SURABAYA (surabayaupdate) – Upaya puluhan konsumen Sipoa yang tergabung dalam Paguyuban Customer Sipoa (PCS) dengan mendatangi kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, Senin (18/2) nampaknya deadlock atau menemui jalan buntu.
Buntunya negosiasi antara puluhan konsumen Sipoa yang tergabung dalam PCS dengan pihak kejaksaan ini disebabkan karena pihak kejaksaan tetap bersikukuh mempertahankan upaya hukum banding yang sudah dilakukan Jumat (15/2) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, beberapa saat setelah majelis hakim menjatuhkan pidana penjara kepada masing-masing terdakwa selama enam bulan.
Menanggapi hal ini, Masbuhin, SH, salah satu penasehat hukum PCS menangkap bahwa dalam kasus ini tidak ada sinergitas informasi yang berkembang di masyarakat kemudian diterima Kejati Jawa Timur.
“Nampaknya ada kelompok tertentu yang sengaja membisikkan informasi yang salah ke Komisi III DPR RI terkait kasus ini. Kelompok tertentu itu tidak menginginkan perkara ini cepat selesai dan inkrach atau berkekuatan hukum tetap,” ungkap Masbuhin, Senin (18/2).
Yang diinginkan kelompok tertentu ini, lanjut Masbuhin, adalah supaya perkara Sipoa ini berjalan terus karena, vonis yang dijatuhkan majelis hakim PN Surabaya kepada masing-masing terdakwa hanya enam bulan penjara.
“Sementara seluruh korban tidak mempermasalahkan semuanya termasuk vonis enam bulan penjara untuk terdakwa Ir. Klemens Sukarno Candra, Budi Santoso dan Aris Birawa. Saat ini, yang diinginkan seluruh konsumen adalah adanya pengembalian barang bukti yang sudah disita dari ketiga terdakwa supaya bisa diberikan ke para konsumen sebagai refund karena seluruh korban Sipoa ini sudah menandatangani perjanjian serah terima barang bukti dengan catatan perkara ini sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat,” papar Masbuhin.
Dengan adanya upaya hukum banding yang sudah dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tersebut, Masbuhin menilai, makin terlihat adanya indikasi lain dibalik upaya banding jaksa tersebut. Dan ini makin memperkuat dugaan, bahwa ada kekuatan kelompok tertentu yang sengaja menginginkan perkara ini jangan sampai selesai dan berkekuatan hukum tetap atau inkrach dengan memberikan informasi yang salah kepada Komisi III DPR RI dengan cara memutar balik fakta, dengan mengatakan para konsumen Sipoa ini tidak puas dengan vonis enam bulan yang dijatuhkan kepada masing-masing terdakwa.
Masih menurut Masbuhin, kelompok tertentu yang sudah dapat diidentifikasi ini, melalui Komisi III DPR RI, juga mengatakan bahwa konsumen Sipoa tidak menginginkan adanya pengembalian barang bukti yang sudah disita dari para terdakwa, sehingga kepada Komisi III, kelompok tertentu ini mengatakan supaya perkara ini jangan dicabut, dan kejaksaan teruskan banding, bila perlu teruskan hingga kasasi.
“Jika melihat hal ini, berarti sudah ada intervensi dari Komisi III DPR RI yang begitu kuat terhadap kejaksaan. Oleh karena itu, akan kami jawab tantangan Komisi III DPR RI dengan melakukan aksi demo besar-besaran yang akan dimulai Selasa (19/2) hingga Kamis (21/2),” papar Masbuhin.
Meski tidak bisa bertemu Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur maupun Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Jawa Timur, dan hanya ditemui Jusuf, koordinator pidum Kejati Jatim, penasehat hukum PCS dan beberapa orang perwakilan PCS, sudah mempertanyakan upaya hukum banding yang sudah dilakukan JPU tersebut, sebenarnya mewakili siapa, mengingat seluruh konsumen sudah bisa menerima vonis hakim enam bulan penjara bagi ketiga terdakwa, karena hukuman enam bulan penjara itu sudah menunjukkan bahwa ketiga terdakwa itu bersalah dan layak dihukum selama enam bulan atas perbuatan yang sudah mereka lakukan.
“Namun nampaknya, kejaksaan lebih mengedepankan procedural justice daripada social justice dari upaya hukum banding yang sudah mereka lakukan. Apa yang dimaksud dengan procedural justice itu? Menurut mereka, SOP-nya jaksa memang seperti itu, mau tidak mau harus dilakukan upaya hukum banding. Tetapi, nanti jika pimpinan tertinggi kejaksaan menginginkan perkara ini dicabut bandingnya maka Kejati Jatim tinggal mengikuti saja,” tukas Masbuhin.
Karena pihak kejaksaan bersikukuh mempertahankan upaya hukum banding yang sudah dilakukan dan tidak mau mencabutnya, maka seluruh korban Sipoa baik yang tergabung dalam paguyuban maupun yang tidak tergabung dalam paguyuban, sudah sepakat untuk mendatangi kantor Kejati Jatim, Selasa (19/2). Menurut Masbuhin, sebagai pemanasan dihari pertama, ada sekitar 900 konsumen yang siap untuk berdemo didepan kantor Kejati Jatim. Rabu (20/2), jumlah konsumen diperkirakan akan bertambah menjadi 1260 orang. Aksi ini akan mereka lakukan hingga injury time yaitu Kamis (21/2), masa terakhir bagi jaksa untuk bersikap apakah tetap melanjutkan upaya hukum banding itu ataukah mencabut upaya hukum banding tersebut.
Menanggapi tuntutan para konsumen Sipoa yang tergabung dalam PCS ini, Kajati Jatim, Soenarta ketika ditemui disela-sela acara kunjungan kerja Komisi III DPR RI di Mapolda Jatim, Senin (18/2) mengatakan, terhadap perkara nomor : LPB 373/III/2018/UM/Jatim, tanggal 26 Maret 2018 yang sudah diputus majelis hakim PN Surabaya, Jumat (15/2) lalu itu, kejaksaan melalui JPU yang bertugas untuk menyidangkan perkara ini, mempunyai kewajiban untuk melakukan upaya hukum banding.
Soenarta secara tegas membantah, jika sikap kejaksaan yang langsung mengambil upaya hukum banding, beberapa saat setelah vonis dibacakan tersebut, bukan masalah like and dislike. Ini sudah menjadi SOP kejaksaan.
Lebih lanjut Soenarta menjelaskan, bahwa SOP kejaksaan sendiri menyatakan jika kurang dari setengah tuntutan, harus banding. Jika jaksa banding, memang masalah pengembalian barang bukti sebagaimana yang dibacakan majelis hakim dalam amar putusannya itu akan tertunda.
“Barang bukti yang sudah disita itu tidak bisa serta merta dikembalikan ke para terdakwa untuk saat ini karena masih ada perkara lain. Intinya begini, SOP-nya begitu. Setelah ini saya akan berkoordinasi dengan pimpinan untuk minta petunjuk,” jelas Soenarta.
Jika atasan mengatakan supaya menerima permintaan dari para konsumen ini, sambung Soenarta, maka Kejati Jatim akan melaksanakan petunjuk atasan ini. Upaya hukum banding yang sudah dilakukan JPU tersebut merupakan mekanisme yang ada di tubuh kejaksaan, dikenal dengan istilah P45, laporan putusan pidana. Jadi, ada kemungkinan banding itu dicabut selagi pimpinan memerintahkan itu.
Untuk diketahui, dalam perkara nomor : LPB 373/III/2018/UM/Jatim, tanggal 26 Maret 2018, Ir. Klemens Sukarno Candra, Budi Santoso dan Aris Bhirawa yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan, sebagaimana diatur dalam pasal 378 KUHP dan pasal 374 KUHP.
Dalam putusan majelis hakim PN Surabaya yang dibacakan hakim Sifau’rosidin, hakim PN Surabaya yang ditunjuk sebagai ketua majelis, atas tindakannya itu, ketiga terdakwa dijatuhi pidana penjara masing-masing selama enama bulan. Majelis hakim, dalam amar putusannya, juga menyebutkan jika beberapa barang bukti yang sudah disita dari ketiga terdakwa, baik berupa aset, rumah hingga uang tunai sebanyak Rp. 21 miliar, supaya dikembalikan lagi ke para terdakwa atau ke pihak darimana barang bukti itu disita.
Sebelum majelis hakim membacakan putusannya, pada persidangan sebelumnya, dalam pledoi atau nota pembelaannya, para terdakwa menyebut bahwa perkara ini sudah melibatkan mafia hukum. Bahkan, dalam pledoi yang dibacakan terdakwa Ir. Klemens Sukarno Candra, Senin (11/2) disebutkan, Jaksa Agung Muda (JAM) Pidana Umum (Pidum) Dr. Noor Rochmad, SH diduga kuat ikut terlibat dalam praktik mafia hukum untuk perkara Sipoa Group ini.
Dihadapan majelis hakim, ketiga terdakwa dalam pledoinya juga menyebut, bahwa perkara yang menimpa mereka ini sudah jauh dari rasa keadilan. Tingginya tuntutan yakni tiga tahun penjara untuk masing-masing terdakwa, sebagaimana dibacakan JPU dimuka persidangan pada persidangan sebelumnya itu makin menunjukkan adanya peran serta mafia hukum yang masih menginginkan ketiga big bos Sipoa ini dipenjara.
“Padahal selama persidangan, JPU tidak mampu membuktikan dakwaannya. Semua kerugian korban telah dikembalikan penuh. Kegagalan penuntut umum dalam menguraikan dan menyebutkan di dalam dakwaannya, mengenai perbuatan terdakwa yang mana dalam konteks pembelian unit apartemen, yang merupakan perbuatan melawan hukum, dan perbuatan yang sengaja dilakukan oleh ketiga terdakwa, sehingga terdakwa terdakwa patut dihadapkan di persidangan,” ujar terdakwa Ir. Klemens Sukarno Candra, saat membacakan nota pembelaan, Senin (11/2/2019).
Indikasi lain jika ketiga terdakwa tidak mendapatkan keadilan terlihat ketika masih di tingkat penyidikan. Di tingkat ini, ketiga terdakwa merasakan, jika proses penyidikan telah direkayasa dan peran serta kelompok tertentu yang diidentifikasikan sebagai Kelompok Konsorsium Mafia Surabaya tersebut begitu berambisi merampas asset perusahaan PT. Bumi Samudra Jedine (Sipoa Grup) yang nilainya mencapai Rp. 687,1 milyar, dengan “memperalat” instrumen pelaporan yang diorganisir, penyidikan dan pra penuntutan, yang diduga melibatkan mantan petinggi Polda Jawa Timur. Para terdakwa berpendapat peristiwa semacam ini dapat merusak iklim investasi di Jawa Timur, yang tidak boleh terulang kembali dalam negara yang berlandaskan Pancasila.
Sebagai bentuk tanggungjawab dan adanya itikad baik dari perusahaan dan para terdakwa, Sipoa Group telah memberikan pengembalian uang atau refunds kepada para konsumen. Refund pertama kepada 87 konsumen yang menjadi pelapor untuk perkara nomor: LBP/373/2018/UM/JATIM. Pada tanggal 7 dan 10 Desember 2018, Sipoa sudah memberikan refunds lunas sebesar Rp. 11,6 milyar. Bersamaan dengan telah selesainya pembayaran refunds tersebut, 76 orang konsumen yang menjadi pelapor dalam perkara ini, atas nama Dikky Setiawan dan kawan-kawan, juga melakukan penandatangan perdamaian (dading), dengan terdakwa Budi Santoso, terdakwa Ir. Klemens Sukarno Candra, dan terdakwa Aris Birawa.
Pada tanggal 15 Januari 2019, para terdakwa juga telah menandatangani perdamaian (dading) dengan 40 orang konsumen dari Paguyuban P2S, yang menjadi pelapor untuk perkara nomor : LPB/1576/XII/2017/UM/JATIM tanggal 18 Desember 2017. Dalam perdamaian ini para terdakwa telah membayar dalam bentuk tunai sebesar Rp. 900 juta dan Rp. 7,2 miliar dalam bentuk sertifikat tiga unit rumah yang terletak di Royal Town Regency, Gunung Anyar Surabaya, dengan status Sertifikat Hak Milik No. 1431, 02701, dan 02748. Meski demikian, masih ada sekitar 26 orang konsumen lain yang belum berkehendak untuk diberi refunds.
Selanjutnya, pengembalian ketiga terjadi kepada 200 orang konsumen yang tergabung dalam Tim Baik-Baik (TB2) melalui mekanisme pemberian asset sebagai jaminan. Keempat, membuat kesepakatan penyelesaian damai, dengan 900 konsumen lain yang tergabung dalam PCS. Kelima, melakukan perjanjian kesepakatan pemberian jaminan dengan Tim Victory yang dipimpin Rudy Jukianto. (pay)