surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Dari Bukti Tambahan, Pembagian Harta Bersama Roestiawati Dan Wahyu Djajadi Kuari Belum Dilakukan

Roestiawati Wiryo Pranoto dan kuasa hukumnya. (FOTO : dokumen pribadi untuk surabayaupdate.com)

 

SURABAYA (surabayaupdate) – Sidang gugatan gono gini yang dimohonkan Roestiawati Wiryo Pranoto di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, kembali dilanjutkan.

Pada persidangan yang terbuka untuk umum, Rabu (3/11/2021) diruang sidang Garuda I PN Surabaya itu mengagendakan penyerahan bukti tambahan baik dari pihak Roestiawati Wiryo Pranoto sebagai penggugat, Wahyu Djajadi Kuari sebagai tergugat dan Notaris Wahyudi Suyanto.

Melalui kuasa hukumnya, Dr.B.Hartono SH., SE.,SE.Ak.,MH.,CA, Roestiawati Wiryo Pranoto mengajukan bukti tambahan. Dan bukti tambahan yang diajukan adalah surat keterangan dari pihak kepolisian.

Dari bukti tambahan berupa surat keterangan dari kepolisian itu akhirnya diketahui bahwa Wahyu Djajadi Kuari, pengusaha aksesoris hp merk Lucky dan pernah menjadi suami Roestiawati Wiryo Pranoto, pernah menjadi terlapor di kepolisian atas dugaan tindak pidana pemukulan.

Menanggapi bukti tambahan itu, Dr.B.Hartono SH., SE.,SE.Ak.,MH.,CA, dengan tegas menyatakan, pernyataan dari kepolisian itu bisa dipakai sebagai bukti untuk memperkuat indikasi adanya surat kesepakatan yang ditanda tangani Roestiawati kala itu dalam keadaan penuh tekanan.

“Bukti dari kepolisian ini, kami pakai sebagai salah satu cara kami membongkar adanya tekanan yang diterima Roestiawati waktu ia menandatangani surat perjanjian dihadapan notaris Wahyudi Suyanto,”ujar Hartono, Rabu (3/11/2021).

Untuk kesepakatan pembagian harta bersama selama perkawinan, lanjut Hartono, belum pernah dilakukan antara Roestiawati Wiryo Pranoto dan Wahyu Djajadi Kuari. Dan inilah yang akan terus ia persoalkan dalam persidangan nantinya.

“Pembagian harta gono gini itu pada umumnya dilakukan setelah perceraian. Namun, yang terjadi antara Roestiawati dengan Wahyu Djajadi Kuari ini tidak seperti itu,”ungkap Hartono.

Roestiawati, sambung Hartono, dipaksa menandatangani sebuah perjanjian damai. Namun, dalam perjanjian damai itu, tidak dijelaskan secara detail, bagaimana dengan harta bersama yang diperoleh Roestiawati dan Wahyu Djajadi Kuari, selama keduanya masih berstatus suami istri.

“Anehnya, ketika Roestiawati mengajukan gugatan harta gono gini ke pengadilan, ada pernyataan dari tergugat melalui kuasanya, bahwa yang Roestiawati kala itu, dianggap sebagai harta bersama yang harus Roestiawati terima,”tandasnya.

Harta bersama yang diperoleh, dikumpulkan Roestiawati dan Wahyu Djajadi Kuari selama masih berstatus suami istri, lanjut Hartono, sangat banyak. Jika ditaksir, sampai Rp. 40 miliar lebih.

“Kalau Roestiawati hanya diberi Rp. 3 miliar, dan itu dianggap sebagai pembagian harta gono gini, ya sangat tidak adil,” tandasnya.

Selain itu lanjut Hartono, saat kesepakatan itu dibuat kliennya tidak didampingi siapapun dan dilakukan pada jam dini hari serta adanya penekanan harus diselesaikan hari itu juga.

“ Mestinya kan dibaca, dipelajari terlebih dahulu bukan seperti itu caranya,” ujarnya.

Hartono mengungkapkan, apapun latar belakanganya, entah itu ada perselingkuhan seperti yang ditudingkan, padahal itu tidak benar atau alasan apapun, tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak membagi harta gono gini yang didapat selama perkawinan.

Terkait belum adanya bukti tambahan yang dilakukan tergugat dan juga turut tergugat dalam sidang kali ini memetik rasa kecewa dari Hartono. Sebab, Hartono menduga adanya unsur kesengajaan untuk mengulur waktu.

“ Seringkali pihak tergugat dan turut tergugat ini menunda-nunda penambahan bukti. Mestinya sebagai lawyer kan profesional, saya yang dirugikan dari sisi waktu dan lainnya,” ujar Hartono.

Perlu diketahui, Rostiawati Wiryo Pranoto dan Wahyu Djajadi Kuari menikah pada tanggal 25 Nopember 2000 itu dan telah dicatatkan dan atau didaftarkan pada Kantor Catatan Sipil Kota Surabaya tanggal 27 Nopember tahun 2000.

Dengan adanya bukti surat berupa fotocopy Kutipan Akta Perkawinan Nomor : 1872/WNI/2000, diterbitkan Kantor Catatan Sipil Kota Surabaya tanggal 27 Nopember tahun 2000, menurut Hartono, membuktikan ada ikatan perkawinan antara penggugat dan tergugat adalah sah secara hukum dan telah diakui negara. (pay)

Related posts

MANTRA CINTA AKAN RAMAIKAN BLANTIKA MUSIK INDONESIA

redaksi

Model Peraih Penghargaan Anne Avantie 2018, Kartini & Lifestyle Award 2019 Asal Surabaya Gugat Cerai Sang Suami

redaksi

Majelis Hakim Tinjau Aset Pengusaha Cantik Dan Mantan Suaminya Senilai Rp. 30 Miliar

redaksi