surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Di Persidangan Dugaan Penipuan Penggelapan, Ada Dana Yang Diminta Kembali Sebesar Rp. 1,5 Miliar

Christeven Mergonoto saat memberikan kesaksian dipersidangan. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

SURABAYA (surabayaupdate) – Sidang dugaan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan yang menjadikan Christian Halim sebagai terdakwa, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Pada persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ini, ada fakta yang menyatakan bahwa ada uang kembali yang diminta kembali dan nilai keseluruhannya Rp. 1,5 miliar.
Uang Rp. 1,5 miliar itu berasal dari total dana yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur penambangan biji nikel yang berlokasi di Desa Ganda-Ganda Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah.
Penarikan uang Rp. 1,5 miliar tersebut dari anggaran untuk membangun infrastruktur penambangan biji nikel, yang jumlahnya Rp. 20,5 miliar.
Adanya penarikan uang sebesar Rp. 1,5 miliar ini diungkapkan Christeven Margonoto, saksi pelapor dimuka persidangan, dihadapan terdakwa Christian Halim dan tim penasehat hukumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sabetania Paembonan dan Novan, serta majelis hakim.
Untuk memeriksa dan memutus perkara ini, Wakil Ketua PN Surabaya, Tumpal Sagala, SH, Mhum ditunjuk sebagai ketua majelis.
Selain menghadirkan Christeven Margonoto sebagai saksi korban atau pelapor, JPU menghadirkan dua orang saksi. Mereka bernama Ilham Erlangga dan Mohammad Gentha Putra.
Dalam kesaksian awal, Christeven Mergonoto menjelaskan tentang bagaimana ia mengenal terdakwa Christian Halim.
Lebih lanjut Christeven Mergonoto memgatakan, ia mengenal terdakwa Christian Halim sekitar Agustus 2019. Waktu itu, Christeven Mergonoto mengungkapkan, perkenalannya dengan terdakwa Christian Halim melalui Pangestu Hari Kosasih. Perkenalan itu tetjadi di kantor Pangestu, di daerah Pakuwon Surabaya.
“Dari perkenalan tersebut, akhirnya saya mengetahui bahwa terdakwa Christian Halim ini adalah orang yang sangat berpengalaman dibidang kontraktor,” ungkap Christeven Mergonoto, Senin (1/3/2021) dimuka persidangan.
Selain itu, lanjut Christeven Mergonoto, akhirnya terungkap, bahwa terdakwa Christian Halim ini juga keponakan Hence Wongkar, salah satu kontraktor besar di Sulawesi.
Karena mengetahui bahwa terdakwa Christian Halim itu bukanlah kontraktor biasa-biasa saja, Christeven Mergonoto dalam kesaksiannya mengaku, tertarik untuk diajak kerjasama dan mulai tumbuh rasa percaya ke terdakwa.
Dalam kesaksian Christeven Mergonoto yang lain, setelah pertemuan pertama yang masih perkenalan itu, akhirnya berlanjut ke pertemuan kedua.
Pertemuan kedua antara Christeven Mergonoto dengan terdakwa Christian Halim tersebut terjadi September 2019. Namun, dalam pertemuan kedua itu, Christeven Mergonoto mengaku, selain dihadiri dirinya, juga dihadiri Pangestu Hari Kosasih, Mohammad Gentha Putra serta terdakwa Christian Halim.
Masih menurut penuturan Christeven Mergonoto saat menjadi saksi dipersidangan, terdakwa Christian Halim menyampaikan kesanggupannya melakukan pekerjaan penambangan bijih nikel yang berlokasi di Desa Ganda-Ganda Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah.
“Terdakwa menjanjikan serta menyanggupi menghasilkan tambang nikel sebanyak 100 ribu matrik ton setiap bulannya dengan catatan harus dibangunkan infrastruktur. Dana yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur itu sekitar Rp. 20,5 miliar,” jelas Christeven Mergonoto dimuka persidangan.
Saya, lanjut Christeven Mergonoto, kemudian tertarik untuk melakukan kerjasama dengan terdakwa dan bersedia membangun infrastruktur untuk penambangan biji nikel. 
 
“Kemudian, saya mentransfer uang sebesar Rp. 20,5 miliar. Uang itu saya transfer ke rekening pribadi terdakwa Christian Halim. Kenapa saya tidak transfer ke rekening perusahaan? Karena perusahaan terdakwa yakni PT Multi Prosper Mineral (MPM) baru terbentuk dan belum memiliki rekening,” papar Christeven.
Belakangan diketahui, sambung Christeven Mergonoto,  dari Rp. 20,5 miliar, Rp. 1 miliar diminta Mohammad Gentha Putra dan Rp. 500 juta diminta Ilham Erlangga. Alasannya untuk jaminan bagi pemegang IUP.
Setelah proyek dikerjakan, Christeven Mergonoto mengklaim bahwa pembangunan infastruktur yang dikerjakan terdakwa tidak sesuai dengan kesepakatan.
Menurut keterangan Christeven dimuka persidangan, pekerjaan yang tidak sesuai dengan kesepakatan itu seperti jalan tidak memenuhi standar sehingga truk-truk tidak bisa lewat dengan baik.
Kemudian, Jetty yang disepakati bentuk letter T namun dikerjakan terdakwa Christian Halim berbentuk I. Karena merasa kecewa, Christeven Mergonoto dan terdakwa sepakat menghentikan pekerjaan proyek.
“ Saya pun meminta klarifikasi ke terdakwa. Dalam klarifikasinya, terdakwa bilang memang proyek tambang ini tidak ada isinya. Kalaupun bisa, susah karena sangat dalam,” kata Christeven Halim.
Pada persidangan ini, Christeven Mergonoto menceritakan pula adanya revisi RAB, yang awalnya Rp. 20,5 miliar kemudian ada penambahan Rp. 9 miliar yang diajukan terdakwa. Alasannya untuk menyelesaikan proyek. Namun, hal itu tidak disetujui Christeven. Uang kekurangan dari dana pembangunan infrastruktur yang dibangun terdakwa sebesar Rp. 9 miliar, tidak dibayarkan.
Christeven Mergonoto juga mengungkapkan tentang hasil penambangan sebesar 17 ribu metrik ton. Apabila dikalikan biaya jasa kontraktor menjadi Rp. 2 miliar. Uang itu belum dibayar ke terdakwa.
Usai mendengarkan keterangan saksi, terdakwa keberatan. Menurut terdakwa Christian Halim dimuka persidangan,  terkait keterangan terdakwa bahwa pembuatan jetty disepakati letter T, hal itu tidak benar.
“Dalam RAB awal, tidak tercantum pembuatan jetty baru. Sebab desain dan ijin jetty berbentuk letter T belum keluar dan baru ada di bulan Desember 2019,” ungkap terdakwa Christian Halim dimuka persidangan, Senin (1/3/2021).
Terdakwa juga menolak keterangan Christeven Mergonoto yang menyebutkan bahwa bahwa dirinya bersepakat untuk menghentikan proyek.
“Christeven sendiri yang menghentikan secara sepihak melalui whatsapp ke pekerja lapangan. Setelah itu, Christeven baru mengajak ketemuan,” tukas Christian Halim.
Christian Halim juga menolak kesaksian Christeven yang menyebutkan, bahwa Christeven memilih mentransfer ke rekening Christian Halim secara langsung, atas permintaan Christian Halim sendiri secara pribadi.
“Uang ditransfer Christeven secara langsung ke rekening pribadi saya, atas kemauan Christeven sendiri. Tujuannya, untuk menghindari pajak karena perusahaan milik saya sudah PKP,” kata Christian Halim.
Terdakwa juga membantah pernyataan Christeven Mergonoto yang menyebut kalau proyek tambang tersebut tidak feasible. Menurut terdakwa Christian Halim, proyek penambangan ini bisa dikerjakan namun dengan biaya yang lebih tinggi.
Usai sidang, saksi Christeven Mergonoto enggan berkomentar saat awak media mewawancarainya. Dia menyatakan bahwa keterangannya sudah disampaikan di persidangan.
“Saya takut salah ngomong. Kan tadi sudah saya sampaikan keterangan saya di persidangan,” ujarnya singkat.
Sementara itu, tim penasehat hukum terdakwa Christian Halim dari kantor LQ Indonesia Law Firm Jakarta Pusat, yang terdiri dari Advokat Alvin Lim SH, MSc, CFP didampingi Jaka Maulana SH, Anita Natalia Manafe SH dan Leo Detri SH, MH menyatakan, jaksa sengaja menyembunyikan fakta jumlah uang Rp 1,5 miliar yang diterima Gentha dan Ilham Erlangga, tanpa sepengetahuan Christeven.
“ Ini yang jadi pertanyaan. Dalam perusahaan yang didirikan secara bersama-sama tapi yang satu menerima Rp 1,5 miliar yang satunya tidak tahu,” kata Alvin Lim, usai persidangan.
Terkait kerugian yang dialami terdakwa sesuai hitungan apraisal yang dilakukan pihak ITS, Alvin menyebut hal itu tidak bisa dijadikan patokan. Sebab, apraisal itu tidak menghitung secara pasti, tapi hanya kira-kira. Dan setiap apraisal punya pendapat yang berbeda-beda pula.
Alvin menyebut, yang namanya bisnis namun tidak boleh ambil keuntungan, hal itu tidak wajar. Dan dengan ada atau tidaknya perjanjian antara terdakwa dengan pelapor dan sudah dibayarkan nilai kesepakatan, itu berarti bahwa saksi pelapor menyetujui.
“Kalau masalah untung itu wajar, bisnis tidak boleh untung siapa yang menanggung bensin, waktu, tenaga dan sebagainya,” kata Alvin lagi.
Seperti diketahui, dalam dakwaan, JPU Sabetania Paembonan menyebut perkara ini dilaporkan Christeven Mergonoto.
Christeven Mergonoto yang juga salah satu direktur PT. Santos Jaya Abadi (Kapal Api) diajak Christian Halim bekerjasama mendirikan perusahaan yang bernama PT Cakra Inti Mineral (CIM) bersama Pangestu Hari Kosasih dan Mohammad Gentha Putra.
PT CIM merupakan perusahaan penerima hak eksklusif dari PT Trinusa Dharma Utama (TDU) selaku pemegang IUP.OP tambang nikel di Desa Ganda-Ganda Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali Utara.
Untuk menjalankan operasional, Christian Halim yang merupakan Direktur Utama PT Multi Prosper Mineral (MPM), ditunjuk sebagai kontraktor yang tertuang dalam kontrak janji kerjasama penambangan pada 26 September 2019.
Dalam perjalanannya, perjanjian kerja sama yang dilakukan secara lisan itu terjadi sengketa nilai proyek infrastruktur. Selisih nilai tersebut diperkirakan sebesar Rp 9,3 milliar lebih.
Christeven Mergonoto selaku korban tidak puas dalam kerjasama proyek tambang nikel tersebut. Atas perbuatannya, dalam surat dakwaan JPU dinyatakan, perbuatan terdakwa Christian Halim tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 378 KUHP dan atau pasal 372 KUHP.
Menanggapi dakwaan Jaksa, Advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP menyatakan bahwa peristiwa ini adalah peristiwa yang prematur dikarenakan proyek Infrastruktur belum dilunasi dengan adanya 1.5 Miliar uang jaminan yang sudah diambil kembali oleh pelapor dan disita penyidik.
Belum dilunasinya jumlah RAB inilah yang menjadi dasar terdakwa kehabisan dana untuk menyelesaikan proyek Infrastruktur sesuai spek yang di sepakati. (pay)

Related posts

Kapolda Jatim Menolak Gugatan Praperadilan Yang Dimohonkan JE

redaksi

Semakin Menguat, Penyebab Traumatik dr. Maedy Dan Tiga Anaknya Karena Tindakan KDRT Lettu Laut (K) dr Raditya Bagus Kusuma Eka Putra

redaksi

KAI Surabaya Sayangkan Peradi Jawa Timur Unjuk Rasa Di Gedung DPR RI

redaksi