surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Dari 19 Perjanjian Yang Ditanda Tangani Canggih Soliemin, 12 Transaksi Sesuai PO, Tujuh Transaksi Mencurigakan

Indah Catur Agustin dan salah satu penasehat hukumnya. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

SURABAYA (surabayaupdate) – Sidang lanjutan dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan yang menjadikan Indah Catur Agustin sebagai terdakwa kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Pada persidangan Senin (1/7/2024), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua saksi, Canggih Soliemin dan Silvester Setiadi Laksmana.

Ketika saksi Canggih Soliemin dihadirkan dimuka persidangan, terungkap fakta bahwa dari 19 perjanjian yang ditanda tangani Canggih Soliemin, hanya 12 perjanjian yang sesuai PO, sedangkan tujuh perjanjian mencurigakan, tidak sesuai PO.

Terungkapnya tujuh perjanjian tidak sesuai PO itu berawal dari ditunjukkannya PO dari King Koil kepada saksi Canggih Soliemin dimuka persidangan.

Dari 19 perjanjian itu, salah seorang penasehat hukum terdakwa Indah Catur Agustin kemudian mengatakan ada 12 perjanjian yang sesuai PO, sedangkan tujuh perjanjian selanjutnya tidak berdasarkan PO. Atas kejanggalan ini, penasehat hukum terdakwa Indah Catur Agustin mempertanyakan hal ini.

“Kenapa diantara 19 transaksi tersebut, 12 transaksi sesuai dengan isi perjanjian sedangkan yang tujuh transaksi tidak sesuai?,” tanya Munarif, salah satu penasehat hukum terdakwa Indah Catur Agustin.

Artinya, lanjut Munarif, anda tidak pernah menarik modal, namun tiap bulan anda menerima pembagian keuntungan.

Untuk memperkuat kejanggalannya tersebut, Munarif kemudian membacakan sebuah transaksi yang sudah dilakukan Canggih Solimin.

“Sebagai contoh. Tanggal 7 September 2020, saudara masukkan uang Rp. 600 juta. Lalu, saudara mendapatkan keuntungan Rp. 48 juta dibulan yang kedua,” ujar Munarif membacakan transaksi yang sudah dilakukan Canggih Solimin.

Total bunga dan keuntungan, lanjut Munarif, menjadi Rp. 648 juta. Ini saudara tarik makanya tidak bermasalah.

“Lalu, 21 hari kemudian, anda injek lagi sebesar Rp. 1,6 miliar. Anda kemudian mendapatkan bunga berjalan selama sekian tahun,” papar Munarif.

Yang menjadi pertanyaan penasehat hukum terdakwa Indah Catur Agustin ini adalah, pada transaksi yang pertama senilai Rp. 600 juta kemudian diambil selama dua bulan, namun transaksi kedua yang nilainya Rp. 1,6 miliar setelah transaksi pertama, tidak ditarik atau diambil.

Canggih Soliemin saat jadi saksi dipengadilan. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

“Anda malah mendapat bunga yang terus menggulung hingga mencapai Rp. 1,536 miliar, tetapi modal anda tetap Rp. 1,6 miliar,” tandasnya.

Mendapat pertanyaan ini, dimuka persidangan, Canggih Solimin terlihat kebingungan dan tidak bisa menjawab. Canggih Solimin malah memberikan penjelasan ketika ia setor modal, dan suatu saat ia butuh uang, Canggih Solimin tinggal menariknya.

“Soal saya tarik atau saya injek, itu tergantung kondisi (keuangan) saya. Jika memang butuh, akan saya tarik,” jelas Canggih Solimin.

Kejanggalan lain yang berusaha diungkap tim penasehat hukum terdakwa Indah Catur Agustin adalah berkaitan dengan cek atas nama PT. Garda Tamatek Indonesia yang diberikan Greddy Harnando kepada Canggih Solimin setelah dilakukan penandatanganan perjanjian. Ada tujuh cek yang diberikan Greddy kepada saksi Canggih waktu itu.

Terkait dengan tujuh lembar cek tersebut, Munarif kembali bertanya, dimana keberadaan tujuh cek itu sekarang. Dan terhadap tujuh cek yang atas nama PT. Garda Tamatek Indonesia tersebut, penasehat hukum terdakwa Indah ini kembali bertanya, apakah Canggih Solimin menyimpan fotocopy dari cek tersebut?

Canggih Solimin kemudian menjawab bahwa tujuh cek awal yang atas nama PT. Garda Tamatek Indonesia ini sudah ia serahkan. Namun, tidak jelas, kepada siapa cek itu Canggih serahkan. Dan menurut Munarif, tujuh lembar cek awal atas nama PT. Garda Tamatek Indonesia sebelum diganti menjadi atas nama Greddy Harnando, tidak dilampirkan dalam daftar barang bukti.

Kepada saksi Canggih Soliemin, pengacara terdakwa Indah lalu bertanya tentang keberadaan dua lembar cek senilai Rp. 600 juta dan Rp. 1,6 miliar.

Selain keberadaan dua cek senilai Rp. 600 juta dan Rp. 1,6 miliar, penasehat hukum terdakwa Indah juga bertanya dimana keberadaan 17 cek lainnya yang atas nama PT. Garda Tamatek Indonesia. Karena, menurut keterangan Canggih Solimin, jika sesuai dengan perjanjian yang jumlahnya 19 perjanjian, ia menerima 19 lembar cek sebagai pembayaran.

Dalam persidangan ini, terdapat kejanggalan pula, bahwa berdasarkan pengakuan Canggih Solimin dimuka persidangan, meski memegang 19 cek atas nama PT. Garda Tamatek Indonesia, setiap ia mendapatkan pembagian keuntungan tiap bulan yang jumlahnya empat persen. Canggih Soliemin mengaku, PT. Garda Tamatek Indonesia selalu melakukan pembayaran keuntungan secara transfer.

Perdebatan terjadi dipersidangan ketika penasehat hukum terdakwa kembali menanyakan tujuh lembar cek yang bermasalah dan kemudian Canggih Soliemin meminta kepada Greddy Harnando untuk memperbaikinya.

Canggih Soliemin yang terlihat kebingungan atas pertanyaan penasehat hukum terdakwa Indah ini hanya menjawab tidak ingat dan menilai pertanyaan penasehat hukum terdakwa Indah muter-muter, padahal ketika itu penasehat hukum terdakwa Indah tersebut bertanya, apakah tujuh lembar cek atas nama PT. Garda Tamatek Indonesia, yang tadinya bermasalah tersebut kemudian diganti menjadi atas nama Greddy Harnando, diberikan kepada saksi Canggih Soliemin ketika pembagian keuntungan itu bermasalah ataukah ketika pembayaran pembagian keuntungan masih lancar.

Penasehat hukum terdakwa Indah langsung bereaksi dan memberikan tanggapan karena saat Canggih Soliemin menerima tujuh cek dari Greddy Harnando itu tidak ada tanda terimanya. Canggih Soliemin dalam persidangan juga mengakui bahwa ia tidak mengeluarkan tanda terima terhadap tujuh cek itu. (pay)

Related posts

BPK Dan Media Komitmen Bersinergi Awasi Penyelewengan Uang Negara Di Kalimantan Tengah

redaksi

Jaksa Dinilai Gagal Membuktikan Unsur Barang Siapa Dengan Sengaja Diperkara The Irsan Pribadi Susanto

redaksi

Para Pemegang Sabuk Hitam Kyokushinkai Karate-Do Indonesia Minta Pertanggungjawaban Tjandra Sridjaja Pradjonggo Atas Raibnya Uang Arisan Sebanyak Rp 11 Miliar Lebih

redaksi