawarkan Rp. 1,2 miliar per unit. Banyak yang tertarik. Sudah ada 20 customer, di antaranya Kesti Irawati. Bahkan, pegawai PLN ini mengambil dua unit dan telah menyerahkan total pembayaran Rp 2,1 miliar.
Akan tetapi, ketika PT. Indo Tata Graha mulai melakukan pembangunan, terjadi permasalahan. Ada beberapa orang yang mencoba menghentikan pembangunan proyek ini. Orang-orang itu mengaku sebagai ahli waris pemilik tanah.
“Stefanus sendiri bersikukuh bahwa tanah yang telah dijual ke PT. Indo Tata Graha itu tanahnya. Karena itu, Stefanus menyatakan akan mengajukan gugatan para pihak yang mengklaim tanah itu tanah mereka,” tandasnya.
Tak hanya itu, pihak yang mengaku sebagai ahli waris tersebut juga memasang resplang dan melarang pengurukan. Dengan adanya insiden ini, Dadang Hidayat kemudian meminta pertanggung jawaban notaris Edy Yusuf dan bertanya tentang status tanah tersebut.
Menurut Rahmad, Notaris Edy Yusuf tidak memberikan informasi apapun tentang status tanah tersebut. Notaris Edy juga tidak menginformasikan telah melakukan pengecekan status tanah ini ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Jadi kita otomatis meminta pertanggungjawaban, karena kita sudah sah melakukan pembelian dan sudah ada Perjanjian Jual Beli (PJB),” ujar Rahmad.
Untuk itu, sambung Rahmad, kita akan menempuh jalur hukum atas hal ini. Sebab, kita sebagai developer yang sudah memiliki nama, tidak pernah mengalami masalah seperti ini.
Sementara Stefanus dan juga Krisnani saat dimintai tanggapan atas hal ini tidak memberikan tanggapan. Saat di whatsaap hanya dibaca namun tak berkomentar.
Perlu diketahui, Direktur Utama PT Indo Tata Graha, Dadang Hidayat menjadi terdakwa kasus penggelapan property.
Sejumlah konsumen PT Indo Tata Graha pun berhenti menyicil unit unit yang dibeli. PT Indo Tata Graha melalui kuasa hukumnya Rahmad Ramadhan Machfoed SH  menegaskan bahwa PT Indo Tata Graha akan tetap melanjutkan proyek properti.
PT Indo Tata Graha adalah perusahaan yang bergerak dibidang properti. PT Indo Tata Graha selama ini menjual properti berbasis syariah.
“Meski Dirutnya bermasalah, bukan berarti, project itu berhenti, memang project itu tersendat tapi bukan berarti berhenti, artinya ini kasus pada Dirutnya saja bukan PT Indo Tata Graha, project yang sempat tertunda akan tetap dilanjutkan,” ujar Rahmad.
Pihaknya pun memberi tiga opsi penyelesaian kepada konsumen PT Indo Tata Graha. Pertama tetap melanjutkan bangunan. Kedua, kalau konsumen merasa hal tersebut dirasa terlalu lama, pihaknya akan siapkan transfer unit atau relokasi project yang sudah siap. Ketiga, memberikan refund.
“Cuma opsi ini adalah opsi terakhir. Opsi itu bisa dilakukan kalau penjualannya sudah 70 persen, karena PT Indo Tata Graha ini syariah jadi kekuatan keuangannya bukan bank tapi perusahan,” jelasnya.
Rahmad juga menegaskan, sejak Dirut PT Indo Tata Graha ditetapkan sebagai tersangka, konsumen pun berhenti mencicil unit yang sudah dibeli.
Meski begitu, masih ada sekitar 30 persen konsumen lainnya masih tetap percaya kepada PT Indo Tata Graha. Bahkan beberapa bangunan projek dari PT Indo Tata Graha yang sudah jadi bahkan sudah dihuni konsumen. (pay)

Related posts

153,02 Gram Sabu Disita Dari Residivis Pencurian HP

redaksi

Seratus Personil Kepolisian Disiapkan Untuk Mengawal Kedatangan Eks Gafatar Di Bandara Juanda

redaksi

Terdakwa Narkoba Tak Kuasa Menahan Tangis Di Persidangan

redaksi