surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Penasehat Hukum Terdakwa Penganiayaan Menilai Dokter Visum Hanya Mengeluarkan Kesimpulan Medis

dr Novilia Rahman ketika memberikan kesaksian di persidangan terkait luka-luka yang diderita Rudi Mulyanto. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)
dr Novilia Rahman ketika memberikan kesaksian di persidangan terkait luka-luka yang diderita Rudi Mulyanto. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

SURABAYA (surabayaupdate) – Tidak bisa menyebutkan parameter yang digunakan untuk merekomendasikan korban pemukulan supaya beristirahat hingga beberapa hari, dokter visum dinilai hanya mengeluarkan kesimpulan medis.

Kekecewaan atas keluarnya hasil visum atas nama Rudi Mulyanto yang ditangani dr. Novilia Rahman ditunjukkan tim penasehat hukum terdakwa Edi Jasin. Kekecewaan itu tergambar sepanjang proses persidangan yang digelar di ruang sidang Kartika 2 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (12/3).

Secara bergantian, tim penasehat hukum terdakwa terus mencecar dokter yang sudah bertugas di Poliklinik Polrestabes Surabaya sejak 2009 ini. Banyak hal yang berusaha digali dari dr. Novilia Rahman, dokter umum yang sudah melakukan visum terhadap Rudi Mulyanto.

Tercatat, ada dua hal yang terus ditanyakan tim penasehat hukum terdakwa itu. Pertama tentang luka-luka yang diderita Rudi Mulyanto. Dalam surat visum et repertum nomor 351 tanggal 16 Oktober 2013 disebutkan bahwa Rudi Mulyanto mengalami luka memar di kepala, luka memar kebiruan di mata kanan sepanjang 2 cm x 1 cm, luka memar di hidung dengan ukuran 2 cm x 2 cm. Kemudian ada luka memang dibagian hidung bawah bagian dalam dengan ukuran 3 cm x 3 cm juga ada luka memar di dagu dengan ukuran 1 cm x 1 cm.

Tonic Tangkau, salah satu anggota tim penasehat hukum terdakwa Edi Jasin menanyakan, terkait luka-luka yang diderita Rudi, apakah dr. Novilia Rahman melihat sendiri luka-luka tersebut? Kemudian, penasehat hukum terdakwa ini juga menanyakan, apakah dokter juga bertanya ke korban luka-luka itu karena apa?

“Pertanyaan ini harus kami lontarkan di persidangan, mengingat hingga saat ini kami masih belum mendapatkan hasil visum yang sudah dilakukan saksi. Mengenai visum yang sudah dikeluarkan itu, apakah visum yang dikeluarkan tersebut sebagai keterangan ahli atau bukan, “ tanya Tonic Tangkau.

Andaikan visum yang dikeluarkan itu bukan dari seorang ahli, lanjut Tonic, apakah bisa hasil visum tersebut bisa dijadikan bukti surat? Karena, jika tidak didasari keterangan seorang ahli maka visum yang sudah dikeluarkan itu hanya sebatas petunjuk.

Menanggapi keberatan penasehat hukum terdakwa ini, hakim Musa Arief Aini yang menjadi ketua majelis hakim menyarankan untuk menuangkannya dalam pledoi. Sementara, dr. Novilia Rahman yang mendapat pertanyaan itu pun menjawab, luka-luka yang diderita Rudi ini disebabkan adanya pergesekan benda tumpul.

“Berdasarkan keterangan yang disampaikan korban, luka-luka itu akibat pukulan. Namun, tidak dijelaskan, luka sebanyak itu akibat pukulan sampai berapa kali, “ ujar dr. Novilia Rahman.

Hal kedua yang juga ditanyakan penasehat hukum terdakwa kepada saksi dr. Novilia Rahman adalah masalah pernyataan rekomendasi terhadap korban untuk beristirahat selama 3-5 hari. Menurut penasehat hukum terdakwa, darimana dokter bisa secepat itu memberikan rekomendasi untuk korban supaya beristirahat.

“Apa yang menjadi parameter saksi berani mengatakan bahwa korban membutuhkan istirahat 3-5 hari atas luka yang dideritanya? Apakah saksi sudah mengantongi atau mempunyai rekam medis untuk ini?, “ tukas Tonic.

Tanpa adanya rekam medis, pemberian rekomendasi istirahat selam 3-5 hari kepada Rudi, tim penasehat hukum terdakwa Edi Jasin menilai bahwa dr. Novilia Rahman yang menjadi saksi sebagai dokter visum, hanya menyampaikan kesimpulan medis.

Ditemui usai persidangan, Tonic Tangkau membantah jika semua pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan di muka persidangan tersebut adalah bentuk meragukan hasil visum yang sudah dibuat dr. Novilia Rahman.

“Kami tidak meragukan hasil visum. Kami hanya bertanya karena dokternya memberikan kesimpulan. Kesimpulannya bahwa Rudi terhalang untuk bekerja. Kalau Rudi terhalang untuk bekerja, tentu dokter mempunyai parameter yang dipakai, “ tanya Tonic.

Adakah rekam medis yang dimiliki dokter, lanjut Tonic, sehingga dokter berkesimpulan bahwa Rudi ini terhalang kerjaannya. Itu yang pertama. Pertanyaan yang kedua adalah kalau memang Rudi terhalang, mengapa dokter tidak memberikan obat, tidak menyarankan rawat inap dan tidak menyediakan ambulance.

“Padahal dokter sudah memberikan kesimpulan bahwa semua aktivitas Rudi sehari-hari sudah terhalang dengan adanya luka-luka tersebut. Itulah yang membuat kami bertanya ke dokter, “ jelas Tonic.

Menanggapi dokter siapa yang seharusnya didatangkan di muka persidangan ini, secara tegas Tonic pun mengatakan tidak ada masalah siapa dokter didatangkan ke persidangan untuk di jadikan saksi. Yang membedakan adalah, ketika saksi itu adalah dokter dari kedokteran kehakiman maka visumnya berbunyi keterangan ahli.

Masih menurut Tonic, yang membedakan jika yang didatangkan itu adalah dokter biasa, maka kualitas kesaksian yang disampaikan di muka persidangan tersebut hanya sebagai bukti petunjuk. (pay)

Related posts

DPC Peradi Kota Surabaya Kecam Peristiwa Penganiayaan Advokat Magang Di Apartemen Purimas

redaksi

Tiga Pimpinan DPC PERADI Kota Surabaya Sepakat Bentuk Tim Pengawas Profesi Advokat

redaksi

BPK Jatim Beri Predikat Wajar Tanpa Pengecualian Kepada 37 Kota/Kabupaten Se-Jawa Timur

redaksi