SURABAYA (surabayaupdate) – Tidak puas karena dihentikannya proses hukum dugaan tindak pidana korupsi Dana Bantuan Politik (Banpol) yang telah dilaporkan, seorang kader PSI mengadu ke Jaksa Agung dan Komisi Kejaksaan.
Kader PSI Kota Surabaya dengan inisial LL ini langsung melayangkan laporan ke Jaksa Agung dan Komisi Kejaksaan karena laporan adanya dugaan penyelewengan Dana Banpol tahun 2023 sebesar Rp. 1 miliar tersebut hingga kini tak ada perkembangannya. Bahkan laporan adanya dugaan penyelewengan Dana Banpol tersebut malah dihentikan.
Lebih lanjut perempuan dengan inisial LL ini menyatakan, setelah PSI Kota Surabaya melaporkan adanya potensi dugaan tindak pidana korupsi karena ada kerugian keuangan negaranya, pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya bukannya menindak lanjuti adanya laporan dari masyarakat ini dan mendalami kemungkinan adanya kerugian negara di pemberian dana Banpol tersebut.
“Terlihat sekali jika Kejari Tanjung Perak Surabaya hendak mengulur-ulur waktu dan tidak segera bertindak untuk menemukan adanya kerugian negara dipemberian dana Banpol tersebut,” mengutip pernyataan LL kepada media, Selasa (6/8/2024).
LL pun kembali mempertanyakan kebijakan yang diambil Kejari Tanjung Perak Surabaya, menilai bahwa pengembalian dana banpol tersebut sebagai bentuk pemulihan keuangan negara yang hendak disalah gunakan.
“Dengan adanya pengembalian dana tersebut, patut diduga bahwa benar dana tersebut hendak disalah gunakan. Namun karena kegiatan itu diketahui banyak kader sehingga oleh pihak tertentu dana itu akhirnya dikembalikan dengan harapan bisa dianggap sebagai pemulihan keuangan negara,” papar LL.
LL dalam penjelasannya juga menyatakan, jika dana sudah dikembalikan dan dianggap sebagai pemulihan keuangan negara, sudah sepatutnya dana yang dikembalikan itu disetorkan kembali ke kas negara sehingga benar-benar memulihkan keuangan negara yang terlanjur dikeluarkan.
Yang membuat masalah ini semakin pelik adalah mengapa dana yang telah dikembalikan itu justru hendak diberikan lagi ke pihak ketiga sebagai penerima dana Banpol, bukan diserahkan kepada negara.
LL pribadi sebenarnya tidak mempermasalahkan atas hasil penyelidikan yang telah dilaporkannya masalah ini.
Namun menurut LL alangkah baiknya Kejaksaan dapat memberikan keterangan dengan jelas dan pasti melalui surat pemberitahuan kepada pelapor.
Hingga kini, selama 131 hari lamanya, LL tak kunjung menerima surat pemberitahuan dari kejaksaan. Dengan adanya surat pemberitahuan dari kejaksaan tersebut, menurut LL, dapat dijadikan dasar atau acuan untuk mengambil langkah hukum selanjutnya.
LL kembali menjelaskan, surat pemberitahuan perkembangan perkara adalah hak pelapor. Jaksa penyelidik wajib memberitahukan perkembangannya secara administrasi sebagaimana telah diatur dalam tata kelola administrasi atas pelaporan masyarakat terkait adanya dugaan tindak pidana khusus sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Jaksa Agung.
“Anehnya, kami mendapat perkembangan kasus tersebut dari pemberitaan di media. Oleh sebab itu, kami melayangkan pengaduan atas penanganan proses hukum yang tidak profesional, tidak proporsional dan tidak prosedural,” tegas LL.
Kemudian, lanjut LL, apa dasar hukumnya yang mengatur tentang pemulihan dana tapi diragukan pertanggungjawabannya, malah disimpan Kejaksaan dalam RPL, tidak disetorkan ke kas negara.
LL juga mempertanyakan perihal Kejari Tanjung Perak yang mempunyai diskresi melakukan penyelidikan dan penghentian penyelidikan atas sebuah kasus yang berpotensi sebagai tindak pidana korupsi.
“Saat ini kami sedang menunggu jawaban dari Kejaksaan Agung terkait hal ini,” papar LL.
Terpisah, Kasi Intel Kejari Tanjung Perak I Made Agus Mahendra Iswara SH MH mengatakan memang kasus yang dilaporkan LL ditangani Kejari Tanjung Perak.
Namun, berdasarkan pengumpulan alat bukti dan bahan keterangan, ditemukan bahwa laporan yang disampaikan LL ini masuk kategori kesalahan administrasi.
“Hal ini sebagaimana gelar perkara yang dilakukan Kejari Tanjung Perak bersama Kesbangpol, Inspektorat Kota Surabaya dan BPK Perwakilan Provinsi Jatim,” kata Kasi Intel I Made Agus Mahendra Iswara.
Diduga kata Made Agus Mahendra Iswara, LL tidak puas dengan penjelasan Kejari Tanjung Perak, karena laporannya tidak bisa ditindak lanjuti ke tahap penyidikan.
“Terkait isi wa Kajari Tanjung Perak dengan LL, kami telah melihat print out What’sApp tersebut langsung dan memang benar tidak ditemukan bahasa jika Kajari Tanjung Perak Surabaya telah mengintimidasi laporan tersebut,” ujar Made Agus Mahendra Iswara.
Yang terjadi saat ini, sambung Made Agus Mahendra Iswara, adanya pemberitaan yang menyebutkan bahwa Kajari Tanjung Perak telah mengintimidasi.
“Kami menilai bahwa pemberitaan itu sengaja dimunculkan sebab ada ketidak puasan pelapor karena laporannya yang tidak bisa naik ke tahap penyidikan,” tegas Made Agus Mahendra Iswara.
Terkait dengan pengembalian uang negara, lanjut Made Agus Mahendra Iswara, berdasarkan pasal 1 ayat (1) huruf (p) juncto pasal 1 ayat (6) PP no 39 tahun 2016 tentang jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada Kejaksaan RI Jis Bab III angka (1) huruf (b) Pedoman Jaksa Agung nomor 13 tahun 2021 tentang Pengelolaan PNBP Dilingkungan Kejaksaan RI, Kejari Tanjung Perak Surabaya telah melakukan pengembalian atau penyetoran uang tersebut ke kas negara. (pay)