SURABAYA (surabayaupdate) – Sidang dugaan tindak pidana penipuan yang menjadikan Komisaris Utama PT. Sumber Baramas Energi (SBE) sebagai terdakwa, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Pada persidangan yang digelar terbuka untuk umum, Selasa (12/11/2022) diruang sidang Kartika 2 itu, Jaksa Penuntut umum (JPU) menghadirkan enam orang saksi.
Dari enam orang saksi itu, tiga diantaranya dari pihak PT. SBE sedangkan tiga saksi lainnya berasal dari pihak bank sebanyak dua orang dan dari PT. Progo Puncak Grup (PPG)
Para saksi yang dihadirkan penuntut umum dimuka persidangan ini bernama James Susanto yang menjabat sebagai Dirut PT. PPG, Andreas Napitupulu yang bekerja di Bank BCA dan saksi selanjutnya bernama Ferry Fardiansyah, bagian Kliring Bank Mandiri cabang G-Walk Citraland.
Sedangkan dari PT. SBE, penuntut umum mendatangkan Johanes Handoko kakak sepupu terdakwa Indro Prajitno yang ketika itu menjabat sebagai Dirut PT. SBE, Paulus Agustus kakak ipar terdakwa Indro Prajitno yang menjabat sebagai Komisaris PT. SBE, saksi selanjutnya bernama Asep Nurjaman yang menjabat sebagai Direktut Operasional PT. SBE.
Dari enam orang saksi yang dihadirkan JPU, tidak satupun diantara mereka yang bisa menjelaskan secara pasti bagaimana terdakwa Indro Prajitno melakukan dugaan tindak pidana penipuan dalam hal jual beli batubara antara PT. SBE dengan PT. PLN Batubara (PLNBB).
Bahkan, tiga orang saksi yang dihadirkan penuntut umum dari PT. SBE, menyatakan bahwa PT. SBE sudah tidak ada hutang dengan Alexandria I.G alias Thian Hok.
James Susanto yang menjabat sebagai Direktur Utama PT. PPG dimuka persidangan hany bisa menjelaskan tentang adanya pinjaman modal untuk bisnis jual beli batubara antara PT. SBE dengan PT. PLNBB.
Bukan hanya itu, James Susanto didalam persidangan hanya bisa menjelaskan bahwa Alexandria I.G mengucurkan dana pinjaman untuk pembelian batubara secara bertahap, yaitu empat kali pencairan.
Sama halnya dengan dua pegawai bank yang juga didatangkan penuntut umum dipersidangan. Andreas Napitupulu yang bekerja di Bank BCA dan Ferry Fardiansyah, bagian Kliring Bank Mandiri cabang G-Walk Citraland juga tidak bisa menjelaskan bagaimana terdakwa Indro Prajitno melakukan tindak pidana penipuan.
Para saksi dari bank ini hanya mengatakan, bahwa saat dua lembar cek itu dicairkan, tidak ada dananya.
Andreas Napitupulu, karyawan bank BCA yang menjadi saksi diperkara Indro Prajitno ini hanya menerangkan bahwa ada seseorang yang hendak mencairkan cek.
Siapakah orang itu, bersama sengan siapa orang itu datang, saksi Andreas Napitupulu tidak bisa menjawabnya.
Begitu pula dengan tanda tangan yang ada dicek itu, saksi Andreas tidak tahu itu tanda tangan siapa.
Yang saksi Andreas tahu, bahwa ada kliring di Bank BCA tanggal 15 April 2021. Dan saat dikliringkan, dan dilakukan pengecekan ke Bank Indonesia, saldo tidak mencukupi atau dana tidak ada.
Ferry Fardiansyah juga memberikan penjelasan yang sama dimuka persidangan. Karyawan Bank Mandiri G-Walk cabang Citraland ini hanya bisa menceritakan tentang ada cek yang hendak dicairkan.
Menurut keterangan Ferry dipersidangan, cek itu tertera dananya Rp. 4 miliar lebih. Proses pencairan dana itu terjadi Februari 2020
“Untuk cek atas nama siapa, saya tidak ingat. cek tersebut diterbitkan Bank Mandiri cabang Bogor dan dicairkan di Bank Mandiri cabang G Walk Citraland,” paparnya.
Dan ketika hendak dicairkan, lanjut Ferry, saldo tidak mencukupi. Karena saldo tidak tercukupi, maka bank kemudian menerbitkan SKB.
Saksi Ferry kemudian ditanya tentang cek-cek yang ditunjukkan kepadanya, siapa yang tanda tangan dicek tersebut? Saksi Ferry menjawab tidak tahu
Johanes Handoko yang juga didatangkan penuntut umum pada persidangan ini juga sama, tidak bisa menjelaskan bagaimana terdakwa Indro Prajitno melakukan dugaan penipuan terhadap Alexandria.
Diawal persidangan, Kakak Sepupu terdakwa Indro Prajitno ini mengatakan, bahwa ia menjabat sebagai Dirut PT. SBE sejak awal berdirinya PT. SBE hingga tahun 2019. Saat ini sudah tidak menjabat sebagai Dirut PT. SBE.
Sabetania R. Paembonan, jaksa yang ditunjuk sebagai Penuntut Umum kemudian bertanya ke Johanes Handoko tentang perjanjian jual beli batubara antara PT. SBE dengan PT. PLNBB.
Menanggapi perjanjian jual beli batubara antara PT. SBE dengan PT. PLNBB tersebut, Johanes Handoko mengatakan bahwa perjanjian itu terjadi awal 2019.
“PT. SBE sebagai penyuplai batubara sedangkan PT. PLNBB adalah pihak yang membeli batubara,” jelas Johanes Handoko, Rabu (12/10/20222).
Pihak yang menandatangani perjanjian jual beli batubara tersebut, lanjut Johanes Handoko, dari PT. SBE adalah Johanes Handoko yang ketika itu menjabat sebagai Dirut PT. SBE. Dan terdakwa Indro Prajitno waktu itu sebagai Komisaris Utama PT. SBE.
Lalu, bagaimana dengan masalah pemodalannya? Siapa yang membiayai jual beli batubara tersebut?
“PT. SBE mendapat pinjaman dari Alexandria I.G alias Thian Hok. Proses pinjaman untuk pembelian batubara itu terbagi dalam empat tahapan,” ungkap Johanes Handoko.
Tahap pertama, sambung Johanes Handoko, terjadi Juli 2019. Dana yang dikeluarkan Alexandria saat itu sebesar Rp. 4 miliar.
“Di pencairan tahap pertama ini berjalan dengan baik, tidak ada masalah. Kemudian, tahap kedua terjadi pertengahan Juli. Dana yang dikucurkan Alexandria saat itu sebesar Rp. 3,9 miliar,” ungkap Johanes Handoko.
Sama halnya dengan proses pencairan pinjaman ditahap pertama. Johanes Handoko menyebutkan bahwa di tahap kedua ini juga berjalan lancar, tidak ada masalah.
Sabetania Paembonan yang ditunjuk sebagai JPU kembali bertanya ke Johanes Handoko tentang pembayaran yang dilakukan Alexandria dalam jual beli batubara antara PT. SBE dengan PT. PLNBB.
Bukan hanya itu, penuntut umum juga meminta penjelasan Johanes Handoko terkait dengan posisi Alexandria I.G diperjanjian jual beli batubara antara PT. SBE dengan PT. PLNBB.
“Untuk masalah pembayaran, baik tahap pertama hingga tahap keempat, semua dilakukan Alexandria sendiri. Uang yang dipinjam dari Alexandri tersebut dibayarkan sendiri yang bersangkutan ke beberapa pihak seperti pemilik tongkang, vendor dan pemilik batubara,” papar Johanes Handoko.
Alexandria sendiri, menurut penjelasan Johanes Handoko, adalah pihak yang meminjamkan modal. Pihak yang meminjam uang ke Alexandria adalah PT. SBE yang ketika itu diwakili terdakwa Indro Prajitno.
Kakak sepupu terdakwa Indro Prajitno ini kembali menjelaskan, saat terjadi pertemuan antara Alexandria dengan terdakwa Indro Prajitno, Johanes Handoko mengaku tidak ikut, namun Johanes Handoko mengaku mengenal sosok Alexandria, termasuk pihak yang nantinya akan membiayai jual beli batubara antara PT. SBE dengan PT. PLNBB.
Penuntut umum kembali bertanya ke saksi Johanes Handoko tentang berapa pinjaman yang dikucurkan Alexandria ditahap ketiga. Menjawab pertanyaan penuntut umum ini, Johanes Handoko menjawab sekitar Rp. 2,9 miliar.
Sabetania Paembonan kembali bertanya ke Johanes Handoko tentang pinjaman sebesar Rp. 2,9 miliar ditahap ketiga.
“Apakah pinjaman sebesar Rp. 2,9 miliar itu sudah dikembalikan PT. SBE kepada Alexandria sebagai pemiliknya?,” tanya Sabetania.
Johanes Handoko bukannya menjawab pertanyaan penuntut umum, ia malah menjelaskan tentang rincian penggunaan dana sebesar Rp. 2,9 miliar yang dipinjam PT. SBE dari Alexandria.
Meski terlihat kebingungan menjawab pertanyaan penuntut umum itu, Johanes Handoko mengakui bahwa PT. PLNBB sebagai pembeli batubara sudah membayarkan pembelian batubara ke PT. SBE.
Pembayaran dari PT. PLNBB itu dilakukan dengan cara transfer langsung ke rekening perusahaan PT. SBE.
Usai menjelaskan adanya pembayaran dari PT. PLNBB, Johanes Handoko akhirnya mengakui bahwa PT. SBE belum melakukan pengembalian pinjaman ke Alexandria. Alasannya, uang pembayaran dari PT. PLNBB tersebut digunakan dulu untuk membiayai operasional perusahaan PT. SBE.
Masih berkaitan dengan proses pencairan pinjaman dari Alexandria ke PT. SBE, Johanes Handoko kembali menjelaskan, ditahap keempat dana pinjaman yang dikucurkan Alexandria ke PT. SBE sekitar Rp. 6,2 miliar. Tahap keempat ini terjadi di tahun 2019.
Sebagai pihak yang meminjamkan dana ke PT. SBE dan pihak diluar PT. SBE, Alexandria sebagai pemilik dana membayarkan tahap pertama hingga tahap keempat dengan nominal yang berbeda-beda berdasarkan invoice yang dikeluarkan para vendor ke PT. SBE sebagai pembelian batubara, salah satunya dari PT. Benua Citra Energi (BCE) sebagai pihak trading batubara.
Johanes Handoko juga mengakui bahwa PT. SBE sudah menerima pembayaran pembelian batubara PT. PLNBB sebesar Rp. 6,2 miliar beserta keuntungannya.
Sabetania Paembonan kembali bertanya ke Johanes Handoko tentang pembayaran dana pinjaman dari PT. SBE kepada Alexandria.
“Apakah PT. SBE sudah melakukan pengembalian kepada Alexandria untuk proses jual beli batubara ditahap ke empat sebesar Rp. 6,2 miliar?,” tanya Sabetania.
Dalam persidangan ini, Johanes Handoko terlihat sedikit kebingungan. Johanes Handoko bahkan sempat melihat ke kedua saksi lainnya, Paulus Agustus yang berada disisi kanannya dan Asep Nurjaman yang berada disisi kirinya.
Melihat gelagat ini, Sabetania kemudian mengingatkan Johanes Handoko untuk tidak menoleh ke kedua saksi lainnya, termasuk bertanya kepada kedua saksi itu.
Johanes Handoko akhirnya menjawab bahwa pinjaman untuk jual beli tahap empat sebesar Rp. 6,2 miliar itu sudah dikembalikan dananya ke Alexandria melalui Standing Instraction (SI).
Berkaitan dengan pembayaran dari PT. SBE kepada Alexandria melalui SI ini, secara tegas Johanes Handoko menjawab mengetahui hal itu karena Johanes Handoko adalah pihak yang menandatangani SI tersebut.
Pada persidangan ini, penuntut umum juga memperlihatkan dua buah cek kepada Johanes Handoko didepan majelis hakim.
Tentang keberadaan dua lembar cek itu, Sabetania kemudian bertanya ke Johanes Handoko, siapa yang mengeluarkan dua lembar cek tersebut. Atas pertanyaan penuntut umum ini, Johanes Handoko pun menjawab Alexandria.
Jawaban Johanes Handoko ini dirasa janggal. Mengutip isi dari cek tersebut, Sabetania pun menyatakan bahwa didalam kedua cek itu tertulis dibayarkan kepada Alexandria.
“Posisi cek itu Alexandria yang pegang, termasuk buku rekening dan buku cek. Saya hanya disodorkan untuk menandatangani cek itu,” ungkap Johanes Handoko.
Karena menyinggung masalah rekening, penuntut umum kembali bertanya ke Johanes Handoko, rekening atas nama siapa? Atas pertanyaan penuntut umum ini, Johanes Handoko pun menjawab atas nama PT. SBE.
Lalu, untuk apa dua lembar cek tersebut dikeluarkan? Johanes Handoko pun menjawab bahwa tujuan dirinya mengeluarkan dua lembar cek itu untuk meng-cover pinjaman-pinjaman dari Alexandria.
“Keluarnya kedua cek itu berbarengan dengan dikeluarkannya SI,” jawab Johanes Handoko dimuka persidangan.
Mengetahui jawaban Johanes Handoko ini, Jaksa Sabetania secara tegas bertanya ke Johanes Handoko tentang kebenaran siapa yang mengeluarkan dua lembar cek itu, sebab diawal Johanes Handoko mengatakan bahwa dua lembar cek tersebut dikeluarkan Alexandria.
Penuntut umum yang mulai curiga akan jawaban-jawaban Johanes Handoko seputar dikeluarkannya dua lembar cek, begitu pula dengan SI, kemudian bertanya tentang dana yang ada direkening.
“Cek ini ada dananya tidak saat dikeluarkan?,” tanya jaksa Sabetania kepada Johanes Handoko.
Dengan sedikit sedikit kebingungan, Johanes Handoko pun menjawab bahwa ia tidak tahu, apakah dua lembar cek itu ada dananya atau tidak karena yang memegang buku rekening adalah Alexandria
Jawaban Johanes Handoko ini makin membuat penuntut umum berang. Menurut Sabetania, bagaimana Johanes Handoko tidak tahu apakah direkening itu ada dananya atau tidak, padahal rekening tersebut atas nama PT. SBE dan Johanes Handoko sendiri pada waktu itu menjabat sebagai Direktur PT. SBE.
Dimuka persidangan Johanes Handoko lalu menjelaskan, apabila SI ini dikeluarkan terlebih dahulu, maka kedua cek tersebut tidak bisa dicairkan.
Johanes Handoko dipersidangan ini juga mendapat teguran ketua majelis hakim terkait pernyataannya bahwa yang mengeluarkan kedua cek itu adalah Alexandria sedangkan ia hanya menandatanganinya saja.
“Bahasa hukum tidak begitu. Saudara yang menandatangi kedua cek tersebut. Berarti saudara yang mengeluarkan kedua cek itu,” jelas ketua majelis kepada Johanes Handoko.
Dengan saudara menandatangani cek itu, lanjut ketua majelis, itu artinya saudara siap membayar. Saudara mempunyai kemampuan untuk membayar. Gitu bahasa hukumnya.
Johanes Handoko kembali ditanya seputar terbitnya dua lembar cek. Berkaitan dengan keluarnya dua lembar cek tersebut, Johanes Handoko diminta untuk menjelaskan siapa-siapa saja yang ikut menyaksikan terbitnya dua lembar cek tersebut.
Atas pertanyaan penuntut umum tersebut, Johanes Handoko menjawab, selain dirinya, yang ikut menyaksikan terbitnya cek tersebut adalah Branch Manager Bank Mandiri dan Alexandri serta terdakwa Indro Prajitno.
Masih berkaitan dengan terbitnya dua lembar cek itu, Johanes Handoko kembali menjelaskan bahwa dua lembar cek yang nilainya Rp. 4 miliar lebih dan Rp. 6 miliar lebih itu sengaja dikeluarkan sebagai jaminan atas pinjaman jual beli batubara antara PT. SBE dengan PT. PLNBB yang didanai Alexandria namun pinjaman ditahap ketiga dan keempat itu belum dikembalikan ke Alexandria.
Johanes Handoko juga menerangkan, bahwa kedua lembar cek itu sudah dicairkan namun tidak ada dananya.
Dan menurut penjelasan Johanes Handoko, kedua cek itu tidak ada dananya karena SI sudah keluar terlebih dahulu.
“SI dikeluarkan untuk pembayaran pinjaman ditahap tiga dan tahap empat. Di SI, dana yang tersedia ada Rp. 6,8 miliar,” kata Johanes Handoko.
Jawaban Johanes Handoko tentang dana yang ada dalam SI kembali menggugah penasaran penuntut umum.
Sabetania kemudian bertanya ke Johanes Handoko, bagaimana bisa dana di kedua lembar cek itu Rp. 6,4 miliar tapi dana yang ada di SI Rp. 6,8 miliar.
Johanes Handoko tetap bersikukuh bahwa cek itu hanyalah sebagai jaminan hutang PT. SBE ke Alexandria. Oleh karena itu, jika SI telah dikeluarkan maka cek itu tidak boleh dicairkan. Namun yang terjadi adalah, Alexandria malah mencairkan kedua cek teraebut.
Sabetania menangkap ada kebohongan pada diri Johanes Handoko. Hal itu berkaitan dengan masalah pembayaran pinjaman PT. SBE kepada Alexandria dalam hal jual beli batubara dengan PT. PLNBB.
Jawaban Johanes Handoko yang tidak konsisten itu terlihat dari tidak samanya jumlah uang yang tertera di kedua cek dengan dana yang ada di SI yang dikeluarkan Johanes Handoko.
Jika ditotal, kedua cek yang ditanda tangani Johanes Handoko, jumlahnya Rp. 10 miliar lebih. Kedua cek ini untuk pembayaran pinjaman ditahap tiga dan tahap empat, sedangkan dana yang disiapkan dan ada didalam SI jumlahnya hanya Rp. 6,8 miliar.
“Jumlahnya kan berbeda. Bagaimana saudara mengatakan bahwa SI dipakai sebagai alat pembayaran terhadap pinjaman dari Alexandria ditahap tiga dan tahap empat,” tanya Sabetania.
Menjawab pertanyaan penuntut umum ini, Johanes Handoko bersikukuh bahwa PT. SBE sudah ada pembayaran ke Alexandri. Namun sayangnya, saat penuntut umum dan majelis hakim kembali bertanya ke Johanes Handoko tentang pembayaran itu terjadi kapan, Johanes Handoko hanya bisa terdiam dan melihat kearah kedua rekannya.
Johanes Handoko hanya bisa menerangkan bahwa untuk pinjaman ditahap ketiga dan keempat sudah ada pembayaran, dimana jumlahnya Rp. 1 miliar, Rp. 200 juta, Rp. 60 juta bahkan pembayaran pinjaman ada berupa penyerahan unit apartemen senilai Rp. 2 miliar atasnama Indro Prajitno kepada Alexandria. Seluruh pembayaran itu, kata Johanes Handoko, dilakukan ditahun 2020.
Penuntut umum kembali mengingatkan saksi untuk memberikan keterangan yang benar, salah satunya menyangkut adanya pembayaran sebagaimana yang Johanes Handoko terangkan.
Apa yang dijelaskan saksi Johanes Handoko ini berbeda dengan barang bukti yang ada pada JPU. Menurut Sabetania, sebagai penuntut umum, ada surat pernyataan dari terdakwa Indro Prajitno yang isinya meminta maaf karena belum mampu untuk melakukan pembayaran pinjaman ke Alexandria. (pay)