SURABAYA (surabayaupdate) – Sidang dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan yang menjadikan Henry Jocosity Gunawan alias Cen Liang, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Pada persidangan Rabu (7/2), Jaksa Penuntut Umum (JPU) kembali menghadirkan dua orang pedagang Pasar Turi. Dua orang pedagang Pasar Turi yang menjadi saksi di persidangan ini bernama Suchaimi dan Syech.
Dihadapan majelis hakim, JPU, terdakwa Henry Jocosity Gunawan, salah satu saksi yang dihadirkan di persidangan kali ini mengaku tidak ingin menerima stand Pasar Turi. Selain itu, saksi yang berprofesi sebagai pedagang Pasar Turi itu juga menolak jalan perdamaian terhadap kasus ini.
Adalah Suchaimi. Pedagang Pasar Turi yang awalnya mempunyai enam stand di Pasar Turi, namun sekarang tinggal tiga unit ini mengatakan bahwa ia mengenal Henry J Gunawan di Hotel Mercure. Waktu itu, Februari 2013, ada pertemuan antara beberapa pedagang Pasar Turi dengan perwakilan investor Pasar Turi.
Sebagai saksi, Suchaimi juga ditanya tentang pengumuman serah terima stand Pasar Turi yang diumumkan di salah satu surat kabar terbitan Surabaya. Agus Dwi Warsono, kuasa hukum terdakwa Henry J Gunawan pun bertanya, apakah saksi Suchaimi mengetahui perihal pengumuman PT. Gala Bumi Perkasa (GBP) di salah satu surat kabar itu tentang serah terima stand Pasar Turi?
“Di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Anda menerangkan bahwa PT GBP tidak pernah melakukan serah terima stand ke pedagang. Apakah Anda pernah membaca pengumuman serah terima stand?” tanya Agus ke Suchaimi.
PT GBP, lanjut Suchaimi, sudah mengumumkan serah terima stand Pasar Turi di salah satu surat kabar di Surabaya. Jadi, bukan PT GBP yang tidak menyerahkan stand, tapi Anda yang tidak mau menerima stand. Betul begitu?
Mendengar pertanyaan yang dilontarkan penasehat hukum Henry J Gunawan ini, Suchaimi pun tak menampik. Pedagang Pasar Turi ini akhirnya mengakui bahwa dirinya menolak pembagian stand Pasar Turi.
Fakta lain yang diungkap Suchaimi adalah tentang perjanjian. Lebih lanjut Suchaimi mengatakan, bahwa selama ini kuasa hukum pedagang Pasar Turi yang bernama Abdul Habir, yang juga sebagai pelapor dalam perkara ini, tidak pernah menjelaskan, sesuai perjanjian, Pemkot Surabaya memiliki kewajiban untuk mengubah hak pakai menjadi hak pengelolaan Pasar Turi.
Menanggapi kesaksian Suchaimi ini, Agus menyatakan, Pemkot Surabaya seharusnya mempunyai kewajiban untuk mengubah status tanah menjadi pengelolaan hak pakai. Namun, Pemkot Surabaya sendiri belum memenuhinya, padahal hal itu tercantum dalam perjanjian.
Bukan hanya masalah pembagian stand yang jelas-jelas ditolaknya, saksi Suchaimi akhirnya mengakui bahwa dalam perkara ini, ia tidak mau melakukan upaya perdamaian, padahal Pemkot Surabaya sudah memfasilitasi upaya perdamaian dengan para pedagang dan PT. GBP.
Sementara itu, dalam kesaksian selanjutnya, Syech, salah satu pedagang Pasar Turi lainya, yang menjadi saksi dalam perkara ini, juga mengungkap adanya uang sebesar Rp. 10 juta. Menurut Syech, uang sebesar Rp. 10 juta itu dipakai untuk biaya pencadangan sertifikat dan biaya pencadangan BPHTB.
Selain itu, Syech juga mengakui, bahwa Abdul Habir selaku kuasa hukum para pedagang tidak pernah menceritakan detail isi perjanjian antara Pemkot Surabaya dengan PT GBP. Atas keterangan itu, Agus lantas kembali menanyakan dasar keterangan BAP Syech yang menuduh Henry dengan sengaja melawan hukum.
“Kalau anda sebagai pedagang yang membayar sudah mengetahui itu biaya pencadangan, lalu dasarnya apa kalau Pak Henry melakukan perbuatan melawan hukum?” ujar Agus penuh tanya.
Usai sidang, Agus Dwi Warsono menjelaskan bahwa ada kesesuaian keterangan antara Suchaimi dan Syech. Menurut Agus, kedua saksi itu mengakui bahwa perjanjian antara Pemkot Surabaya dengan PT GBP masih berlaku sampai saat ini dan isinya terkait kewajiban kedua belah pihak.
Ia juga menjelaskan, dari keterangan Syech yang membenarkan soal pencadangan sertifikat dan biaya pencadangan BPHTB membuktikan bahwa para pedagang sebenarnya sudah mengetahuinya sejak awal. Artinya, para pedagang sudah mengetahui bahwa ini bukan untuk kepentingan PT GBP, tapi murni untuk kepentingan para pedagang.
Menurut Agus, jika kuasa hukum menjelaskan seluruh isi perjanjian secara detail ke para pedagang, maka tidak akan terjadi kasus ini. “Hakim tadi tanya ke Suchaimi bagaimana mengubah hak pakai menjadi strata title dan dijawab tidak tahu. Seharusnya ini menjadi kewajiban kuasa hukum untuk menerangkan secara detail ke pedagang. Jika hal ini dijelaskan detail ke pedagang, maka tidak akan ada masalah ini,” bebernya.
Diakhir pembicaraannya, Agus secara tegas menyatakan, sebenarnya tidak ada peristiwa pidana dalam masalah PT GBP dengan para pedagang terkait Pasar Turi. Jika Pemkot Surabaya benar tidak mau memberikan hak strata title, itu hanya ketakutan saja. Apakah Bu Risma sudah pernah membaca keseluruhan isi perjanjian, HGB dirubah jadi HPL? HPL masih kan atas nama Pemkot, jadi tanah negera tidak hilang. (pay)