SURABAYA (surabayaupdate) – Sidang lanjutan dugaan tindak pidana pemalsuan surat yang menjadikan Prof. DR. Lanny Kusumawati Dra SH Mhum, Guru Besar Ilmu Hukum, Universitas Surabaya (Ubaya) sebagai terdakwa, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Pada persidangan Selasa (24/4) ini tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang terdiri dari Jaksa Ali Prakoso dan I Gusti Putu Karmawan menghadirkan DR Djoko Sukisno SH CN, Guru Besar Universitas Gajah Mada (UGM).
Sebagai Guru Besar yang mempunyai keahlian dibidang kenotariatan, DR Djoko Sukisno SH CN di awal persidangan diminta Hakim Maxi Sigarlaki, hakim PN Surabaya yang ditunjuk sebagai ketua majelis dalam perkara ini untuk menjelaskan tentang tugas dan fungsi notaris.
Menjawab pertanyaan ini, DR Djoko Sukisno SH CN yang dihadirkan sebagai saksi ahli ini mengatakan tugas dan kewenangan notaris diatur dalam UU Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014.
“Kewenangan notaris membuat akta otentik sebagaimana diatur dalam pasal 15 ayat (1) UU Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014,” jelas DR Djoko Sukisno, SH CN.
Usai mendengar jawaban ahli, hakim Maxi Sigarlaki kemudian bertanya ke DR. Djoko Sukisno, SH CN tentang apakah cover notes termasuk dalam akta otentik? Menjawab pertanyaan ini, Djoko Sukisno menjawab tidak.
“Yang dimaksud akta otentik adalah akta yang memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 1868 KUHPerdata. Cover notes bukan bagian. Itu hanya surat keterangan saja. Dan untuk mengeluarkan cover notes ini biasanya ada permintaan,” ungkap Djoko Sukisno.
Kemudian, hakim Maxi bertanya apakah ada perbedaan antara cover notes dengan waarmerking? Ahli menjawab, waarmerking adalah akta dibawah tangan yang dibuat oleh para pihak, kemudian didaftarkan tanda tangannya.
Terkait dengan cover notes, hakim Maxi kemudian bertanya, substansi diterbitkannya sebuah cover notes oleh seorang notaris. Menjawab pertanyaan ini, ahli menjawab, dalam pengurusan akta, terkadang para pihak itu juga membutuhkan meskipun akta atau dokumen itu belum selesai.
“Untuk kepentingan klien yang membutuhkan, dikeluarkanlah surat keterangan yang menjelaskan bahwa sedang diproses dokumennya. Kalau dokumennya itu sudah diproses, tidak perlu dikeluarkan sebuah cover notes,” papar ahli.
Sebagai contoh, lanjut ahli, hutang piutang dengan jaminan hak tanggungan tanah. Perjanjian akad kreditnya ditanda tangani. Kemudian dilanjutkan dengan hak tanggungan. Namun, hak tanggungan belum bisa karena salah satunya adalah adanya sertifikat yang menjadi agunan, belum diroya. Karena lama menunggu, debitur butuh untuk mencairkan uang sedangkan kreditur mau untuk mengeluarkan uangnya itu. Jika sertifikat hak tanggungan itu sudah keluar, untuk apa dikeluarkan cover notes.
Terkait dengan permintaan tentang cover notes oleh salah satu pihak, hakim Maxi kembali bertanya ke DR. Djoko Sukisno, apakah seorang notaris punya kewenangan untuk menolak permintaan yang bersangkutan? Ahli pun menjawab, mestinya ada.
Ahli kemudian menjelaskan tentang seorang notaris bisa menolak permintaan kliennya. Ahli kemudian mengambil contoh tentang proses roya untuk sertifikat dan dari sertifikat dibuat untuk Akta Pembagian Hak Bersama (APHB).
“Kalau saya sebagai seorang notaris tidak memproses roya-nya, saya tidak memproses APHB-nya, saya tidak akan mungkin membuat cover notes, untuk apa? Saya jelas tidak berani. Iya nanti kalau diroya sama debiturnya, kalau tidak?, “ ujar ahli penuh tanya.
Masih tentang cover notes, hakim Maxi kemudian bertanya, seorang notaris dalam mengeluarkan cover notes, apakah itu merupakan pendapat pribadi atau pendapat notaris dalam jabatan? Menjawab pertanyaan ini, Guru Besar yang mempunyai jabatan fungsional Lektor Kepala UGM ini menjawab pendapat pribadi.
Dosen mata kuliah Peraturan Jabatan Notaris dan PPAT UGM Jogjakarta ini juga menjelaskan, seorang notaris, ketika ada seseorang yang datang padanya minta dibuatkan keterangan wajib memeriksa dokumen-dokumen yang dibawa bersangkutan.
Masih tentang cover notes, hakim Maxi kemudian menjelaskan tentang ada dua perusahaan perseroan, pertama perseroan Subur Abadi Raja kemudian perseroan Raja Subur Abadi. Awalnya, Subur Abadi Raja, sudah dicari di website tapi tidak ada. Lalu, bagaimana pendapat ahli tentang hal ini? Terkait hal itu, ahli mengatakan bahwa dua hal itu adalah dua subyek hukum yang berbeda.
“Lebih konkret lagi begini. Ada perseroan namanya Subur Abadi Raja. Waktu cover notes dibuat, tidak terdaftar atau belum disesuaikan sebagaimana diatur dalam UU No. 7 tahun 1940. Atau setelah dicari, PT. Subur Abadi Raja ini sudah dimilik orang lain. Kemudian, yang tadinya pengurus PT. Subur Abadi Raja, mengajukan permohonan dan menurut yang bersangkutan setelah dicari di website ternyata tidak ada PT. Subur Abadi Raja. Kemudian diajukan perseroan baru dan keluarlah akta untuk PT. Raja Subur Abadi. Beberapa tahun kemudian akhirnya diketahui jika PT. Subur Abadi Raja telah terdaftar di Departemen Hukum dan HAM. Yang menjadi pertanya, bagaimana tentang cover notesnya dimana di cover notes itu dijelaskan bahwa PT. Subur Abadi Raja itu sama dengan PT. Raja Subur Abadi?, “ tanya hakim Maxi.
Ahli pun menjawab bahwa PT. Subur Abadi Raja dan PT. Raja Subur Abadi adalah dua subyek hukum yang berbeda. Hakim Maxi kemudian memperlihatkan adanya surat dari Menteri Hukum dan HAM. Setelah melihat surat dari Kementerian Hukum dan HAM tersebut, ahli secara tegas menyatakan sependapat dengan surat yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan HAM. Menurut ahli, PT. Subur Abadi Raja dan PT. Raja Subur Abadi merupakah dua subyek hukum yang berbeda.
Jika cover notes itu dikeluarkan, hakim Maxi kemudian bertanya ke ahli, adakah sanksi bagi orang yang mengeluarkan jika ditinjau dari aspek keperdataan. Menanggapi pertanyaan hakim Maxi ini, ahli pun menjawab cover notes itu hanya surat keterangan dari orang yang mengeluarkan tentang apa yang ia ketahui dan apa yang ia terangkan. Lalu, apakah ada implikasi perdata dengan dikeluarkannya cover notes ini? Secara tegas ahli menjawab bahwa cover notes itu hanya sebatas surat keterangan dan bukan akta. Jika akta, bisa dipakai sebagai bukti.
Selain mendapat pertanyaan dari ketua majelis hakim, penerima penghargaan Satyalancana Karya Satya X, Government of Indonesia, tahun 2003 ini juga mendapat pertanyaan dari JPU. Kepada ahli, JPU menanyakan tentang apakah seorang notaris mempunyai kewenangan untuk menjelaskan kedudukan dua perseroan dalam suatu cover notes atau surat keterangan.
“Kalau dua perseroan itu sejak terbentuknya, perubahan anggaran dasarnya, notaris itu yang mengurusnya maka notaris itu mempunyai kewenangan. Kemudian yang kedua, notaris itu akan mendasarkan pada apa yang ada di Dirjen AHU. Namun, jika salah satu dari dua perseroan itu tidak ditangani oleh notaris yang sama, maka notaris tadi bisa mengeluarkan cover notes namun harus mendasarkannya pada data yang dimiliki Dirjen AHU,” papar ahli.
Kepada ahli, JPU kemudian menayakan tentang cover notes yang dikeluarkan seorang notaris dengan dokumen yang dikeluarkan Dirjen AHU tentang PT, isinya bertentangan. Yang diyakini kebenarannya itu yang mana? Ahli pun menjawab dokumen yang dikeluarkan Dirjen AHU. Karena, di Dirjen AHU ada pangkal batas terkait perjanjian hukum,
Masih tentang cover notes, ahli juga ditanya tentang apakah cover notes itu hanya dikeluarkan seorang notaris atau profesi lain boleh mengeluarkan cover notes. Ahli pun menjawab notaris karena cover notes itu kebiasaan yang ada di kenotariatan.
“Dalam pembuatannya, apakah di dalam cover notes itu harus mencantumkan kop nama kantor notaris yang membuat cover notes itu?, “ tanya Jaksa Ali Prakoso ke ahi. Atas pertanyaan itu, ahli pun menjawab tidak ada ketentuan seperti itu karena cover notes bukan akta. Karena bukan akta, cover notes tidak tunduk pada tata cara pembuatan yang diatur dalam UU Jabatan Notaris. Dan di dalam cover notes itu hanya menjelaskan apa yang sudah dikerjakan atau apa yang dikerjakan seorang notaris. Cover notes juga bisa diberi keterangan ditujukan kepada siapa.
Jaksa kemudian bertanya tentang adanya cover notes yang isinya tidak benar, apakah cover notes itu bisa merugikan profesi notaris? Ahli pun menjawab iya. Secara tegas ahli mengatakan jika ada notaris yang membuat kesalahan ketika membuat produknya, hal itu sangat menciderai profesi notaris karena dapat mengurangi kepercayaan masyarakat. (pay)