SURABAYA (surabayaupdate) – Dua ahli dibidang perbankan yang didatangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dipersidangan dinilai tim penasehat hukum terdakwa sangat menguntungkan kedua terdakwa.
Ahli Perbankan yang didatangkan ke persidangan dugaan tindak pidana penipuan yang menjadikan Lim Victory Halim dan Annie Halim sebagai terdakwa itu bernama Iwan Budiman dan Rouli Anita Valentina.
Iwan Budiman adalah bagian hukum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedangkan Rouli Anita Valentina adalah dosen program studi kenotariatan Universitas Indonesia (UI).
Sebagai ahli dibidang perbankan, Iwan Budiman dan Rouli Anita Valentina sengaja didatangkan JPU, untuk menjelaskan seputar gagal bayar investasi Medium Term Note (MTN).
Pada persidangan yang terbuka untuk umum, Selasa (10/5/2022), kedua ahli ini juga diminta menjelaskan tentang status investasi MTN dari PT Berkat Bumi Citra (BBC).
Iwan Budiman yang dimintai pendapatnya mengatakan, karena produk ini bukan produk perbankan, maka tentu saja tidak dijamin lembaga penjaminan simpanan.
“Meskipun resiko investasi yang terkandung dalam MTN adalah gagal bayar dari perusahaan penerbit surat utang,” kata Iwan yang dimintai pendapatnya terlebih dulu, Selasa (10/5/2022).
Berkaitan dengan mekanisme penerbitan MTN, Rouli Anita Valentina mengatakan, walaupun penerbitan MTN itu diatur dalam pasal 174 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), namun dalam penerbitannya, haruslah memenuhi beberapa persyaratan sebagai surat sanggup.
“Penerbitan MTN, dalam hal-hal tertentu, masuk dalam kategori sebagai surat sanggup,” kata Rouli Anita Valentina.
Ditemui usai persidangan, Supriyadi selaku penasehat hukum terdakwa Lim Victory Halim dan Annie Halim menilai, bahwa keterangan kedua ahli perbankan yang didatangkan JPU tersebut justru meringankan kliennya.
“Kita sudah mendengar keterangan kedua ahli ini dipersidangan. Dari apa yang dijelaskan kedua ahli dimuka persidangan itu, dapat disimpulkan bahwa perkara yang menjadikan Lim Victory Halim dan Annie Halim sebagai terdakwa ini bukanlah perkara pidana, namun lebih ke perkara perdata,” ungkap Supriyadi.
Supriyadi kembali menjelaskan, berdasarkan keterangan kedua ahli, sebelum tahun 2020, tidak ada peraturan yang mengatur soal produk Medium Term Note (MTN).
“Dua ahli itu mengatakan bahwa MTN itu tidak ada peraturannya sebelum tahun 2020,” kata Supriyadi.
Regulasi yang mengatur MTN, lanjut Supriyadi, baru ada yang mengatur, setelah tahun 2020. Dan peraturan yang mengatur mengenai MTN itu tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 30 tahun 2019 yang berlakunya tahun 2020.
Meski telah keluar Peraturan OJK Nomor 30 tahun 2019, namun menurut Supriyadi hal itu juga tidak spesifik mengatur soal produk MTN. “Dan tidak spesifik juga mengatur apakah MTN yang kami terbitkan itu adalah yang wajib mendapat izin,” jelasnya.
Melihat dari keterangan dua ahli tersebut, Supriyadi menyebut bahwa MTN tidak perlu izin dari OJK.
“Tanggapan kita keseluruhan dari dua ahli ini mengatakan tidak perlu ada izin dari OJK, gitu,” tegas Supriyadi.
Atas keterangan kedua ahli, Supriyadi yakin hal tersebut justru meringankan kedua kliennya.
“Meringankan kita, menguntungkan kita. Karena ini kan terjadinya 2016, kecuali jika terjadinya setelah tahun 2020 maka wajib ada izin dari OJK,” kata Supriyadi.
Seperti diberitakan sebelumya, Lim Victory Halim dan Annie Halim didakwa melakukan dugaan penipuan investasi Medium Term Note (MTN) PT Berkat Berkat Bumi Citra dengan total kerugian Rp 13,2 miliar. Kedua terdakwa didakwa pasal 378 KUHP jo pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, pasal 46 ayat (1) jo ayat (2) UU RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU RI Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dan pasal 4 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (pay)