surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Merasa Diperlakukan Tidak Adil Dan Direbut Haknya, dr. Andreanyta Meliala Berjuang Tuntut Keadilan Melawan Tiga Saudara Kandungnya

Pelaksanaan eksekusi sebuah rumah di Jalan Nagan Lor no.70, Keraton, Yogyakarta. (FOTO : dokumentasi pribadi untuk surabayaupdate com)

YOGYAKARTA (surabayaupdate) – Proses eksekusi terhadap sebuah rumah yang berlokasi di Jalan Nagan Lor nomor 70, Kraton, Yogyakarta batal dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta, Jumat (28/7/2023).

Batalnya eksekusi itu dikarenakan adanya perlawanan dari pihak termohon eksekusi yang tidak menghendaki rumah seluas 974 meter² itu berpindah hak kepemilikannya.

Adalah dr. Andreanyta Meliala, Ph.D yang menjadi termohon eksekusi dalam perkara nomor : 156/Pdt.G/ 2019/PN.Yyk. Dalam perkara ini, dr. Andreanyta Meliala, Ph.D harus melawan tiga kakak kandungnya yang juga berprofesi sebagai dokter.

Tiga kakak dr. Andreanyta Meliala, Ph.D itu bernama dr. Adelyna Meliala dokter spesialis Saraf ; dr. Andyda Meliala, dan dr Andreasta Meliala.

dr. Andreanyta Meliala, Ph.D, dr. Adelyna Meliala, dr. Andyda Meliala dan dr. Andreasta Meliala adalah kakak beradik kandung, anak dari Prof. Lucas Meliala dan Christina Pinem.

Pasca kedua orangtuanya meninggal dunia, dr. Andreanyta Meliala dan ketiga kakak kandungnya ini berseteru dan saling gugat di pengadilan Yogyakarta.

Bahkan, untuk mempertahankan argumentasinya, Andreanyta Meliala dan tiga kakak kandungnya itu sama-sama menuntut haknya dan sama-sama mengaku sebagai pihak yang berhak atas sebuah rumah di Jalan Nagan Lor nomor 70, Kraton, Yogyakarta tersebut.

Lalu, bagaimana para dokter yang masih saudara kandung ini sampai melayangkan gugat menggugat di pengadilan Yogyakarta?

Dalam pers rilisnya, dr. Andreanyta Meliala menceritakan, permasalahan ini bermula ketika ia menggugat dr. Adelyna Meliala, dr. Andyda Meliala, dr. Andreasta Meliala terkait pengesahan jual beli yang dilakukannya dengan orangtuanya.

Jual beli yang dilakukan dr. Andreanyta Meliala itu terjadi tahun 2015. Obyek yang menjadi jual beli antara dr. Andreanyta Meliala dengan orangtuanya ini adalah sebuah rumah di Jalan Nagan Lor nomor 70, Kraton, Yogyakarta.

Semenjak nyonya Christina Pinem, ibu kandung dr. Andreanyta Meliala dan tiga saudaranya tersebut meninggal tahun 2009, dr. Andreanyta Meliala kemudian menempati rumah tersebut.

Adapun alasan dr. Andreanyta Meliala menempati rumah tersebut adalah untuk menemani Prof. Lucas Meliala, ayah kandung dr. Andreanyta Meliala.

dr. Andreanyta Meliala juga menjelaskan, setelah Prof. Lucas Meliala meninggal dunia, ketiga kakaknya yang juga berprofesi sebagai dokter ity menolak melakukan proses balik nama.

“Akibatnya, saya mengajukan gugatan pengesahan jual beli pada PN Yogyakarta,” ujar dr. Andreanyta Meliala, Senin (31/7/2023).

Mulanya, lanjut dr. Andreanyta Meliala, PN Yogyakarta mengabulkan gugatan pengesahan jual beli tersebut dan menyatakan obyek di Jalan Nagan Lor nomor 70 adalah sah milik dr Andreanyta Meliala, yang diperoleh dengan jual beli.

“Putusan tersebut kemudian dikuatkan dengan adanya Pengadilan Tinggi Yogyakarta nomor 105/PDT/2020/PT.YYK,” ungkap dr. Andreanyta Meliala.

Ironisnya, sambung dr. Andreanyta Meliala, ketika dilakukan upaya hukum kasasi, majelis Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) yang memeriksa dan memutus upaya hukum kasasi, mengeluarkan putusan yang berbunyi membatalkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Yogyakarta yang menguatkan Putusan PN Yogyakarta nomor : 156/Pdt.G/2019/PN.Yyk.

“Selain itu, dalam putusannya, majelis hakim MA ditingkat kasasi juga mengabulkan gugatan rekonvensi, dengan menyatakan jual beli yang dilakukan dr. Andreanyta Meliala dengan almarhum orangtuanya batal,” papar dr. Andreanyta Meliala.

Masih menurut penjelasan dr. Andreanyta Meliala, selanjutnya, dalam amar putusan yang dimohonkan eksekusi berbunyi : memerintahkan dr. Andreanyta Meliala sebagai tergugat dalam rekonvensi atau penggugat dalam konvensi, untuk keluar dan meninggalkan rumah yang terletak Jl, Nagan Lor nomor 70 Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta sebagaimana tertuang dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 421/Kadipaten dengan luas 974 m² gambar situasi nomor 2775 tanggal 28-7-1994.

Yang menjadi pertanyaan dr. Andreanyta Meliala dan suaminya, pelaksanaan eksekusi ini berdasarkan Putusan Kasasi nomor 3130 K/Pdt/2021 tanggal 10 November 2021.

“Putusan Kasasi nomor : 3130 K/Pdt/2021 tanggal 10 November 2021 itu menyatakan bahwa obyek di Jalan Nagan Lor nomor 70 adalah harta yang ditinggalkan nyonya Christina Pinem,” ujar dr. Andreanyta Meliala.

Putusan tersebut, lanjut dr. Andreanyta Meliala, hanya membatalkan jual beli yang sebelumnya pernah dilakukan dr. Andreanyta Meliala dengan orangtuanya, tidak menghilangkan hak hukum dr. Andreanyta Meliala dan hak sebagai ahli waris.

“Sehingga, saya dr. Andreanyta Meliala, Ph.D selaku salah satu ahli waris, memiliki hak ¼ bagian dari obyek tersebut. Dan sebagai ahli waris, saya dr. Andreanyta Meliala juga berhak untuk menempati obyek waris yang ditinggalkan orangtua kami,” tandasnya.

Yang menjadi pertanyaan dr. Andreanyta Meliala berikutnya adalah apabila memang pada akhirnya eksekusi dilaksanakan, dr. Andreanyta Meliala keluar dan meninggalkan obyek di Jalan Nagan Lor 70, siapa yang berhak menguasai obyek tersebut ?

“Karena di dalam putusan Kasasi nomor 3130 K/Pdt/2021 tidak secara tegas diterangkan, siapa yang berhak untuk menguasai obyek sengketa itu?,” tanya dr. Andreanyta Meliala.

dr. Andreanyta Meliala kembali menjelaskan, menjadi pertanyaan pula, apa tujuan hukum dari dilaksanakannya eksekusi ini? Dilakukan ataupun tidak eksekusi ini, obyek eksekusi tetap menjadi boedel waris, dimana dr. Adelyna Meliala, dr. Andyda Meliala, dan dr. Andreasta Meliala tetap memiliki hak yang besarnya sama dengan yang dimiliki dr. Andreanyta Meliala, yaitu sebesar ¼ bagian.

Yang menjadi pertanyaan dr. Andreanyta Meliala selanjutnya adalah, mengapa dirinya diminta untuk keluar, sedangkan saat ini dr. Andreasta Meliala juga menguasai obyek di Jalan Nagan Lor Nomor 68 yang juga merupakan boedel waris yang belum terbagi? Saat ini, masalah waris terhadap obyek di Jalan Nagan Lor nomor 68 Yogyakarta masih berproses di PN Yogyakarta.

Melihat fakta tersebut, dr. Andreanyta Meliala merasa telah diperlakukan tidak adil, apabila dirinya diminta utuk meninggalkan obyek yang di dalamnya terdapat hak-haknya.

“Sehingga saya merasa, sebenarnya putusan kasasi itu tidak dapat dilaksanakan dan penetapan eksekusi cenderung dipaksakan,” tegasnya.

dr. Andreanyta Meliala juga menilai, penetapan eksekusi dan Keputusan MA dalam kasasi dan Peninjauan Kembali (PK) merupakan satu bentuk malpraktek dalam Hukum.

“Dalam bidang kedokteran, apabila rumah sakit atau dokter memberikan keputusan untuk melakukan satu tindakan tanpa didasari dengan tujuan yang dapat dipertanggungjawabkan secara medis, yang menerapkan evidence-based medicine atau pengobatan berdasarkan bukti sah, maka hal itu satu bentuk malpraktek, dan merupakan satu bentuk premanisme yang sangat jelas, apabila eksekusi tetap dilaksanakan,” kata dr. Andreanyta Meliala.

dr. Andreanyta Meliala juga menegaskan, pelaksanaan eksekusi ini dilakukan tanpa legal purpose atau tujuan hukum yang jelas.

Eksekusi ini hanya bertujuan untuk mempermalukan dirinya dan menjadi alat tekan untuk memaksa seorang dr. Andreanyta Meliala untuk mengikuti konsep pembagian harta warisan yang tidak sesuai dengan aturan hukum.

“Karena tujuan hukum yang sebenarnya telah tercapai, dengan membatalkan jual beli yang dilakukan dr. Andreanyta Meliala dengan Prof Lucas Meliala dan menetapkan obyek di Jalan Nagan Lor Nomor 70 sebagai boedel waris yang belum terbagi,” cerita dr. Andreanyta Meliala.

Bahkan uang Rp. 3 Milliar yang dibayarkan tahun 2015, lanjut dr. Andreanyta Meliala, tidak dinyatakan, sehingga masih ada hak seorang dr. Andreanyta Meliala dan suaminya senilai Rp. 3 Milliar yang menjadi beban dari obyek boedel waris ini yang belum dikembalikan.

Dalam pernyataannya, dr. Andreanyta Meliala juga menjelaskan tentang suaminya yang juga telah membangun beberapa bangunan di dalam obyek sengketa, tujuannya untuk merawat dan menjaga peninggalan orangtua.

Berkaitan dengan hal ini, sekarang masih dalam proses pemeriksaan perkara tersendiri yang terregister di PN Yogyakarta dengan nomor : 139/Pdt.G/2022/ PN.Yyk jo 42/PDT/2023/PT.YYK yang saat ini masih dalam proses pemeriksaan perkara di tingkat kasasi.

Untuk perkara yang berkaitan dengan pembagian harta warisan sendiri, dr. Andreanyta Meliala menjelaskan bahwa saat ini masalah itu sedang dalam proses pemeriksaan di PN Yogyakarta dengan nomor perkara : 1/Pdt.G/2023/PN.Yyk.

Sementara itu, Heru Sulistyo sebagai kuasa hukum dr. Adelyna Meliala, dr. Andyda Meliala, dan dr. Andreasta Meliala sebagai pihak pemohon eksekusi mengatakan, eksekusi ini berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrach.

“dr. Andreanyta Meliala sebagai pihak termohon eksekusi, telah melakukan perlawanan tetapi kalah dua kali di PN Yogyakarta dan di PT Yogyakarta,” jelas Heru.

Sehingga, lanjut Heru, dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut, tidak ada alasan bagi pengadilan, apalagi pihak termohon, untuk menunda apalagi sampai membatalkan eksekusi.

“Ketua PN Yogyakarta sendiri telah memberi kesempatan kepada pihak termohon untuk melakukan perlawanan dengan mengajukan gugatan perlawanan namun termohon tidak bisa membuktikan dalil-dalil mereka sehingga perlawanannya itu ditolak pengadilan,” papar Heru.

Meski pelaksanaan eksekusi batal dilakukan karena pertimbangan massa, Heru melanjutkan, pihak pemohon eksekusi melalui kuasanya sudah berkoordinasi dengan PN Yogyakarta, Selasa (1/8/2023) supaya dilakukan eksekusi ulang.

“Kami masih menunggu arahan dari Ketua Pengadilan terkait dengan waktu pelaksanaan dan koordinasi dengan aparat keamanan,” ungkap Heru.

Terkait pelaksanaan eksekusi ulang ini, Heru menambahkan, pihak pemohon terus mendesak untuk segera dilaksanakan eksekusi ulang untuk memberikan perlindungan hukum kepada pihak pemohon eksekusi terhadap hak haknya yaitu 3/4 bagian dari objek sengketa.

Heru juga menyinggung keberatan dari pihak dr. Andreanyta Meliala tentang eksekusi. Menurut Heru, Termohon Eksekusi tidak patuh hukum.

“Para pemohon eksekusi ini juga sebagai ahli waris yang berhak atas ¾ bagian dari objek sengketa, karena objek sengketa dikuasai sepihak termohon,” ujar Heru.

Oleh MA, sambung Heru, dalam Putusan 3130K/PDT/2021, termohon di keluarkan dari objek sengketa agar objek tidak dikuasai salah satu pihak saja. (pay)

Related posts

Kejari Surabaya Terima 3 Mesin EDC Dari BRI

redaksi

PELAKU PENIPUAN SENILAI Rp. 1,7 MILIAR DI VONIS PENJARA 20 BULAN

redaksi

RESKOBA POLRESTABES SURABAYA TANGKAP LIMA ANGGOTA SINDIKAT SABU 1 KILO

redaksi