surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Tim Penasehat Hukum Ungkap Banyak Kejanggalan Di Perkara Antony dan Diana

Hilmy F Ali (Kiri) dan Dr. Soehartono Soemarto, dua penasehat hukum terdakwa Antony Tanuwidjaja dan terdakwa Diana Tanuwidjaja. (FOTO : parlin/surabayaupdate com)

SURABAYA (surabayaupdate) – Perkara dugaan tindak pidana penipuan dan dugaan tindak pidana pemalsuan surat yang menjadikan Antony Tanuwidjaja dan Diana Tanuwidjaja sebagai terdakwa, dinilai banyak kejanggalan.

Selain banyak kejanggalan, dua advokat yang menjadi penasehat hukum terdakwa Antony Tanuwidjaja dan Diana Tanuwidjaja juga menilai bahwa perkara ini sengaja dipaksakan menjadi pidana.
Hilmy F Ali,SH., M.H dan Dr. Soehartono Soemarto, SH., M.Hum yang menjadi penasehat hukum kedua terdakwa juga menilai, bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak fair dalam menangani perkara ini.
Dalam nota pembelaan atau pledoi yang dibacakan tim penasehat hukum terdakwa Antony Tanuwidjaja dan Diana Tanuwidjaja diruang sidang Sari 2 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (28/10/2021) dinyatakan, dari 804 bukti yang diajukan JPU dalam surat tuntutannya, dapat dibongkar tim penasehat hukum kedua terdakwa, tentang adanya kesalahan prosedur dalam menangani perkara ini.
Hilmy F. Ali, salah satu penasehat hukum kedua terdakwa bahkan secara tegas menyatakan, bahwa semua pernyataan penuntut umum termasuk 804 bukti yang disampaikan dalam surat tuntutannya, dapat disangkal dan dibongkar kejanggalannya.
Lebih lanjut Hilmy mengatakan, hal pertama yang dianggap janggal dalam perkara ini adalah tentang perjanjian kredit antara PT. Bukit Baja Anugrah (BBA) dengan Bank Danamon.
“Perjanjian kredit antara PT. BBA dengan Bank Danamon, seluruh pencairannya telah terbukti dan telah memenuhi persyaratan dalam perjanjian kredit,” ujar Hilmy, Kamis (28/10/2021).
Dari perjanjian itu, lanjut Hilmy, telah dilakukan pembayaran baik terhadap utang pokok, bunga, provisi dan lain-lain. JPU dalam perjanjian kredit itu (juga) mempermasalahkan adanya dugaan tindak pidana penipuan dan tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan kedua terdakwa, karena ada dana cair ke suplier, masuk rekening pribadi Ali Suwito Direktur PT. PAB bukan rekening perusahaan.
“Padahal, ketentuan tersebut telah diatur dalam memo interm yang dibuat Bank Danamon. Dalam hal tersebut, Bank Danamon telah menyetujui pencairan kredit boleh ke rekening pribadi,” ungkap Hilmy
Terkait adanya invoice yang diduga palsu, sebagaimana dinyatakan JPU, Hilmy menjelaskan, bahwa invoice itu adalah invoice pemesanan. Jadi tidak benar jika dikatakan palsu.
“Bagaimana sifat invoice pemesanan? Barangnya belum ada. Syarat pencairannya, hanya menggunakan invoice pemesanan,” terang Hilmy.
Lalu, apa bedanya antara invoice pemesanan dengan invoice komersil? Hilmy kembali menjelaskan, invoice komersil adalah surat tagihan dimana barang sudah diterima.
“Walaupun barang belum diterima namun dananya sudah cair, bunganya tetap harus dibayarkan. Jika hal ini merupakan suatu kebiasaan, sebagaimana diatur dalam pasal 1347 KUH Perdata, maka tidak ada pihak yang perlu dipersalahkan,” tandasnya
Apalagi, lanjut Hilmy, Berita Acara Serah terima Barang (BAST) tidak diminta. Dengan demikian, tidak ada yang salah dalam hal ini, karena semua tagihan-tagihan juga telah dibayarkan.
Diana Tanuwidjaja dan Antony Tanuwidjaja menjalani persidangan di PN Surabaya. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Hilmy juga menyatakan, dalam perkara ini, terdakwa Antony dan terdakwa Diana telah dikerjain penuntut umum. Deposito pribadi yang tidak ada kaitannya dengan perusahaan, dicairkan sepihak oleh Bank Danamon.

Pencairan itu, kata Hilmy, tanpa seijin dan sepengetahuan terdakwa Antony Tanuwidjaja. Lalu, rekening pribadi terdakwa Antony, juga dicairkan Bank Danamon tanpa sepengetahuan dan seijin terdakwa Antony.
“Ironisnya, uang yang ada di deposito terdakwa Diana dan yang ada direkening pribadinya Antony, setelah dicairkan Bank Danamon, kemudian dipakai melunasi tagihan kredit Open Account Financing OAF terdakwa Antony,” papar Hilmy.
Padahal, lanjut Hilmy, masalah pencairan deposito maupun rekening pribadi Antony itu, tidak diperjanjikan atau tidak ada dalam perjanjian. Selain itu, dalam hal pembayaran OAF, terdakwa Antony dan Diana juga ada kelebihan bayar.
Adanya kelebihan bayar itu kemudian dirinci Hilmy. Lebih lanjut Hilmy merinci, pembayaran OAF sejak 2014-2018 sebesar Rp.1.298.059.492.500,00, pembayaran bunga OAF sejak 2014-2018 sebesar Rp.45,229,069,298.95, TCM Antony Tanuwidjaja (pribadi) sebesar Rp. 13.303.543.183.01, Deposito Diana Tanuwijaya (pribadi) sebesar Rp. 15,967,322,206.22, Provisi dan admin 2014-2018 sebesar Rp. 1,257,500,000.33 sehingga jika ditotal Rp. 1.373.816.927.188.51.
Masih menurut Hilmy, Bank Danamon juga mencairkan kredit OAF hanya sebesar Rp1,373,056,692,500.00. Dari jumlah itu ada kelebihan pembayaran sebesar Rp. 760 juta. 
 
Meski mengetahui ada kelebihan bayar sebesar Rp. 760 juta, sambung Hilmy, kelebihan itu oleh Bank Danamon malah dialokasikan untuk membayarkan Kredit Angsuran Berjangka (KAB) terdakwa Antony, padahal KAB itu jatuh tempo Mei 2022.
 
Penuntut umum, lanjut Hilmy, juga tidak pernah memasukkan fakta adanya pembayaran yang selama ini lancar dan tidak pernah ada masalah. 
 
Sikap JPU yang sedikit tidak fair juga terlihat, dari adanya rekening koran milik terdakwa Antony Tanuwidjaja yang sengaja disembunyikan. Dari rekening koran dapat dilihat adanya pembayaran-pembayaran yang pernah dibayar terdakwa Antony maupun Diana.
 
Kejanggalan lain yang diungkap Hilmy adalah posisi Bank Danamon yang terdaftar sebagai kreditur separatis dalam kepailitan PT. BBA. 
 
“Aneh dan sangat janggal. Bagaimana mungkin, Bank Danamon memperkarakan Antony dan Diana melalui jalur pidana, Bank Danamon juga ikut menagih semua hutang-hutang Antony ke kurator,” kata Hilmy.
 
Keseriusan penuntut umum untuk membuktikan adanya tindak pidana yang dilakukan terdakwa Antony dan terdakwa Diana, sebagaimana tertera dalam surat dakwaan JPU, juga dipertanyakan tim penasehat hukum kedua terdakwa.
 
Sebagai penegak hukum, penuntut umum over confidence dengan surat dakwaan yang dibuatnya. Hal ini berbeda dengan tim penasehat hukum kedua terdakwa yang harus mendatangkan dua orang saksi ahli untuk mematahkan surat dakwaan JPU.
 
Menurut Hilmy, saksi ahli itu adalah satu orang ahli pidana dan seorang lagi ahli perdata, perbankan dan kepailitan. Sedangkan jaksa tidak menghadirkan ahli sama sekali.
Soehartono Soemarto, salah satu penasehat hukum Antony dan Diana, sedang membacakan nota pembelaan. (FOTO : parlin/surabayaupdate com)

“Berdasarkan pendapat hukum dua orang ahli yang sudah didatangkan di persidangan, keduanya menilai tidak ada kesalahan yang dilakukan kedua terdakwa,” tandasnya.

 
Masih menurut Hilmy, selama proses pembuktian dipersidangan, saksi-saksi yang dihadirkan penuntut umum paling banyak dari karyawan Bank Danamon.
 
Sejak awal mendampingi kedua terdakwa dipersidangan, tim penasehat hukum terdakwa Antony dan terdakwa Diana mengaku bingung, jika melihat pelapor dalam perkara ini.
 
Lebih lanjut Hilmy menerangkan, yang menjadi pelapor dan sebagai pihak yang merasa dirugikan atas tindakan yang dilakukan Antony dan Diana adalah seorang advokat yang bernama Reggy Firmansyah, berdomisili di Jakarta.
 
“Kok bisa yang menjadi pihak dirugikan atas tindakan kedua terdakwa adalah Reggy Firmansyah yang notabene adalah advokat?Dalam perkara ini, tidak ada hubungannya dengan Reggy Firmansyah,” tegas Hilmy.
 
Reggy Firmansyah adalah advokat profesional bukan legal corporate Bank Danamon. Seharusnya, Bank Danamon menunjuk salah satu legal mereka dan kemudian diberi kuasa sebagai pelapor mewakili Bank Danamon, bukan seorang advokat profesional. Sehingga, dari situ dapat disimpulkan bahwa Reggy Firmansyah tidak berkompeten sebagai pelapor atau orang yang dirugikan. 
 
Hilmy juga menambahkan, agar terlihat sedikit serius dan tidak dibuat-buat, Bank Danamon seharusnya memberi kuasa kepada karyawannya, paling tidak setingkat manajer, sebagai pelapor mewakili perusahaan, bukan seorang advokat yang tidak tahu menahu urusan terdakwa Antony dan terdakwa Diana.
 
Dengan kejanggalan-kejanggalan itu, tim penasehat hukum terdakwa Antony dan terdakwa Diana melihat bahwa perkara ini sengaja dipaksakan, dari perdata menjadi pidana.
Sementara itu, Dr. Soehartono Soemarto mencermati, perkara ini tidak bisa dinaikkan ke pidana karena apa yang sudah dilakukan Antony dan Diana itu masuk ranah keperdataan.
“Perkara ini lebih tepatnya gagal bayar. Jika kita dituntut untuk segera melunasi, bagaimana mungkin hal itu bisa dilakukan kedua terdakwa, jika PT. BBA sudah dipailitkan ?,” tanya Soehartono.
Terdakwa Antony, lanjut Soehartono memang mempunyai tanggungan hutang dengan Bank Danamon, namun di kredit KAB. Namun perlu diingat, bahwa hutang terdakwa di KAB belum jatuh tempo, sampai Maret 2022.
Untuk membela hak hukum kedua terdakwa dan membantah semua dakwaan penuntut umum, tim penasehat hukum terdakwa Antony dan terdakwa Diana membuat nota pembelaan atau pledoi.
Dalam pledoi setebal 277 halaman itu, tim penasehat hukum kedua terdakwa memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini supaya memberikan putusan yang seadil-adilnya untuk membebaskan terdakwa.
Mengutip isi nota pembelaan yang dibuat dan ditanda tangani Hilmy F Ali dan Soehartono dan Soemarto, tim penasehat hukum kedua terdakwa memohon supaya majelis hakim menerima seluruh nota pembelaan yang diajukan terdakwa melalui penasehat hukumnya.
Kemudian, tim penasehat hukum terdakwa juga memohon supaya majelis hakim pemeriksa perkara ini, menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan seluruh tindak pidana, sebagaimana didakwakan JPU, membebaskan terdakwa dari dakwaan JPU atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum, mengembalikan seluruh barang bukti kepada yang berhak, merehabilitasi nama baik, harkat dan martabat terdakwa. (pay)

Related posts

Perjalanan Hidup Henry J Gunawan Yang Sangat Tragis, Empat Kali Didera Laporan Pidana, Tiga Kali Berusaha Dijebloskan Ke Penjara

redaksi

Polisi Geledah Rumah Pengedar Sabu Di Menganti

redaksi

Judi Online Bermarkas Di Gedangan Diringkus Polisi

redaksi