surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Penasehat Hukum Datangkan Ahli Pidana Penetapan Tersangka Komjen Pol Budi Gunawan Dipersidangan Lim Victory Halim Dan Annie Halim

Dr. Chairul Huda, SH., M.H., saat memberikan keterangan dimuka persidangan Lim Victory Halim dan Annie Halim. (FOTO : jabulani/surabayaupdate.com)

SURABAYA (surabayaupdate) – Upaya terdakwa Lim Victory Halim dan Annie Halim untuk mencari keadilan atas perkara dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, terus dilakukan.

Kali ini, melalui tim penasehat hukumnya, Lim Victoy Halim dan Annie Halim yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, mendatangkan ahli hukum pidana.

Ahli pidana yang didatangkan Supriyadi dan kawan-kawan untuk membuktikan bahwa Lim Victory Halim dan Annie Halim tidak bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) ini tidak bisa dipandang sebelah mata.

Melalui tim pembelanya, terdakwa Lim Victory Halim dan Annie Halim mendatangkan ahli hukum pidana yang pernah didatangkan dipersidangan atas status tersangka yang disematkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Komjen Pol Budi Gunawan, Februari 2015.

Ahli Pidana yang didatangkan pada persidangan pidana Lim Victory Halim dan Annie Halim itu adalah Dr. Chairul Huda, SH., MH.

Tujuan tim pembela terdakwa Lim Victory Halim dan Annie Halim mendatangkan dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta ini adalah untuk menjelaskan lebih lanjut tentang perkara investasi Medium Term Note (MTN) yang menjadikan Lim Victory dan Annie Halim sebagai terdakwa.

Sebagai ahli hukum pidana, dalam keterangannya dimuka persidangan, Dr. Chairul Huda, SH., MH menilai bahwa dalam perkara yang menjerat Lim Victory Halim dan Annie Halim ini, telah terjadi error in persona.

Bagaimana penjelasan lebih lanjut ahli hukum pidana ini, sehingga bisa menilai bahwa perkara yang mendakwa Lim Victory Halim dan Annie Halim sebagai terdakwa ini bisa error in persona?

Sebelum menjelaskan tentang penilaian hukumnya, salah satu pembela kedua terdakwa, Supriyadi, terlebih dahulu membuat ilustrasi.

“Ada peristiwa perusahaan A mengeluarkan MTN dan kemudian terjadi gagal bayar. Bagaimana pertanggungjawaban dari ilustrasi tersebut?” tanya Supriyadi, salah satu kuasa hukum terdakwa kepada Chairul Huda, Rabu (18/5/2022).

Menjawab pertanyaan salah satu pembela kedua terdakwa ini, Chairul Huda menjelaskan, dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak mengenal pertanggungjawaban korporasi.

“Hukum Pidana kita tidak mengenal pertanggung jawaban korporasi. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kita, pertanggung jawaban terletak pada orang perorangan,” terang Chairul Huda.

Cahirul Huda pun menjelaskan, dalam kejahatan korporasi, maka yang dimintai pertanggungjawaban adalah pengurus, direksi, komisaris yang turut campur secara langsung.

“Jadi harus ada keterlibatan langsung dalam tindak pidana tersebut,” terang ahli hukum pidana yang pernah menjadi ahli pada praperadilan penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan ini.

Chairul Huda kembali mengatakan, orang yang tidak pernah berhubungan langsung dengan investor, tidak bisa dimintai pertanggungjawaban.

“Jadi harus ditentukan dulu, siapa yang berhubungan langsung dengan investor. Kan mereka yang menjanjikan dan menawarkan,” ungkap Chairul Huda.

Chairul Huda menambahkan, tanpa ada orang-orang yang berhubungan langsung dengan investor, maka mustahil mengkonstruksikan bahwa hal itu telah terjadi tindak pidana, sehingga disebut error in persona.

Ahli pidana yang juga sebagai peneliti Hukum Pidana ini kemudian mengutip sebuah buku karya Profesor George P. Fletcher.

Mengenai pertanggung jawaban, sebagaimana ditulis dalam buku karya Profesor George P Fletcher yang berjudul Basic Consept of Criminal Law, Chairul Huda menyatakan, ada tiga alasan yang menyebabkan peserta tindak pidana dapat lebih dulu dituntut daripada pelaku utama tindak pidana.

“Pertama, kalau pelaku utamanya meninggal dunia. Kedua, kalau ada halangan hukum seperti alasan diplomatik, gangguan jiwa,” kata Chairul Huda.

Dan ketiga, sambung Chairul Huda, jika pelaku penyertanya kabur. Jelas sekali, bahwa pelaku pertama yang harus didudukan atau diadili adalah yang pertama kali berhubungan, menawarkan dan menjanjikan.

Usai sidang, Supriyadi, salah satu penasehat hukum terdakwa Lim Victory Halim dan Annie Halim sangat setuju dengan ulasan dan penjelasan hukum yang diterangkan Chairul Huda dimuka persidangan.

Supriyadi pun sangat setuju dengan penilaian saksi ahli yang menilai bahwa perkara yang menjerat anak dan ibu sebagai terdakwa ini error in persona.

Menyikapi pernyataan ahli pidana yang menyatakan telah terjadi error in persona tersebut, Suproyadi menjelaskan, bahwa hal tersebut telah disampaikan tim pembela kedua terdakwa dalam nota keberatan atau eksepsi, pada persidangan sebelumnya.

Dalam nota keberatan atau eksepsinya itu, Supriyadi mengatakan, bahwa tidak seharusnya Lim Victory Halim dan Annie Halim yang dijadikan terdakwa, apalagi sampai harus dimintai pertanggung jawaban.

Seperti diberitakan sebelumnya, kedua terdakwa didakwa melakukan dugaan penipuan investasi Medium Team Note (MTN) PT Berkat Berkat Bumi Citra dengan total kerugian Rp 13,2 miliar.

Terdakwa Lim Victory Halim dan Annie Halim didakwa melanggar pasal 378 KUHP jo pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, pasal 46 ayat (1) jo ayat (2) UU RI nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU RI Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dan pasal 4 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (pay)

Related posts

Gus Ipul Ajak POC Indonesia Lebih Memperkenalkan Dunia Wisata Di Indonesia Dan Jawa Timur

redaksi

Miliki 13 Kg Sabu, Anggota Polsek Sedati Ditangkap Satnarkoba Polrestabes Surabaya

redaksi

IFI Perkenalkan 8 Film Prancis Terbaru Di Festival Sinema Prancis 2015 Di Surabaya

redaksi