SURABAYA (surabayaupdate) – Setelah sempat tertunda selama satu minggu lamanya, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya akhirnya menggelar sidang dugaan tindak pidana memalsukan surat atau membuat surat palsu yang dapat menimbulkan sesuatu hak, yang menjadikan Edhi Susanto, SH., M.H sebagai terdakwa.
Pada persidangan yang terbuka untuk umum, Rabu (8/6/2022) ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga menyidangkan Feni Talim, SH., M.Kn, istri Edhi Susanto atas dugaan dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Dalam surat dakwaan nomor register perkata : PDM-41/ Eku.2/ 05/2022 ini, Notaris atau Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) Feni Talim didakwa melanggar pasal 263 ayat (2) KUHP, sedangkan Edhi Susanto didakwa melanggar pasal 263 ayat (1) KUHP.
Berdasarkan surat dakwaan yang dibuat dan ditanda tangani Jaksa Madya Bambang Winarno, Jaksa Madya Farida Hariani dan Jaksa Madya Rakhmad Hari Basuki dijelaskan, bahwa terdakwa Edhi Susanto, S.H., M.H tanggal 6 April 2018 dan tanggal 16 Agustus 2018 bertempat di Kantor atau rumah Notaris Edhi Susanto di Jalan Anjasmoro No. 56 B, Rt. 002/Rw. 007, Kel. Sawahan, Kec. Sawahan – Kota Surabaya, membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.
Masih berdasarkan isi surat dakwaan penuntut umum, pertengahan tahun 2017, Hardi Kartoyo bermaksud menjual tiga bidang tanah dan bangunan kepada Tiono Satria Dharmawan yaitu SHM No. 78/K luas 720 M2, SHM No. 328/K Luas 931 M2 dan SHM No. 721 Luas 602 M2, yang semuanya atas nama Itawati Sidharta yang terletak di Kel. Rangkah Kec. Tambaksari Surabaya, dengan kesepakatan harga seluruhnya sebesar Rp. 16 miliar. Rencananya, pembelian tanah tersebut akan dibiayai Bank Jtrust Kertajaya.
Selanjutnya, terdakwa Edhi Susanto selaku notaris, ditunjuk pihak Bank Jtrust Kertajaya untuk memfasilitasi proses jual beli antara Tiono Satrio Dharmawan dengan Hardi Kartoyo dan isterinya yang bernama Itawati Sidharta.
Kemudian, untuk terealisasinya pembiayaan tersebut, diperlukan pembaharuan blangko sertifikat atas tanah yang akan dibeli.
Tanggal 14 Nopember 2017, Hardi Kartoyo menyerahkan ke tiga SHM yaitu SHM No. 78/K luas 720 M2, SHM No. 328/K luas 931 M2 dan SHM No. 721 luas 602 M2, yang kesemuanya atas nama Itawati Sidharta yang terletak di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya kepada terdakwa Efhi Susanto selaku notaris untuk dilakukan cheking sertifikat di BPN Surabaya II.
Selanjutnya, tanggal 13 Desember 2017, Tiono Satria Dharmawan menyerahkan cek Bank Danamon senilai Rp. 500 juta kepada terdakwa Edhi Susanto untuk diserahkan kepada Hardi Kartoyo sebagai uang tanda jadi atau DP atas pembelian tanah dan rumah di jalan Rangka Gang VII Surabaya, sebagaimana SHM No. 78/K Luas 720 M2, SHM No. 328/K Luas 931 M2 dan SHM No. 721 Luas 602 M2, yang kesemuanya atas nama Itawati Sidharta.
Tanggal 19 Desember 2017, terdakwa Edhi Susanto menyerahkan cek Bank Danamon senilai Rp. 500 juta tersebut kepada Hardi Kartoyo dengan catatan apabila hasil cheking terhadap tiga SHM tersebut bermasalah dan pihak penjual membatalkan transaksi, maka uang tersebut harus dikembalikan kepada pembeli tanpa potongan.
Feni Talim,SH istri terdakwa Edhi Susanto yang juga seorang notaris dan menjadi terdakwa dalam perkara ini (berkas tersendiri), bermaksud membantu tugas dan kerja suaminya sebagai notaris di kantor yang beralamat di jalan Anjasmoro no 56 B Surabaya.
Adapun yang dilakukan terdakwa Feni Talim tersebut adalah melakukan pengurusan ceking sertifikat di kantor BPN Surabaya II.
Selanjutnya, terdakwa Feni Talim mengambil dokumen yang dibutuhkan untuk melakukan cheking dari dalam lemari di kantor terdakwa, kemudian tanggal 20 Desember 2017, terdakwa Feni Talim datang ke Kantor BPN Surabaya II jalan Krembangan Barat No. 57, Surabaya untuk melakukan pengecekkan sertifikat atau cheking terhadap SHM No. 78/K Luas 720 M2, SHM No. 328/K Luas 931 M2 dan SHM No. 721 Luas 602 M2 yang kesemuanya atas nama Itawati Sidharta, namun hanya satu yang lolos yaitu SHM No. 328/K Luas 931 M2 karena tidak ada perubahan, sedangkan dua SHM lainnya masih ada kendala yaitu karena harus ada perubahan logo blangko dari Bola Dunia menjadi logo Garuda sedangkan SHM No. 78/K Luas 720 M2 karena ada perubahan luas akibat potong jalan atau rilen dan SHM No. 721 Luas 602 M2 terjadi perubahan.
Begitu pengecekkan sertifikat/cheking tersebut tidak disetujui BPN Surabaya II, tanggal 6 April 2018 dan tanggal 16 Agustus 2018, terdakwa Feni Talim datang lagi ke kantor BPN Surabaya II untuk melakukan pengurusan pengecekkan sertifikat atau cheking dengan membawa dokumen yang dibutuhkan antara lain surat kuasa dari Itawati Sidharta kepada terdakwa Feni Talim tertanggal 31 Januari 2018 dan tertanggal 9 Februari 2018 yang juga ditandatangani terdakwa Edhi Susanto sebagai notaris, untuk melakukan pengecekkan sertifikat/ cheking, padahal Itawati Sidharta selaku pemegang hak atas tanah tidak pernah membuat dan menandatangani Surat kuasa tertanggal 31 Januari 2018 dan tertanggal 9 Februari 2018 tersebut.
Masih berdasarkan surat dakwaan penuntut umum setebal empat halaman itu juga dijelaskan, dalam Surat kuasa tanggal 31 Januari 2018 disebutkan, untuk mengurus pengecekkan sertifikat atau cheking dan ganti sertifikat Hak Milik nomor 721 lingkungan Rangkah dan pada surat kuasa tersebut, terdapat tandatangan Feni Talim sebagai penerima kuasa dan Itawati Sidharta sebagai pemberi kuasa serta mengetahui terdakwa Edhi Susanto selaku notaris, padahal Itawati Sidharta sebagai pemegang hak atas tanah tidak pernah membuat dan menandatangani surat kuasa tersebut.
Selanjutnya, dalam surat kuasa tertanggal 9 Februari 2018 disebutkan, untuk mengurus pengecekkan sertifikat atau cheking dan pemotongan atau pemecahan sertifikat nomor : 78/K Kelurahan Rangkah, terdapat tandatangan terdakwa Feni Talim sebagai penerima kuasa dan Itawati Sidharta sebagai pemberi kuasa, serta mengetahui terdakwa Edhi Susanto selaku notaris, padahal Itawati Sidharta sebagai pemegang hak atas tanah tidak pernah membuat dan menandatangani surat kuasa itu.
Masih berdasarkan isi surat dakwaan JPU, Itawati Sidharta tidak pernah menandatangani surat pernyataan selisih luasan tanggal 13 Maret 2018 dan surat pernyataan menerima hasil ukur tanggal 26 Maret 2018.
Pada saat melakukan pengecekkan sertifikat atau cheking di kantor BPN Surabaya II, terdakwa Feni Talim menyerahkan dan melampirkan Surat kuasa tertanggal 31 Januari 2018 dan tertanggal 9 Februari 2018 serta menyerahkan surat pernyataan selisih luasan tanggal 13 Maret 2018 dan surat pernyataan menerima hasil ukur tanggal 26 Maret 2018.
Setelah terdakwa Feni Talim melengkapi dokumen yang dibutuhkan, pihak BPN Surabaya II menyetujui pengecekkan sertifikat atau cheking yang diurus terdakwa Feni Talim, padahal Itawati Sidharta sebagai pemegang hak atas tanah tidak pernah membuat dan menandatangani surat kuasa tertanggal 31 Januari 2018 dan tertanggal 9 Februari 2018 serta Itawati Sidharta tidak pernah menandatangani surat pernyataan selisih luasan tanggal 13 Maret 2018 dan surat pernyataan menerima hasil ukur tanggal 26 Maret 2018.
Bahwa terhadap pengecekkan sertifikat/cheking di kantor BPN Surabaya II atas SHM No. 78/K luas 720 M2, SHM No. 328/K luas 931 M2 dan SHM No. 721 luas 602 M2, semuanya atas nama Itawati Sidharta yang terletak di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya kemudian diurus Feni Talim, dan setelah seluruh dokumen yang dibutuhkan dapat dipenuhi terdakwa Edhi Susanto, pihak BPN Surabaya II menyetujui pengecekkan sertifikat atau cheking yang diurus terdakwa Feni Talim tersebut, selanjutnya pihak BPN Surabaya II menyerahkan kembali sertifikat yang telah dilakukan cheking kepada terdakwa yaitu SHM No. 328/K Luas 931 M2, SHM No. 78/K luas 720 M2 berubah menjadi SHM No. 00078 luas 562 M2 dan SHM No. 721 Luas 602 M2 berubah menjadi SHM No. 01614 luas 591 M2 sehingga 2 sertifikat tersebut berkurang luasannya.
Saat melakukan pengecekkan serifikat cheking tersebut, terdakwa Feni Talim menyerahkan dan melampirkan Surat Pernyataan Selisih luasan tanggal 13 Maret 2018 dan Surat Pernyataan Menerima Hasil Ukur tanggal 26 Maret 2018, sehingga pihak BPN Surabaya II melakukan perubahan luas tanah terhadap dua sertifikat atas nama Itawati Sidharta tersebut, selanjutnya terhadap SHM No. 78/K luas 720 M2 berubah menjadi SHM No. 00078 Luas 562 M2 sedangkan SHM No. 721 Luas 602 M2 berubah menjadi SHM No. 01614 Luas 591 M2.
Dalam Surat Pernyataan Selisih Luasan tanggal 13 Maret 2018 dan Surat Pernyataan Menerima Hasil Ukur tanggal 26 Maret 2018 tersebut, terdapat nama dan tanda tangan Itawati Sidharta selaku pemegang hak atas tanah, padahal Itawati Sidharta tidak pernah membuat maupun menandatangani Surat Pernyataan Selisih Luasan tanggal 13 Maret 2018 dan Surat Pernyataan Menerima Hasil Ukur tanggal 26 Maret 2018 tersebut.
Dengan adanya kedua surat tersebut, tanah milik Hardi Kartoyo yang diatas namakan istrinya yang bernama Itawati Sidharta tersebut telah berkurang luasannya.
Kemudian, April 2018, Hardi Kartoyo datang menemui terdakwa di kantornya jalan Anjasmoro No. 56 B, RT. 002/RW. 007, Kelurahan Sawahan, Kecamatan Sawahan Kota Surabaya dengan maksud meminta kembali tiga sertifikat tanah yang disimpan di kantor Notaris yaitu SHM No. 78/K Luas 720 M2, SHM No. 328/K Luas 931 M2 dan SHM No. 721 Luas 602 M2 yang kesemuanya atas Itawati Sidharta.
Atas permintaan Hardi Kartoyo tersebut, terdakwa Edhi Susanto tidak bersedia menyerahkan tiga sertifikat tanah yang diminta namun hanya memberikan fotocopy dari tiga sertifikat yang diminta.
Setelah menerima fotocopy tiga sertifikat tersebut, Hardi Kartoyo melihat dan mengetahui bahwa dua SHM miliknya itu telah mengalami perubahan yaitu SHM No. 78/K berubah menjadi SHM No. 00078 seluas 562 M2 dan SHM No. 721 seluas 602 M2 berubah menjadi SHM No. 01614 seluas 591 M2, padahal baik Hardi Kartoyo maupun istrinya yaitu Itawati Sidharta selaku pemegang hak atas tanah, tidak pernah memberikan kuasa dan memberikan ijin maupun memberikan persetujuan kepada terdakwa Edhi Susanto untuk melakukan perubahan terhadap sertifikat hak milik tersebut.
Akhirnya, transaksi jual beli antara Hardi Kartoyo dengan Tiono Satrio Dharmawan tidak jadi terlaksana sehingga Hardi Kartoyo maupun istrinya yang bernama Itawati Sidharta selaku pemegang hak atas tanah, mengalami kerugian sebesar Rp. 16 miliar, karena jual beli tidak ada kelanjutannya dan serta menanggung biaya pengosongan gudang, ongkos pemindahan mesin mesin, berhentinya produksi, membayar pesangon karyawan dan pembayaran listrik.
Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Laboratorik Kriminalistik nomor LAB : 5307/ DTF/2019, tanggal 13 Juni 2019 menerangkan, pemeriksaan tanda tangan atas nama Itawati Sidharta, ada empat tanda tangan pada dokumen bukti, selanjutnya di dalam Berita Acara Pemeriksaan ini, dua lembar surat kuasa yang dibuat di Surabaya masing-masing pada tanggal 31 Januari 2018 dan 09 Pebruari 2018 disebut QT-1 = Questioned tanda tangan-1, satu lembar Surat Pernyataan Selisih Luas yang dibuat di surabaya pada tanggal 13-03-2018 disebut QT-2 = Questioned tanda tangan-2, satu lembar Surat Pernyataan Menerima Hasil Ukur yang dibuat di Surabaya tanggal 26-03-2018 disebut QT-3= Questioned tanda tangan-3.
QT Questioned tanda tangan, adalah sebagai tanda tangan yang dipersoalkan, dan seluruh tanda tangan pada dokumen pembanding disebut KT known tanda tangan. KT Known adalah sebagai tanda tangan yang telah diketahui keabsahannya.
Setelah pemerikasan pendahuluan terhadap tanda tangan Q-1 didapatkan bahwa tanda tangan QT-1, merupakan satu produk dibuat satu orang yang sama.
Begitu dilakukan pemeriksaan secara Grafaonomi Kriminalistik terhadap tanda tangan QT-1, QT-2, QT-3 dengan KT, didapatkan adanya perbedaan unsur-unsur grafis.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, para pemeriksa mengambil kesimpulan sebagai berikut: tanda tangan bukti QT-1 atas nama Itawati Sidharta yang terdapat pada barang bukti nomor 065/2019/DTF berupa dua lembar Surat Kuasa yang dibuat di Surabaya masing-masing pada tanggal 31 Januari 2018 dan 09 Pebruari 2018 adalah tanda tangan karangan atau spurious signature, yang mempunyai bentuk umum berbeda dan tidak mengacu pada tanda tangan pembanding (KT) atas nama Itawati Sidharta, sebagaimana yang terdapat pada dokumen pembanding tersedia.
Tanda tangan bukti (QT-2) atas nama Itawati Sidharta yang terdapat pada barang bukti nomor: 066/2019/DTF berupa satu lembar Surat Pernyataan Selisih Luas yang dibuat di Surabaya tanggal 13-03-2018, adalah Non Identik atau merupakan produk yang berbeda dengan tanda tangan pembanding (KT) atas nama Itawati Sidharta, sebagaimana yang terdapat pada dokumen pembanding tersedia.
Tanda tangan bukti QT-3 atas nama Itawati Sidharta yang terdapat pada barang bukti nomor 067/2019/DTF berupa satu lembar Surat Pernyataan Menerima Hasil Ukur yang dibuat di Surabaya tanggal 26-03-2018, adalah tanda tangan karangan atau spurious signature, yang mempunyai bentuk umum berbeda dan tidak mengacu pada tanda tangan pembanding (KT) atas nama Itawati Sidharta sebagaimana yang terdapat pada dokumen pembanding tersedia.
Terpisah, kuasa hukum kedua terdakwa, Ronald Talaway tidak setuju dengan surat dakwaan yang disusun penuntut umum.
Ada tiga hal dalam kasus ini yang membuat Ronald Talaway tidak sependapat dengan surat dakwaan penuntut umum, sehingga kebenaran isi surat dakwaan itu patut dipertanyakan.
Pertama, menurut Ronald yang janggal dan tidak benar adalah tidak adanya kerugian yang dirasakan pelapor.
“ Memang benar, berdasarkan hasil Laboratorium Kriminalistik (Labkrim) dinyatakan bahwa tanda tangan terdakwa Edhi Susanto non identik,” ujar Ronald, Kamis (9/6/2022).
Namun, lanjut Ronald, apakah non identik itu berarti palsu? Ini belum tentu palsu, karena setiap orang bisa tanda tangan berbeda.
Kalau toh memang pemalsuan itu ada, Ronald kembali menjelaskan, tentu tujuannya untuk menguntungkan kedua terdakwa.
“Namun yang terjadi adalah, tidak ada keuntungan yang didapat kedua terdakwa,” ungkap Ronald Talaway.
Masih menurut Ronald, pelapor sekaligus penjual dalam kasus ini juga tidak ada kerugian yang ditimbulkan.
Ronald kembali mengatakan, dalam perkara ini tidak ada mens rea atau niat jahat, sebagaimana diuraikan baik dalam dakwaan maupun berkas perkara.
Hal ketiga yang membuat tim penasehat hukum terdakwa Edhi Susanto dan terdakwa Feni Talim ini tidak sependapat dengan surat dakwaan JPU adalah surat kuasa yang disebut palsu itu justru sesuai dengan kehendak pelapor yang ingin menjual objek dalam sertifikat yang dimaksud. (pay)