MOJOKERTO (surabayaupdate) – Perkara dugaan tindak pidana penggelapan yang menjadikan Herman Budiyono sebagai terdakwa, akhirnya disidangkan.
Didampingi tim penasehat hukumnya, Herman Budiyono didudukkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadap ke majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto.
Persidangan yang digelar diruang sidang Cakra PN Mojokerto, Selasa (1/10/2024) ini dipimpin hakim Ayu Sri Adriyanthi Widja sebagai Ketua Majelis serta Jenny Tulak dan Jantiani Longli Naetasi masing-masing sebagai hakim anggota.
Menanggapi dugaan tindak pidana penggelapan yang menjadikan Herman Budiyono sebagai terdakwa di PN Mojokerto ini, Michael SH, MH, CLA, CTL,CCL salah satu penasehat hukum terdakwa Herman Budiyono menilai jika dakwaan JPU prematur dan terlihat sangat dipaksakan.
Oleh karena itu, tim pembela terdakwa Herman Budiyono, menurut Michael, keberatan dengan surat dakwaan yang disusun JPU.
“Isi surat dakwaan JPU ini sangat merugikan terdakwa Herman Budiyono. Dan nampak sekali jika perkara ini terlampau dipaksakan,” tegas Michael.
Masih menurut Michael, perkara yang menjadikan Herman Budiyono sebagai terdakwa ini sebenarnya terkait waris.
“Belum ada putusan perdatanya tentang CV. Mekar Makmur Abadi, apakah CV itu warisan atau harta gono gini?,” jelas Michael.
Dan untuk diketahui pula, sambung Michael, di CV. Mekar Makmur Abadi ini, yang jadi pengurusnya hanya dua orang, Bambang Sutjahjo yang tak lain adalah ayahanda Herman Budiyono dan terdakwa Herman Budiyono sendiri.
Michael dalam penjelasannya juga mengatakan, bahwa adanya transfer sejumlah uang dari rekening CV. Mekar Makmur Abadi ke rekening pribadi terdakwa Herman Budiyono untuk kepentingan menjalankan CV.
“Jika memang dianggap ada kerugian yang timbul, dasarnya apa? Tidak ada hasil audit yang menyatakan adanya kerugian yang diderita CV. Mekar Makmur Abadi,” papar Michael.
Oleh karena itu, sambung Michael, terdakwa Herman Budiyono pernah mengajukan audit ke penyidik, termasuk memberikan data-data pendukung.
Michael juga menjelaskan, bahwa status terdakwa Herman Budiyono juga dipertanyakan. Mengapa? Saat Herman Budiyono ditahan selama 60 hari, perkara ini baru dinyatakan sempurna atau P21.
“Dan proses tahap II nya pun dilakukan malam hari, pukul 20.00 Wib. Ada kepentingan apa? Inilah yang kami pertanyakan,” papar Michael.
Untuk menjadikan Herman Budiyono sebagai tersangka, harusnya dibuktikan dulu, minimal ada dua alat bukti yang mendukung adanya dugaan tindak pidana penggelapan yang dilakukan Herman Budiyono.
Dan alat bukti yang menjadikan Herman Budiyono sebagai terdakwa, lanjut Michael, harus ada hasil audit. Dari hasil audit itulah baru diketahui bahwa memang ada tindak pidana penggelapan karena ada kerugian perusahaannya.
Jeratan pasal penggelapan, juga menjadi hal yang aneh menurut Michael. Selama ini, Herman Budiyono dan istrinya tinggal bersama kedua orang tuanya.
“Yang merawat Bambang Sutjahjo dan istrinya adalah Herman Budiyono. Bambang Sutjahjo dan istrinya adalah orang tua kandung Herman Budiyono. Sedangkan semua kakak Herman Budiyono tidak ada yang tinggal bersama kedua orang tua mereka, termasuk tinggal di Mojokerto,” kata Michael.
Michael juga melanjutkan, selama ini Herman Budiyono rutin melakukan setoran ke CV. Mekar Makmur Abadi. Bagaimana setoran yang dilakukan Herman Budiyono tersebut dianggap sebagai penggelapan? Apakah memang iya, Herman Budiyono menggelapkan uangnya sendiri? Lalu, darimana uang sebanyak Rp. 12 miliar tersebut? Masalah ini lanjut Michael, akan dibuktikan dipersidangan.
Sementara itu dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU pada persidangan Selasa (1/10/2024) di PN Mojokerto disebutkan bahwa perbuatan terdakwa Herman Budiyono sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar pasal 374 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP untuk dakwaan kesatu.
Dalam dakwaan kedua JPU juga disebutkan bahwa perbuatan terdakwa Herman Budiyono diancam pidana melanggar pasal 372 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.
Masih dalam surat dakwaan yang disusun dan ditanda tangani Jaksa Riska Aprillana ini juga disebutkan, bahwa akibat perbuatan terdakwa Herman Budiyono yang tidak mau membagi uang milik CV. Mekar Makmur Abadi yang ditransfer terdakwa Herman Budiyono ke rekening pribadinya tersebut, Hartatiek, Juliati Sutjahjo, Hadi Poernomo Sutjahjo dan Lidiawati Sutjahjo mengalami kerugian sebesar Rp12.283.510.035.
JPU dalam surat dakwaannya menyebutkan bahwa perbuatan terdakwa Herman Budiyono itu terjadi tanggal 09 Juli 2021 sampai dengan tanggal 30 Desember 2021, bertempat di Kantor CV Mekar Makmur Abadi Jl. Bhayangkara no 15 Kelurahan Sentanan Kecamatan Kranggan Kota Mojokerto.
Dalam surat dakwaan JPU setebal tiga halaman ini juga diceritakan, perkara ini berawal Bambang Sutjahjo mendirikan CV. Mekar Makmur Abadi, Jumat (06/12/2019) berdasarkan Akta Pendirian CV. Mekar Makmur Abadi nomor 1 tanggal 06 Desember 2019, dibuat di Kantor Notaris Lena Willem, SH, M.Kn.
Berdasarkan akta pendirian CV. Mekar Makmur Abadi tersebut, Bambang Sutjahjo selaku Direktur dan terdakwa Herman Budiyono selaku Persero Diam atau Komanditer Pasif, dengan modal awal pendirian CV sepenuhnya berasal dari Bambang Sutjahjo sebesar Rp. 3 524.024.000.
CV. Mekar Makmur Abadi mempunyai usaha di bidang perdagangan ban truck. Semua pengelolaan CV. Mekar Makmur Abadi dijalankan Bambang Sutjahjo, dan semua transaksi keuangan CV. Mekar Makmur Abadi dilakukan di rekening BCA nomor 051211221 atas nama CV. Mekar Makmur Abadi.
Selanjutnya, tanggal 08 Juli 2021 sekitar pukul 23.25 WIB, Bambang Sutjahjo meninggal dunia. Sebelum meninggal dunia, Bambang Sutjahjo memberikan token BCA beserta nomor pin milik CV. Mekar Makmur Abadi kepada terdakwa Herman Budiyono, salah satu anak dari Bambang Sutjahjo yang pada saat itu berada di Mojokerto.
Bambang Sutjahjo selain mempunyai anak bernama Herman Budiyono, juga memiliki beberapa anak bernama Juliati Sutjahjo berada di Jerman, Hadi Poernomo Sutjahjo, Lidiawati Sutjahjo tidak berada di Mojokerto. (pay)