surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Janny Wijono Dan Penasehat Hukumnya Telah Lakukan Kebohongan Publik, Banyak Fakta Yang Disesatkan

Andry Ermawan, SH., M.Hum selaku penasehat hukum Djie Widya Mira Chandra Limanto. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

SURABAYA (surabayaupdate) – Pernyataan Masbuhin disejumlah media terkait adanya perlakuan tidak adil yang dialami Janny Wijono, adanya maladministrasi dan unprocedural process yang sudah dilakukan penyidik Unit Hardabangtah Direktorat Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jatim, mendapat kritikan penasehat hukum Djie Widya Mira Chandra Limanto.

Andry Ermawan, penasehat hukum Djie Widya Mira Chandra Limanto bahkan menyebut, bahwa penasehat hukum Janny Wijono itu telah melakukan kebohongan publik, karena banyak fakta yang sengaja disesatkan.

Lalu, apa yang membuat Wakil Ketua II Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kabupaten Sidoarjo ini murka dan bereaksi sangat keras atas sejumlah pernyataan Masbuhin, SH., M.Hum disejumlah media massa?

“Sebagai advokat yang memiliki reputasi cukup bagus didunia advokat, tidak sepatutnya penasehat hukum Janny itu membuat pernyataan-pernyataan menyesatkan dimedia massa,” ujar Andry.

Bukan hanya itu, lanjut Andry, ada pernyataan penasehat hukum Janny Wijono tersebut yang telah mengarah kepada kebohongan publik.

“Advokat Masbuhin kepada media menyatakan bahwa perkawinan yang terjadi antara Tjahja Limanto dengan Lanny Wijono hanya sah berdasarkan agama, tidak secara negara dan hukum positif perkawinan,” ujar Andry.

Oleh karena itu, sambung Andry, Tjahja Limanto dan Janny Wijono, belum bisa dikatakan sebagai pasangan suami istri yang sah, karena tidak pernah dicatatkan dikantor perkawinan catatan sipil manapun.

“Sehingga, menurut Masbuhin, perkawinan yang terjadi antara Janny Wijono dan Tjahja Limanto itu tidak mengubah status masing-masing pihak baik di KTP maupun Kartu Keluarga (KK),” kata Andry mengutip pernyataan Masbuhin.

Masbuhin, SH saat mendampingi Janny Wijono di Polda Jatim. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Pernyataan inilah yang dinilai Andry sesat. Selain itu, pernyataan Masbuhin yang mengatakan bahwa perkawinan antara Janny Wijono dan Tjahja Limanto itu tidak pernah dicatatkan di kantor catatan sipil manapun, sehingga perkawinan kedua orang ini tidak sah dan tidak berdasarkan hukum positif adalah tidak benar dan berpotensi menjadi kebohongan publik.

Andry Ermawan kemudian menunjukkan adanya dokumen negara yaitu adanya penetapan pengadilan nomor : 1092/ Pdt.P/2014/PN.Sby.

“Berdasarkan isi penetapan yang dikeluarkan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, dibuat dan ditanda tangani hakim Maratua Rambe ini dalam salah satu amar putusannya menyebutkan, memerintahkan dan memberi izin kepada Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya untuk mencatatkan tentang perkawinan pemohon I atas nama Tjahja Limanto dengan pemohon II atas nama Janny Wijono, yang telah dilaksanakan tanggal 10 Oktober 2004 di Vihara Phala Santi Prasadha Kota Surabaya, kedalam buku register yang dipergunakan untuk keperluan itu,” kata Andry Ermawan mengutip isi amar putusan yang ditetapkan tanggal 8 Januari 2015 tersebut.

Dengan adanya putusan pengadilan ini, lanjut Andry, maka perkawinan antara Tjahja Limanto dengan Lanny Wijono adalah sah menurut hukum dan berdasarkan hukum positif, dan majelis hakim juga memerintahkan supaya perkawinan Tjahja Limanto dan Lanny Wijono dicatatkan.

“Kalau sudah dimohonkan, kemudian permohonan itu dikabulkan hakim yang memeriksa serta memutus perkara itu, namun ternyata perintah hakim tersebut tidak dilaksanakan, itu salah siapa?,” tanya Andry.

Andry kembali bertanya, lalu untuk apa Tjahja Limanto dan Janny Wijono sampai mengajukan permohonan ke pengadilan supaya perkawinan yang mereka laksanakan tanggal 10 Oktober 2004 di Vihara Phala Santi Prasadha Kota Surabaya tersebut dapat dicatatkan?

“Janny Wijono dan Masbuhin jelas telah melakukan kebohongan publik dan berusaha menyesatkan fakta yang mereka buat,” ungkap Andry.

Perlu dicatat, lanjut Andry, bahwa permohonan pencatatan itu dibuat Tjahja Limanto sebagai pemohon I dan Janny Wijono sebagai pemohon II, diwakili Masbuhin, SH., M.Hum, Firman Wahyudien SH, dan Muadim Bisri SH, para advokat dan konsultan hukum pada “LAW FIRM MASBUHIN AND FIRMAN WAHYUDIEN”, beralamat kantor di Intiland Tower Office Suite Lv.3 A Panglima Sudirman 101-103 Surabaya berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 17 Desember 2014.

Andry Ermawan menunjukkan bukti surat. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Jika melihat hubungan Tjahja Limanto dan Janny Wijono sebagai suami istri yang sah apalagi ada putusan pengadilan tersebut, Andry kemudian bertanya, bagaimana mungkin seorang istri sah bisa membeli harta suaminya, padahal sang suami masih hidup ketika itu.

“Ini kejadian aneh dan diluar nalar. Seorang istri melakukan transaksi jual beli dengan seorang laki-laki yang masih berstatus sebagai suaminya yang sah,”tandasnya.

Hebatnya lagi, lanjut Andry, transaksi jual beli itu dilakukan dikantor notaris dan ada notaris yang berani mengesahkan transaksi jual beli tersebut.

“Notaris Fatimah Ulifah sungguh luar biasa berani, mengesahkan transaksi jual beli tanah antara Tjahja Limanto dengan Janny Wijono. Lalu, sebelum notaris ini mengesahkan transaksi jual beli itu, apakah sang notaris tidak tahu atau tidak paham bahwa sebidang tanah yang ditransaksikan itu milik anak-anak Tjahja Limanto dari istri pertamanya yang telah meninggal?,” jelas Andry.

Sebagai orang yang mengerti hukum, Andry menyatakan bahwa tidak sepatutnya notaris Fatimah Ulifah mengesahkan transaksi jual beli yang dilakukan Tjahja Limanto sebagai penjual dan Janny Wijono sebagai pembeli.

“Transaksi jual beli yang dilakukan kedua pasangan suami istri itu melanggar pasal 1467 KUH Perdata, yang isinya antara suami istri tidak boleh terjadi jual beli,” papar Andry.

Hal lain yang mendapat kritikan tajam Andry Ermawan adalah tentang proses jual beli sebidang tanah Hak Milik nomor 18/Lingkungan Sukomanunggal seluas 23.000 m2 yang semula milik Tjahja Limanto kemudian beralih menjadi milik Janny Wijono berdasarkan Akta Jual Beli nomor : 77 tahun 2015 yang dikeluarkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dwi Siswanto, SH, tanggal 23 Maret 2015 yang menerangkan jual beli Hak Milik Nomor 18/Kelurahan Sukomanunggal atas sebidang tanah sebagaimana dalam gambar situasi tanggal 18 September 1972 Nomor 221/0/1972 seluas 23 ribu M², Akta Notaris / PPAT Hj. Fatimah Ulifah, SH, Nomor : 07 tanggal 18 Maret 2015 tentang Perjanjian Pengikatan Diri Untuk Melakukan Jual Beli sebidang tanah Hak Milik nomor : 18 Lingkungan Sukomanunggal seluas 23.000 M² sebagaimana diuraikan dalam gambar situasi Nomor 221/1/1072 tanggal 18-9-1972, terletak di dalam Kota Surabaya, setempat dikenal sebagai jalan Raya Sukomanunggal 223/8, tertulis atas nama Tjahja Limanto kepada Janny Wijono.

Lebih lanjut Andry mengatakan, jika memang proses jual beli tanah di Jalan Sukomanunggal itu dibeli Janny secara tunai sebesar Rp. 21,3 miliar dimana uang itu sekarang? Jika proses penandatanganan didepan notaris didokumentasikan berupa foto, mengapa proses pembayarannya yang secara tunai tidal didokumentasikan? Adakah saksi yang melihat bahwa Janny Wijono menyerahkan uang tunai kepada Tjahja Limanto secara tunai waktu itu?

Dari banyaknya kejanggalan-kejanggalan dan penyesatan fakta inilah, Andry kemudian meminta kepada Janny Wijono untuk menghadapi saja proses hukum atas laporan Djie Widya Mira Chandra Limanto tersebut.

Semakin banyak opini yang dibuat Janny Wijono, menurut Andry, akan semakin menyulitkan dirinya kelak. Karena, harta yang dikuasai Janny Wijono itu adalah milik anak-anak Tjahja Limanto, yang ingin menikmati harta kekayaan peninggalan kedua orang tuanya. (pay)

 

 

Related posts

Aniaya Pelajar, Dua Cewek Gresik Diringkus

redaksi

Propam Polda Lakukan Penyelidikan Di Perkara Sengketa Tanah Mulya Hadi Melawan Istri Orang Terkaya Di Indonesia

redaksi

Setelah Ditemukan, Sebuah Situs Bersejarah Di Parramatta Akhirnya Dipamerkan Untuk Publik

redaksi