SURABAYA (surabayaupdate) – Meski Eunike Lenny Silas saat ini sedang mendapat perawatan di Rumah Sakit (RS) Bhayangkara, Jumat (6/5) lalu, keputusan Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I-A Medaeng yang membantarkan terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan batubara senilai Rp. 3,2 miliar ini menuai kecaman.
Efran Basuning, Humas Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang juga menjadi ketua majelis pada kasus dugaan penipuan dan penggelapan dengan terdakwa Eunike Lenny Silas dan Ir. Usman Wibisono mengatakan, ada kesalahan prosedur yang dilanggar Rutan Medaeng, dengan dirawatnya Lenny di RS Bhayangkara tersebut.
Mengapa? Lebih lanjut Efran mengatakan, pemindahan terdakwa dugaan penipuan dan penggelapan kasus batubara ini ternyata tanpa seijin majelis hakim dan tidak diketahui Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Apapun kondisinya, pemindahan itumestinya harus ijin majelis hakim dan sepengetahuan jaksa, karena yang bertanggung jawab atas tahanan tersebut adalah jaksa. Tidak bisa seenaknya mereka membawa tahanan ke mana-mana tanpa prosedur yang benar, ” terang Efran saat dikonfirmasi diruang kerjanya, Senin (9/5).
Majelis hakim sendiri, lanjut Efran, baru mengetahui pemindahan Lenny ke RS Bhayangkara, karena adanya surat pemberitahuan yang dikirimkan tim kuasa hukum Lenny, H.K Kosasih, SH.
“Jaksa sendiri belum tahu tentang masalah ini, karena jaksa tadi pagi hanya melaporkan bahwa mereka sudah melaksanakan penetapan penahanan majelis hakim. Namun, satu jam kemudian, datanglah surat pemberitahuan dari penasehat hukum terdakwa Eunike Lenny Silas, “ ungkap Efran.
Terkait pemindahan terdakwa Lenny dari Rutan Medaeng ke RS. Bhayangkara ini, Efran mengatakan sudah memerintahkan Jaksa I Putu Sudarsana untuk melakukan pengecekan keberadaan terdakwa Lenny di RS. Bhayangkara.
“Saya sudah perintahkan jaksa untuk mengecek keberadaan Lenny di rumah sakit itu. Jaksa juga saya perintahkan untuk mengembalikan lagi terdakwa ini ke Rutan Medaeng kalau memang tidak ada surat dokternya, “ pungkas Efran.
Efran menambahkan, ketegasan ini menjadi pilihan hakim mengingat hasil diagnosa dokter Rumah Sakit Onkologi Surabaya dan dokter RSAL Dr. Ramelan Surabaya, dianggap sudah cukup untuk menguatkan keyakinan hakim akan kondisi terdakwa saat ini.
“Dua diagnosa dari kedua rumah sakit, baik itu RS Onkologi Surabaya maupun keterangan dari dokter RSAL Dr. Ramelan Surabaya, kami rasa sudah cukup meyakinkan dan dapat dipakai sebagai pegangan hakim, untuk menilai bagaimana kondisi terdakwa Lenny saat ini, “ kata Efran.
Sementara itu, Jaksa I Putu Sudarsana saat dikonfirmasi mengaku kaget dengan adanya kabar ini, karena belum mendengar pemindahan terdakwa Lenny ke RS. Bhayangkara Surabaya. Putu bahkan akan berkoordinasi dengan Kajari Surabaya.
Mengutip pernyataan Kepala Rumah Tahanan (Karutan) Kelas I-A Medaeng, Bambang Irawan kepada sejumlah media, dibawanya terdakwa Lenny ke RS Bhayangkara Surabaya itu karena yang bersangkutan mengganggu tahanan lainnya.
“Dia itu berteriak-teriak dan muntah-muntah. Kondisi ini sangat mengganggu tahanan yang lainnya. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk membawa terdakwa Lenny berobat ke RS Bhayangkara Surabaya, “ papar Bambang.
Usai memberikan keterangan saat dikonfirmasi, Bambang balik bertanya kepada media mengapa begitu antusias terhadap berita ini. Bambang juga mengatakan, sejauh ini sudah ada 3 wartawan yang menanyakan masalah ini.
“Sudah ada 3 wartawan yang menanyakan masalah ini. Apa karena Lenny ini berduit ya sehingga menarik beritanya ?, “ ujar Bambang kepada wartawan yang mencoba menghubunginya melalui selulernya.
Terpisah, Alexander Arif, kuasa hukum Tan Paulin sangat menyesalkan tindakan Rutan Medaeng yang telah berani melanggar kewenangan dengan membawa terdakwa Lenny ke RS Bhayangkara.
“Ada apa dengan Rutan Medaeng ? Apa Rutan Medaeng tidak punya ruang isolasi untuk menghadapi tahanan yang teriak-teriak ? Mengapa Rutan Medaeng membawa Lenny ke RS Bhayangkara tanpa ijin hakim lagi ?, ” ujar Alex penuh tanya.
Dengan adanya kejadian ini, Alex mengatakan akan melaporkan Karutan Medaeng dan dr. Rutan Medaeng ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), karena Rutan Medaeng sudah berubah fungsi melebihi pengadilan dengan memutuskan sendiri tanpa ijin ke pengadilan, melakukan pembantaran terhadap seorang terdakwa ke RS Bhyangkara. Alexander pun meminta majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini untuk bersikap lebih tegas lagi. (pay)