surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Dituntut 54 Bulan, Ibunda Irwan Tanaya Minta Pertolongan Presiden Joko Widodo

Ibu dan istri terdakwa Irwan Tanaya yang menangis histeris usai pembacaan tuntutan. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

SURABAYA (surabayaupdate) – Dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) 54 bulan, ibunda Irwan Tanaya minta pertolongan Presiden RI, Joko Widodo.

Swee, ibunda Irwan Tanaya, terdakwa perkara dugaan pemalsuan surat langsung berteriak histeris memanggil nama Presiden RI, Joko Widodo begitu mendengar Jaksa I Gede Willy Pramana, jaksa yang bertugas di Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya, membacakan surat tuntutan 54 bulan atau 4 tahun dan 5 bulan untuk terdakwa Irwan Tanaya dan Benny Soewanda.

Dalam ratapannya, Swee yang dengan histeris memanggil nama Presiden Jokowi ini tak percaya jika anak kesayangannya tersebut dijatuhi hukuman sangat berat.

“Pak Jokowi, tolong anak saya pak. Anak saya dijerumuskan ke sel, padahal anak saya tidak bersalah. Kami rakyat kecil, butuh keadilan,” teriak Swee, Rabu (19/1/2022) usai persidangan sang anak.

Kami, lanjut Swee, butuh keadilan Bapak Presiden. Tolong bantu kami agar hukum di Indonesia ditegakkan seadil-adilnya.

Bukan hanya Swee yang histeris mendengar tuntutan 54 bulan untuk terdakwa Irwan Tanaya dan Benny Soewanda.

Dian Seicillia istri terdakwa Irwan Tanaya ikut berteriak histeris sambil berlinang airmata. Sebagai seorang istri, Dian tak percaya Irwan Tanaya sudah melakukan tindak pidana, sebagaimana dituangkan dalam surat dakwaan penuntut umum.

Lebih lanjut Dian mengatakan, bahwa apa yang telah didakwakan penuntut umum kepada suaminya itu tidak benar dan tidak pernah terdakwa Irwan lakukan.

Jaksa I Gede Willy Pramana yang bertugas membacakan surat tuntutan menyatakan, bahwa terdakwa Irwan Tanaya dan terdakwa Benny Soewanda dianggap terbukti melakukan pasal 266 ayat (1) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Menuntut terdakwa Irwan Tanaya dan terdakwa Benny Soewanda dengan pidana penjara selama 54 bulan,” ungkap Jaksa Willy saat membacaka amar tuntutannya.

Suasana persidangan terdakwa Irwan dan Benny dengan agenda pembacaan tuntutan. (FOTO : dokumen pribadi untuk surabayaupdate.com)

Tuntutan yang dibacakan Jaksa I Gusti Willy Pramana tersebut bukanlah tanpa pertimbangan. Sebagaimana tertulis dalam surat tuntutan penuntut umum, ada hal yang memberatkan dan hal yang meringankan.

Lebih lanjut Jaksa Willy menyebutkan, untuk hal yang memberatkan, terdakwa Irwan Tanaya dan terdakwa Benny Soewanda berbelit-belit selama proses persidangan.

“Perbuatan terdakwa Irwan Tanaya dan terdakwa Benny Soewanda berpotensi menghilangkan gaji Richard Sutanto sebagai pelapor sebesar Rp. 58 juta,” ujar Jaksa Willy mengutip isi tuntutan.

Richard Sutanto, sambung Jaksa Willy, juga mengaku kehilangan dua merk dari pihak ketiga. Perbuatan para terdakwa meresahkan masyarakat.

Untuk hal yang meringankan, Jaksa Willy saat membacakan pertimbangan hukumnya menyatakan, terdakwa Irwan Tanaya dan terdakwa Benny Soewanda belum pernah dihukum dan menjadi tulang punggung keluarga.

Usai persidangan, tim penasehat hukum terdakwa Irwan Tanaya dan terdakwa Benny Soewanda langsung bereaksi. Adalah Drs Bima Putera Limahardja,SH salah satu penasehat hukum kedua terdakwa langsung menyatakan, dalam perkara yang menimpa Irwan Tanaya dan Benny Soewanda ini ada kejanggalan, khususnya dalam tuntutan JPU.

Kejanggalan yang dimaksud Bima adalah pertimbangan hukum yang termuat dalam surat tuntutan JPU, tidak ada atau tidak tercantum pula dalam surat dakwaan.

“Richard Sutanto yang menjadi pelapor dalam perkara ini, dinyatakan telah mengalami kerugian berupa gaji yang hilang sebesar Rp. 58 juta,”papar Bima.

Namun, lanjut Bima, pernyataan ini tidak ada atau tidak disebut JPU dalam surat dakwaannya. JPU sendiri dalam surat dakwaannya hanya menyebutkan bahwa Richard Sutanto mengalami kerugian berupa lembar saham yang jumlahnya 200 lembar sehingga kerugian ini senilai Rp. 200 juta.

“Diawal persidangan, Richard Sutanto tidak mengakui isi dakwaan JPU. Richard Sutanto malah menyalahkan surat dakwaan jaksa. Kalau saksi korban atau pelapor saja membantah, lalu persidangan ini sampai dengan tuntutan, berjalan menggunakan dasar apa?,” tanya Bima.

Notaris Adhi Nugroho, sambung Bima, yang menjadi saksi paling penting dalam perkara ini, tidak pernah dihadirkan, padahal kehadirannya sangat dibutuhkan berkaitan dengan pemberian keterangan palsu, sebagaimana dimaksud dalam pasal 266 KUH Pidana.

“Kenapa notaris yang menerbitkan akte tidak dihadirkan dalam pemeriksaan ataupun dalam persidangan? Anehnya lagi, kenapa kasus ini dinyatakan lengkap di kejaksaan,” kata Bima.

Lalu, lanjut Bima, kalau Richard mengaku ada kerugian, hal itu tidak terbukti karena pada pernyataan saksi sebelumnya, saham milik Richard Sutanto masih ada.

“Keterangan ahli mengenai RUPS Luar Biasa sudah jelas, dimana dalam RUPS LB telah sesuai dengan SOP. Jadi, menurut ahli, kesaksian atau keterangan dari notaris harus ada,” ungkap Bima.

Menyikapi ketidak beresan atau kejanggalan dalam perkara ini, Bima menegaskan, akan berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo, karena diperkara ini terlihat jelas bahwa hukum tajam kebawah namun tumpul ke atas. (pay)

 

Related posts

Siram Sang Kekasih Dengan Air Keras Oknum Guru SMA Katolik Disidangkan

redaksi

Ahli Perbankan Sebut Perkara Investasi MTN Masuk Ranah Perdata

redaksi

Polisi Amankan 16 Paket Sabu Dari Wanita Penjual Kosmetik Online

redaksi