
SURABAYA (surabayaupdate) – Meski harus dilepaskan karena habisnya masa penahanan, namun status tersangka yang melekat pada Gideon Suryatika masih terus dipertanyakan.
Bukan hanya status tersangka yang meragukan, penanganan perkara ini juga penuh kejanggalan. Atas banyaknya kejanggalan dalam perkara yang menjadikan Gideon Suryatika sebagai tersangka di penyidikan Polresta Malang tersebut, tim penasehat hukum Gideon Suryatika sampai memohon kepada Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, Msi supaya ikut memantau proses penyidikan perkara ini.
Janggalnya penanganan perkara pidana Gideon Suryatika dan dugaan rekayasa yang dilakukan penyidik Polresta Malang itu diungkap salah satu penasehat hukum Gideon Suryatika, Ir. Eduard Rudy, SH.,MH.
Lebih lanjut Eduard Rudy mengatakan, dikeluarkannya Gideon Suryatika dari penjara Polresta Malang tersebut karena batas waktu penahanan terhadap yang bersangkutan telah habis.
“Masa penahanannya di Polresta Malang sudah habis, sehingga Gideon Suryatika dinyatakan Lepas Demi Hukum (LDH),” ungkap Eduard, Jumat (19/5/2024).
Jika melihat lepasnya Gideon Suryatika itu, lanjut Eduard, kuat sekali dugaan kami bahwa penyidik tidak bisa membuktikan adanya unsur pidana dan unsur melawan hukum sebagaimana yang dilaporkan Finalia Sunaryo di Polresta Malang.
“Unsur melawan hukumnya apa? Dimana letak perbuatan melanggar hukum yang telah dilakukan Gideon Suryatika sehingga penyidik Polresta Malang sampai menetapkan Gideon sebagai tersangka, sampai akhirnya dilakukan penahanan,” tanya Eduard Rudi.
Ketua Bidang Hukum dan HAM Nasional Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini secara tegas juga menyatakan, lepasnya Gideon dari masa penahanan penyidik Kepolisian ini, juga membuktikan bahwa tidak ada unsur pidana yang terjadi atau dilakukan Gideon Suryatika namun penyidik Polresta Malang tetap memaksakan perkara ini dari penyelidikan ke jenjang penyidikan hingga akhirnya dilakukan penahanan selama 20 hari.
“Ini menyangkut kepastian hukum seseorang. Jika orang yang dilaporkan itu tidak bersalah, bebaskan dia. Jangan ragu-ragu untuk mencabut status pidananya. Pulihkan juga nama baiknya,” papar Eduard Rudy.
Eduard Rudy juga mempersilahkan kepada penyidik kepolisian dan para aparat penegak hukum untuk menghukum Gideon jika benar-benar ada unsur pidananya, dan ada perbuatan melanggar hukum yang dilakukan Gideon.
“Sejak awal ketika mendampingi Gideon diproses penyidikan, kami sudah sampaikan bahwa unsur pidana dan melakukan perbuatan melawan hukum diperkara ini tidak ada,” tandasnya.
Namun, sambung Eduard Rudy, penyidik kepolisian masih memaksakan kehendaknya dan menjadikan Gideon sebagai tersangka.
Eduard Rudy dalam pernyataannya juga secara tegas menyampaikan bahwa penyidik Polresta Malang sudah bertindak sewenang-wenang, menggunakan kekuasaannya untuk mentersangkakan Gideon Suryatika,” kata Eduard.
Masih menurut Eduard Rudy, diperkara dugaan tindak pidana penggelapan ini, terlihat juga bahwa Kapolresta Malang dan penyidik yang menangani kasus ini, telah bertindak layaknya dept collector.
Bagaimana tim penasehat hukum Gideon Suryatika secara tegas menilai jika perkara pidana yang dilaporkan Finalia Sunaryo di Polresta Malang ini dipaksakan dan penuh rekayasa?
Advokat Senior asal Surabaya yang baru saja menang melawan Eye Clinic Surabaya di tingkat Mahkamah Agung (MA) ini kemudian bercerita, perseteruan antara Gideon Suryatika dengan Finalia Sunaryo ini berawal dari investasi yang dilakukan Finalia Sunaryo di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Kusuma Artha Lestari yang beralamat di Kota Malang. Di KSP Kusuma Artha Lestari itu, Gideon Suryatika menjabat sebagai Kepala Koperasi.
Finalia Sunaryo yang menjadi anggota koperasi sekaligus sebagai investor kemudian melaporkan Gideon Suryatika ke Polresta Malang dengan tuduhan dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan.
Dengan adanya laporan ini, penyidik lalu memanggil Gideon Suryatika untuk didengar keterangannya. Statusnya pun masih saksi kala itu. Namun tiba-tiba, status saksi ini berubah dengan cepat menjadi tersangka. Gideon pun ditahan dengan alasan adanya dua alat bukti yang cukup.

Proses mentersangkakan Gideon Suryatika inilah yang menurut penjelasan Eduard Rudy dan tim penasehat hukumnya, sangat aneh dan sangat janggal.
“Adakah audit yang sudah dilakukan penyidik Polresta Malang terhadap laporan keuangan KSP Kusuma Artha Lestari ketika itu?,” tanya Eduard Rudy.
Penyidik, sambung Eduard Rudy, apakah juga menemukan perbuatan melawan hukum yaitu adanya unsur penggelapan yang dilakukan Gideon, sehingga penyidik berani menjadikan Gideon sebagai tersangka dugaan tindak pidana penggelapan?
“Mengaudit laporan keuangan KSP Kusuma Artha Lestari saja belum dan tidak pernah, kok ini sudah menjustifikasi bahwa Gideon Suryatika telah melakukan penggelapan uang koperasi,” hardik Eduard Rudy.
Ketika perkara ini dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, lanjut Eduard Rudy, jaksa peneliti yang menerima berkas perkara ini berpendapat, tidak ada unsur melawan hukum.
“Tidak ada juga terlihat adanya perbuatan pidana penggelapan yang dilakukan Gideon Suryatika. Hal itu dapat diketahui dengan adanya P18 dan P19 yang dilakukan jaksa terhadap perkara ini,” tegas Eduard Rudy.
Hingga batas waktu yang telah ditentukan undang-undang untuk menahan seseorang, sambung Eduard Rudy, penyidik Polresta Malang tidak bisa memenuhi petunjuk jaksa.
Dan penyidik, sambung Eduard Rudy, tidak bisa merampungkan penyidikan berkas perkara itu dan memenuhi semua petunjuk jaksa lalu mengembalikannya ke kejaksaan untuk dilakukan pemeriksaan kembali.
Oleh karena itu, Eduard Rudy pun menghimbau kepada penyidik dan juga Kapolresta Malang, supaya berhenti mengutak atik perkara ini dan tetap memaksakannya menjadi pidana.
“Finalia sendiri selama ini sudah mendapatkan keuntungan, sesuai ketentuan yang telah disepakati,” kata Eduard Rudy.
Walaupun Finalia Sunaryo berstatus anggota prioritas di KSP Kusuma Artha Lestari, namun keinginannya untuk menerima semua uang yang sudah diinvestasikan di koperasi tersebut, tidak bisa dilakukan secara serta merta.
“Kondisinya waktu itu sedang pandemi Covid-19. Darimana koperasi bisa beroperasi dan mendapat uang ditengah negeri ini masih terpuruk dengan adanya wabah Covid-19,” tegas Eduard Rudy.
Untuk mencari keadilan dan kepastian hukum, Gideon Suryatika melalui kuasa hukumnya kemudian mrngajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH), pasca lepas demi hukum.
Namun anehnya, Kapolresta Malang yang dalam gugatan perdata di PN Malang sebagai turut tergugat, malah membuka perkara pidana ini kembali. Kali ini, Gideon Suryatika dijerat dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Jeratan pasal TPPU yang dilekatkan pada Gideon Suryatika dan menjadikannya sebagai tersangka, langsung mendapat perlawanan tim kuasa hukum Gideon Suryatika.
Masih menurut Eduard Rudy, bagaimana dugaan tindak pidana TPPU dapat dijatuhkan ke Gideon Suryatika, ketika pidana pokoknya tidak ada.
“Adanya pasal TPPU yang ditujukan ke Gideon Suryatika ini makin tidak masuk akal. Makin nampak sekali pemaksaan kehendak yang dilakukan polisi, khususnya Kapolresta Malang, menggunakan kekuasaan yang ada padanya,” papar Eduard Rudy.
Untuk memenuhi rasa keadilan, tim penasehat hukum Gideon Suryatika kemudian melaporkan tindakan Kapolresta Malang tersebut ke Propam Mabes Polri.
Menurut Eduard Rudy, sekarang masyarakat tinggal menunggu, bagaimana reaksi Propam Mabes Polri, apakah tetap membiarkan laporan dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Kapolresta Malang ataukah akan mengambil tindakan hukum dan ikut menyelesaikan pertikaian ini sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku? (pay)