SURABAYA (surabayaupdate) – Sidang lanjutan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dan adanya pelanggaran hak cipta yang dimohonkan PT. Inter Sport Marketing (ISM) di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali dilanjutkan.
Pada persidangan yang terbuka untuk umum yang digelar di ruang sidang Garuda 2 PN Surabaya, Selasa (19/3/2019) ini, PT. ISM selaku penggugat dan PT. Bali Rich d/a Bali Rich Luxury Villa & Spa, berkedudukan di Bali selaku tergugat, sama-sama menghadirkan saksi ahli.
Sebagai penggugat, PT. ISM menghadirkan Budi Agus Riswandi, SH, M.Hum, pengajar Program Pasca Sarjana di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta. Budi Agus Riswandi ini adalah ahli dibidang hak cipta. Sedangkan PT. Bali Rich d/a Bali Rich Luxury Villa & Spa selaku tergugat, menghadirkan I Wayan Wiryawan, pengajar di Universitas Udayana Bali. I Wayan Wiryawan adalah ahli dibidang perdata.
Kedua ahli yang dihadirkan ini didengar pendapatnya secara terpisah. Budi Agus Riswandi, saksi dari penggugat, diberi kesempatan pertama untuk memberikan kajian-kajian yang sesuai dengan keahliannya, yaitu dibidang hak cipta. Setelah itu, giliran majelis hakim memberikan kesempatan kepada I Wayan Wiryawan untuk memberikan tanggapannya.
Meski kedua ahli ini didengar pendapatnya tidak secara bersama-sama, namun kedua ahli yang mempunyai disiplin ilmu yang berbeda itu, mempunyai pendapat yang sama tentang perjanjian. Artinya, kedua ahli yang didengar pendapat hukumnya ini, sama-sama menyatakan jika sebuah perjanjian, termasuk itu berupa lisensi, harus dicatatkan. Bahkan, I Wayan Wiryawan mengatakan, jika perjanjian itu wajib dicatatkan walaupun belum ada peraturan yang mengikat atau yang mengatur tentang kewajiban pencatatan ini.
“Perjanjian itu seharusnya memang harus dicatatkan dan pencatatan itu wajib dilakukan,” ujar I Wayan Wiryawan, saksi ahli tergugat, saat memberikan penjelasannya dimuka persidangan, Selasa (19/3).
Sebagai seorang ahli, I Wayan Wiryawan terlihat sangat berhati-hati didalam memberikan kajian dan pandangan hukumnya, khususnya jika berkaitan dengan perjanjian lisensi dan hak cipta.
Di awal persidangan, kuasa hukum tergugat dan hakim Dedi Fardiman, hakim Niaga pada PN Surabaya yang ditunjuk sebagai ketua majelis, juga menayakan legal opinion yang pernah dibuatnya. Hakim Dedi Fardiman bahkan bertanya, apa tujuan dari dibuatnya legal opinion tersebut dan legal opinion ini atas permintaan siapa.
“Legal opinion setebal 20 halaman ini saya buat bersama dengan tim. Pembuatan legal opinion ini atas permintaan Polda Bali, Perhimpunan Hotel dan Restaurant Indonesia (PHRI) Bali dan DPRD Bali,” ungkap Wayan.
Yang melandasi pembuatan legal opinion ini, lanjut Wayan, ketika itu ada permasalahan yang berkaitan dengan hak cipta mengenai penayangan pertandingan sepakbola Piala Dunia 2014 Brasil.
Sebagai ahli, I Wayan Wiryawan juga dimintai pendapat hukumnya tentang suatu lisensi. Pada persidangan ini, ahli diminta menjelaskan tentang pemberian lisensi oleh pemilik lisensi kepada pihak yang diberi lisensi, kemudian lisensi itu disub kan kembali ke pihak lain.
Lalu, bagaimana jika lisensi yang telah disubkan itu, apakah harus sepengetahuan pemilik lisensi? Selain itu, ahli juga mendapat pertanyaan, bagaimana dalam pemberian sub lisensi kepada pihak lain itu tanpa sepengetahuan pemilik lisensi? Apakah ada konsekuensi hukumnya?
“.Obyek yang dipermasalahkan dalam kasus ini adalah masalah lisensi hak cipta. Sebagaimana diketahui, bahwa suatu perjanjian harus memenuhi beberapa persyaratan, termasuk syarat formal. Khusus dalam kasus ini yang menjadi permasalahan adalah hak siar atau nonton bareng, tentu hal itu diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta,” jelas ahli.
Jadi, lanjut ahli, yang harus dicermati disini adalah bagaimana hak cipta itu dikemas, bagaimana hak cipta itu dilaksanakan dan bagaimana hak cipta itu dipertontonkan yang berkaitan dengan obyek nonton bareng, persyaratannya harus diketahui, unsur-unsur apa yang harus dipenuhi ketika para pihak akan melaksanakan suatu perjanjian lisensi.
“Disana harus diatur juga siapa yang memberi lisensi, siapa penerima lisensi dan siapa penerima sub lisensi. Ini adalah suatu hal yang penting untuk diketahui. Ketika antara pemberi lisensi dengan penerima lisensi dan penerima lisensi akan men-subkan lagi perjanjian lisensi, harus sepengetahuan pemberi lisensi. Begitulah alurnya,” papar ahli.
Ahli, pada persidangan ini, juga mendapat pertanyaan dari kuasa hukum tergugat bahwa pemberian sub lisensi itu dilarang atau diperbolehkan, namun dalam kesepakatan antara pemilik lisensi dan penerima lisensi disebutkan jika ada kesepakatan baru dengan pihak lain, kewajiban dari pihak penerima lisensi tersebut memberitahu kepada pemilik lisensi, status hukumnya apakah harus dijawab oleh pemilik lisensi dalam bentuk diperbolehkan atau tidak, dalam konteks perjanjian.
Pertanyaan kuasa hukum tergugat terkait dengan hak cipta dan hak terkait dalam legal opinion yang disusun I Wayan Wiryawan dan tim akhirnya dihentikan hakim Dedi Fardiman. Kepada I Wayan Wiryawan, seorang ahli perdata, hakim Dedi kemudian bertanya, apakah yang bersangkutan mempunyai keahlian dibidang hak cipta? Dihadapan hakim Dedi, Fardiman, dua majelis hakim yang lain, penasehat hukum penggugat dan penasehat hukum tergugat, I Wayan Wiryawan mengaku tidak punya sertifikat keahlian dibidang HAKI.
Meski tidak mempunyai keahlian dibidang hak cipta, namun ahli masih juga menjawab pertanyaan kuasa hukum tergugat yang menanyakan tentang sanksi yang harus diterima seseorang ketika melanggar hak cipta. Lebih lanjut I Wayan Wiryawan mengatakan, terkait dengan sanksi yang akan diterima oleh pihak yang melanggar hak cipta, hal itu diatur dalam pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Budi Agus Riswandi, SH, M.Hum, pengajar Program Pasca Sarjana di Fakultas Hukum UII Jogjakarta yang turut menjadi saksi ahli pada persidangan ini lebih banyak memberikan pemaparan yang lengkap dan komprehensif terkait dengan perjanjian dan lisensi, termasuk seputar hak cipta.
Dimuka persidangan, Budi Agus Riswandi bahkan diawal persidangannya memaparkan bagaimana suatu perjanjian itu bisa dicatatkan di Dirjen HAKI walaupun ketika itu belum ada peraturan yang mengatur tentang itu.
Ahli dibidang hak cipta ini juga secara tegas menyatakan di dalam persidangannya, bahwa pihak yang sudah melakukan pencatatan perjanjian di lembaga yang mengatur tentang hal itu, walaupun belum ada peraturan yang mengikat atau mengatur tentang itu, haruslah diberi perlindungan hukum karena pencatatan yang sudah dilakukannya itu haruslah dipandang sebagai itikad baik yang harus dihargai negara dan patutlah pihak tersebut mendapat perlindungan hukum.
Untuk diketahui, dalam gugatannya kali ini, PT. ISM melayangkan enam gugatan di Pengadilan Niaga pada PN Surabaya. Dari enam gugatan ini, dua gugatan akhirnya tidak dilanjutkan karena tergugat menempuh jalur perdamaian sehingga gugatan ini menyisakan empat gugatan, termasuk gugatan Pada persidangan yang terbuka untuk umum, yang digelar Selasa (19/3/2019) ini, Pengadilan Niaga pada PN Surabaya menggelar persidangan antara PT. ISM sebagai penggugat melawan PT Wahana Properti d/a Park Regis Kuta, sebagai Tergugat I dan Park Regis Kuta – Staywell Hospitality Group yang diwakili Jerry Egeten, jabatan General Manager sebagai Tergugat II; PT. ISM sebagai penggugat melawan PT Cakrawala Mitra Usaha d/a Anantara Resort & Spa Uluwatu Tergugat I dan Anantara Resort & Spa Uluwatu diwakili Alan Strahle, Jabatan General Manager sebagai Tergugat II kemudian PT. ISM melawan PT. Bali Rich d/a Bali Rich Luxury Villa & Spa.
Dalam gugatan PT. ISM melawan PT Wahana Properti d/a Park Regis Kuta, sebagai Tergugat I dan Park Regis Kuta – Staywell Hospitality Group yang diwakili Jerry Egeten, jabatan General Manager sebagai Tergugat II, yang dibuat dan ditanda tangani Boturani Adikasih, SH, Dewi Larasati, SH, Mauliate P. Situmeang, SH dan Jonson Sinambela, SH, PT. ISM menuntut adanya ganti rugi secara tanggung renteng untuk membayar kerugian materiil sebesar Rp. 1.019.273.750.000 dan kerugian immaterial sebesar Rp.20.000.000.000 sehingga total keseluruhan kerugian Materiil dan Immateriil yang harus dibayar tergugat sebesar Rp. 1.039.273.750.000.
PT. ISM dalam gugatannya melawan PT Cakrawala Mitra Usaha d/a Anantara Resort & Spa Uluwatu Tergugat I dan Anantara Resort & Spa Uluwatu diwakili Alan Strahle, Jabatan General Manager sebagai Tergugat II, juga menuntut adanya ganti rugi materiil akibat dari penayangan pertandingan sepakbola Piala Dunia Brasil 2014 tanpa ijin yang ditayangkan di Anantara Resort & Spa Uluwatu sebesar Rp. 1.019.273.750.000 dan kerugian immaterial sebesar Rp.20.000.000.000 sehingga total keseluruhan kerugian Materiil dan Immateriil yang harus dibayar tergugat sebesar Rp. 1.039.273.750.000.
Untuk gugatan PT. ISM melawan PT. Bali Rich d/a Bali Rich Luxury Villa & Spa, dalam gugatan yang ditanda tangani Fredrik Billy, S.H, Boturani Adikasih, S.H, N. LONI RIHI, S.E., S.H, Jhon Fredy Manik, S.H dan Derry Firmansah, S.H, PT ISM menuntut ganti kerugian materiil atas penayangan pertandingan sepakbola Piala Dunia Brasil 2014 sebesar Rp. 817.750.000.000, kerugian imateriil sebesar Rp. 200 miliar sehingga total kerugian Rp. 1.017.750.000.000.
Kerugian imateriil sebesar Rp. 200 juta ini karena PT. ISM selaku penggugat telah tercoreng nama baik, citra, maupun kredibilitasnya di mata dunia internasional khususnya FIFA. Selama empat tahun lebih PT. ISM selaku penggugat tersita waktu, tenaga, beban pikiran, dan moril untuk memikirkan semua upaya hukum yang harus ditempuh.
Penggugat juga kehilangan kontrak eksklusif hak-hak media Piala Dunia FIFA Rusia 2018 yang telah ditandatangani antara penggugat dan FIFA, namun pihak lainlah yang berhasil memenuhi pembayaran Lisensi 2018 sehingga PT. ISM selaku penggugat telah kehilangan keuntungan yang diharapkan pada turnamen Piala Dunia FIFA Rusia 2018 yang telah berlangsung pada bulan Juni 2018 sebesar Rp.200 miliar.
Ganti rugi materiil sebesar Rp. 817.750.000.000 ini dimohonkan, karena penggugat harus membayar harga pembelian lisensi dari FIFA senilai USD.54 juta atau setara dengan Rp. 810.000.000.000. Penggugat juga harus membayar biaya atau harga lisensi penayangan 2014 FIFA World Cup Brazil diareal komersial hotel Bali Rich Luxury Villa & Spa sebesar Rp.250 juta. PT. Bali Rich d/a Bali Rich Luxury Villa & Spa selaku tergugat harus membayar denda atas kerugian penggugat selama 4 tahun atas kesengajaan keterlambatan tergugat membayar lisensi, dengan perhitungan 10 X Rp.250 juta = Rp.2,5 miliar. Selain itu, kerugian materiil sebesar Rp. 817.750.000.000 ini dimohonkan penggugat untuk penghargaan atas nilai investasi yang tidak dihormati tergugat sebesar Rp.5 miliar sehingga total keseluruhan kerugian materiil yang diderita penggugat sebesar Rp. 1.017.750.000.000.
Sebelum memohonkan gugatan jilid lima ini, PT. ISM sudah memohonkan gugatan jilid empat ke Pengadilan Niaga pada PN Surabaya untuk sembilan hotel dan restoran di Bali. Lima dari sembilan hotel dan restoran yang digugat itu antara lain PT. Belindo Bintang Buana yang mengelola Solaris Hotel Kuta-Bali, PT. Widja Putra Karya yang mengelola hotel Oberoi Seminyak-Bali, PT. Selaras Indah Perkasa yang mengelola Hotel MaxOne Jimbaran-Bali, PT. Akmanindo Legian yang mengelola Hotel Akmani Legian-Bali dan PT. Kuta Bali Sejahtera yang mengelola Fontana Hotel Bali.
Pada gugatan sebelumnya, PT. ISM selaku hanya menuntut ganti kerugian sebesar Rp. 20 miliar sampai Rp. 26 miliar kepada dua tempat usaha dan satu hotel di Bali yang kedapatan melakukan pelanggaran berupa menyiarkan konten pertandingan sepakbola Piala Dunia 2014 Brazil tanpa ijin.
Namun, gugatan ganti kerugian itu bertambah nilainya untuk gugatan terhadap sembilan hotel termasuk lima hotel di Bali di Pengadilan Niaga pada PN Surabaya. Digugatan PMH jilid empat tersebut, PT. ISM dalam gugatannya memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan menyidangkan perkara ini, menghukum para tegugat membayar ganti rugi atas penayangan ilegal pertandingan sepakbola Piala Dunia 2014 Brazil, masing-masing sebesar Rp. 203 miliar.
Boturani Adikasih, SH, Legal Head Division dari PT ISM & PT Nonbar mengatakan, makin bertambahnya tuntutan ganti kerugian dari waktu ke waktu, baik materiil maupun imateriil kepada hotel, restoran maupun tempat usaha khususnya yang beralamat di Bali, karena pihak hotel, restoran dan tempat usaha khususnya yang berada di Bali itu bersikeras tidak mau menyelesaikan permasalahan secara mediasi. Para tergugat justru memilih menantang PT. ISM supaya bertemu di pengadilan.
Masih menurut Rani, PT ISM dan PT. Nonbar harus melancarkan gugatan lanjutan bagi yang melanggar, tujuannya untuk melindungi & menghargai hotel-hotel yang patuh aturan, sudah membayar maupun sudah berdamai dengan PT. ISM.
Alasan lain yang menurut Rani mengapa PT. ISM harus melayangkan gugatan PMH lanjutan di pengadilan adalah untuk menjaga supaya masalah hak cipta dapat dihargai di Indonesia. Kalau tidak begitu, maka hak cipta semakin tidak dihargai di Indonesia, pelanggar hak cipta semakin merajalela, dan yang sudah patuh merasa tidak dihargai kepatuhannya. (pay)