SURABAYA (surabayaupdate) – Kematian Dini Sera Afrianti yang tidak wajar ditambah vonis bebas majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang diberikan kepada Gregorius Ronald Tannur, membuat sejumlah masyarakat bereaksi.
Bahkan, banyak pihak tidak terima dan menganggap bahwa majelis hakim PN Surabaya yang memeriksa dan memutus perkara yang menjadikan Gregorius Ronald Tannur sebagai terdakwa tersebut telah mengabaikan rasa keadilan.
Melihat adanya keresahan di masyarakat ini Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kota Surabaya membuat catatan-catatan kritis dan pandangan hukum yang dituangkan menjadi Amicus Curiae.
Untuk pembuatan Amicus Curiae ini, dibutuhkan waktu satu minggu dengan melibatkan 30 advokat, baik yang menjadi pengurus maupun yang menjadi anggota DPC Peradi Kota Surabaya.
Ketua DPC Peradi Kota Surabaya Periode 2022-2027, Hariyanto, SH.,M.Hum mengatakan bahwa ikhwal dibuatkannya Amicus Curiae ini adalah karena adanya rasa keadilan yang sudah dicederai.
Selain itu, putusan majelis hakim PN Surabaya yang memeriksa dan memutus perkara nomor : 454/Pid.B/2024/PN Sby yang menjadikan Gregorius Ronald Tannur sebagai terdakwa dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 338 KUHP jo pasal 352 ayat (3) KUHP jo pasal 359 KUHP jo pasal 351 ayat (1) KUHP ini “nyeleneh”.
Dalam perkara tersebut dijelaskan, bahwa Dini Sera Afrianti telah kehilangan nyawa. Namun, majelis hakim pemeriksa dan pemutus perkara tersebut yang diketuai hakim Erintuah Damanik, SH., MH malah membebaskan terdakwa Gregorius Ronald Tannur dari dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Sebagai masyarakat dan juga organisasi profesi, DPC Peradi Kota Surabaya ingin berpartisipasi untuk menegakkan keadilan dan mengembalikan kembali lembaga pengadilan sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi para pencari keadilan yang selama ini sangat susah mencari keadilan, mencari akses keadilan jika melawan para penguasa, dengan orang-orang yang selama ini merasa kebal hukum,” tutur Hariyanto.
Pembuatan Amicus Curiae oleh DPC Peradi Kota Surabaya ini, sambung Hariyanto, telah mendapat persetujuan dari sebagian besar pengurus dan anggotanya
Hariyanto kembali menjelaskan, bahwa putusan bebas yang dijatuhkan majelis hakim PN Surabaya yang memeriksa dan memutus perkara ini memang sangat kontroversial, sehingga masyarakat menilai bahwa rasa keadilan telah diabaikan para hakim yang masuk dalam majelis di perkara Gregorius Ronald Tannur ini.
“Putusan yang diambil majelis hakim diperkara Gregorius Ronald Tannur ini sudah mencederai rasa keadilan di masyarakat,” ujar Hariyanto, Senin (12/8/2024).
Dan hari ini, lanjut Hariyanto, sekitar jam 10.00 Wib, rekan-rekan advokat DPC Peradi Kota Surabaya sudah mendaftar dan menyerahkan Amicus Curiae ini ke Mahkamah Agung (MA).
Hariyanto kembali menjelaskan, bahwa DPC Peradi Kota Surabaya akhirnya memutuskan untuk menyusun Amicus Curiae karena pertimbangan pertama, jika akan melakukan eksaminasi, tidak mungkin dilakukan mengingat perkara ini belum berkekuatan hukum tetap atau In kracht van gewijsde.
Oleh karena itu, lanjut Hariyanto, DPC Peradi Kota Surabaya akhirnya memutuskan untuk menyusun catatan-catatan yang kemudian menuangkannya dalam bentuk Amicus Curiae.
Berkaitan dengan penegakan hukum di Indonesia, Peradi khususnya DPC Peradi Kota Surabaya sangat-sangat perhatian dan memberikan dukungan penuh, karena penegakan hukum itu berkaitan dengan masalah keadilan.
“Ketika keadilan itu sudah mulai terusik, keadilan itu mulai dicederai dan menyeruak ke masyarakat, DPC Peradi Kota Surabaya akan bersikap dan akan melakukan perlawanan,” tegas Hariyanto.
Berkaitan dengan penegakan hukum di Indonesia dan adanya rasa keadilan yang mulai dicederai, Hariyanto pun memberi contoh, bagaimana Peradi langsung mengambil sikap tegas.
“Sikap tegas yang diambil Peradi itu, untuk tingkat nasional terjadi pada kasus Jesica, kemudian kasus meninggalnya Vina di Cirebon. Di dua perkara tersebut, Peradi langsung memberikan support dan ikut mengurusi perkara itu,” ungkap Hariyanto.
Untuk perkara meninggalnya Dini Sera Afrianti di Surabaya ini, Hariyanto secara tegas mengatakan, DPC Peradi Kota Surabaya sangat menghormati putusan yang diambil majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini.
“Namun, kami memandang bahwa DPC Peradi Kota Surabaya bisa mengoreksi putusan majelis hakim tersebut secara legal. Dan langkah yang kami ambil untuk mengoreksi putusan tersebut melalui Amicus Curiae ini,” jelas Hariyanto.
Beberapa advokat yang terlibat dalam penyusunan Amicus Curiae ini, sambung Hariyanto, telah membedah kasus ini secara cermat dan teliti.
Dalam pengamatan dan analisa yang dilakukan tim advokat penyusun Amicus Curiae itu kemudian mengkaji, apakah keputusan yang diambil majelis hakim pemeriksa perkara itu sudah tepat ataukah ada kesalahan hakim, atau ada bukti-bukti yang tidak komplit bahkan terpotong-potong, atau tuntutan yang disusun JPU sangat lemah sehingga memungkinkan majelis hakim untuk menjatuhkan putusan tidak bersalah sehingga membebaskan terdakwa Gregorius Ronald Tannur?
Berkaitan dengan Amicus Curiae ini, Ketua DPC Peradi Kota Surabaya periode 2022-2027 ini kembali menjelaskan, siapapun yang menjadi sahabat pengadilan, termasuk wartawan bisa memberikan pendapat hukumnya atas perkara-perkara yang menarik perhatian publik.
Sementara itu, Johanes Dipa Widjaja, SH.,S.Psi., M.H., C.L.A, mengatakan Amicus Curiae ini disusun karena menanggapi dan melihat adanya keresahan di masyarakat dengan adanya vonis bebas yang diberikan kepada Gregorius Ronald Tannur.
“Ada ketidak adilan yang muncul, baik dalam proses penanganannya sampai kepada putusannya. Akhirnya, banyak masyarakat yang kecewa dengan adanya vonis bebas itu,” papar Johanes Dipa Widjaja.
Sebagi ekspresi kekecewaan di masyarakat yang telah tersakiti dengan adanya vonis bebas itu, lanjut Johanes Dipa, sampai-sampai PN Surabaya menerima banyak karangan bunga sebagai tanda matinya keadilan dalam penanganan perkara yang menjadikan Gregorius Ronald Tannur sebagai terdakwa tersebut.
“Dari situ kita dapat menilai bahwa vonis bebas yang diberikan majelis hakim PN Surabaya itu sudah menimbulkan gejolak yang sangat luar biasa di masyarakat,” ujar Johanes Dipa.
Wakil Ketua DPC Peradi Kota Surabaya periode 2022-2027 ini kembali melanjutkan, melihat keresahan yang terjadi di masyarakat ini, DPC Peradi Kota Surabaya sebagai salah satu organisasi penegak hukum, akhirnya ikut bersuara dan mengambil sikap tegas yaitu akan mengawal kasus ini sampai keadilan di negeri ini benar-benar ditegakkan.
Melalui Amicus Curiae yang sudah dibuat dalam bentuk buku ini, para advokat yang menjadi anggota DPC Peradi Kota Surabaya kemudian dilibatkan didalam pembuatan Amicus Curiae lalu membuat beberapa catatan dan pendapat hukum berkaitan dengan perkara Gregorius Ronald Tannur dan vonis bebasnya.
Advokat yang juga berprofesi sebagai kurator ini kembali menjelaskan, bahwa ada delapan catatan kritis yang disoroti kemudian dituangkan dalam Amicus Curiae ini.
“Delapan catatan kritis yang kami tuangkan dalam Amicus Curiae ini, berkaitan dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, uraian peristiwa sampai kepada pertimbangan hukum majelis hakim yang dijelaskan dalam putusan,” urai Johanes Dipa.
Masih menurut Ketua Tim Penyusunan Amicus Curiae ini, para advokat yang menyusun Amicus Curiae akhirnya berkesimpulan bahwa majelis hakim yang memeriksa perkara meninggalnya Dini Sera Afrianti ini tidak aktif didalam menggali fakta-fakta secara mendalam, padahal banyak kejanggalan-kejanggalan yang bisa digali dalam perkara ini.
“Yang dilakukan majelis hakim pemeriksa perkara ini hanya berorientasi kepada keterangan terdakwa Gregorius Ronald Tannur saja,” tandasnya.
Dalam pertimbangan hukumnya, lanjut Johanes Dipa, majelis hakim berkesimpulan bahwa meninggalnya Dini Sera Afrianti ada kaitannya dengan minuman beralkohol.
“Hakim lupa bahwa seorang terdakwa itu punya hak ingkar, sehingga kesaksiannya itu haruslah diuji dengan alat bukti lainnya,” tutur Johanes Dipa.
Jika majelis hakim mengaitkan kematian Dini Sera Afrianti ada kaitannya dengan minuman beralkohol, apakah mungkin minuman beralkohol itu dapat menyebabkan robeknya hati dan patahnya tulang iga?
“Inilah salah satu yang menjadi catatan kami. Seharusnya, majelis hakim lebih aktif menggali hal itu. Dan perlu diingat, majelis hakim didalam perkara pidana haruslah lebih berperan didalam menemukan kebenaran materiil, tidak boleh bersikap pasif,” kritik Johanes Dipa.
Johanes Dipa kembali menegaskan bahwa DPC Peradi Kota Surabaya sangat menghormati putusan majelis hakim perkara ini namun hal itu tidak berarti dapat menghilangkan hak-hak para advokat di DPC Peradi Kota Surabaya untuk mengkritik pertimbangan-pertimbangan hukum yang diambil majelis hakim yang memeriksa perkara ini.
Didalam putusan bebas Gregorius Ronald Tannur ini, para advokat yang tergabung dalam DPC Peradi Kota Surabaya menilai ada kejanggalan.
Selain itu, dalam putusan majelis hakim juga dinilai bahwa vonis yang dijatuhkan majelis hakim tersebut juga tidak wajar.
“Karena kejanggalan dan ketidakwajaran itulah, DPC Peradi Kota Surabaya harus bersikap, harus bertindak tegas dengan menyuarakan kebenaran demi tegaknya keadilan. Dan sikap tegas kami itu diwujudkan dalam catatan-catatan kritis yang kami tuangkan di Amicus Curiae ini,” sebut Johanes Dipa.
Ketua Young Lawyers Komite DPC Peradi Kota Surabaya, Abdul Wachid Habibullah, SH., MH menambahkan, bahwa karena perkara ini belum final, DPC Peradi Kota Surabaya tetap berkomitmen untuk mengawal perkara ini melalui Amicus Curiae.
“Harapan kami, Hakim Agung di MA yang memeriksa Kasasi dan memutus perkara ini dapat memeriksa kembali perkara ini secara utuh lalu menerapkan prinsip-prinsip hukum pidana dan prinsip hukum kausalitas,” papar Abdul Wachid Habibullah.
Majelis Hakim Agung yang memeriksa kasasi perkara ini, diharapkan dapat memeriksa kembali bukti-bukti serta keterangan saksi-saksi yang banyak mengatakan tidak tahu, begitu juga dengan bukti CCTV yang diabaikan majelis hakim ditingkat pertama.
Wachid kembali menegaskan, berdasarkan visum et repertum, bahwa penyebab kematian Dini Sera Afrianti itu bukan karena alkohol namun karena robeknya hati. Inilah yang disebut sebagai hubungan kausalitas, ada persesuaian antara apa yang telah dilakukan terdakwa Gregorius Ronald Tannur dengan penyebab kematian Dini Sera Afrianti.
Lalu bagaimana jika ditingkat kasasi nanti ternyata hukuman yang diberikan Hakim Agung pemeriksa serta pemutus perkara meninggalnya Dini Sera Afrianti ini tidak maksimal atau tidak seperti yang diharapkan DPC Peradi Kota Surabaya?
Wachid kembali menegaskan, bahwa DPC Peradi Kota Surabaya akan tetap mendorong supaya dilakukan Peninjauan Kembali (PK) mengingat ada upaya hukum terakhir yang bisa dilakukan.
Berkaitan dengan Amicus Curiae, Wachid menambahkan bahwa itu istilahnya sahabat pengadilan. Dan yang dimaksud dengan Amicus Curiae itu adalah semua orang, warga negara termasuk organisasi bisa mengajukan Amicus Curiae.
“Amicus Curiae itu sendiri adalah peran serta atau partisipasi masyarakat. Didalam Undang-Undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa setiap hakim wajib menggali nilai-nilai dalam masyarakat,” papar Wachid.
Hakim, sambung Wachid, ketika memutus suatu perkara, tidak hanya mengacu pada pasal-pasal, aturan hukum, norma, dogma. Oleh karena itu, peran serta dalam masyarakat inilah yang dijamin Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Masih menurut penjelasan Abdul Wachid Habibullah, dengan adanya peran serta dari masyarakat itulah dapat mengajukan Amicus Curiae karena adanya ketidak adilan di masyarakat. (pay)