SURABAYA (surabayaupdate) – Ajukan komplain atas pemesanan barang yang diterima dalam kondisi rusak, PT. Dove Chemcos Indonesia malah digugat di pengadilan.
Gugatan ini diajukan PT. Sapta Permata di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Didampingi kuasa hukumnya, Dr. Johan Widjaja, SH., MH, David Tri Yulianto menjelaskan, adanya gugatan yang dimohonkan PT. Sapta Permata di PN Surabaya itu karena adanya keberatan atau komplain yang dilakukan PT. Dove Chemcos Indonesia kepada PT. Sapta Permata, karena mengajukan keberatan atau komplain terhadap rusaknya barang berupa bahan kimia yang dipesan PT. Dove Chemcos Indonesia ke PT. Sapta Permata.
Lebih lanjut David Tri Yulianto mengatakan, bahwa awalnya PT. Dove Chemcos Indonesia membeli 4man chemyunion ke PT. Sapta Permata seberat 200 kg untuk bahan baku produk kecantikan senilai Rp. 181.623.750.
“Bahan baku untuk produk kecantikan itu dikirimkan tanggal 8 Desember 2022. Kemudian, setelah dilakukan pengecekan, tanggal 13 Desember 2022 ditemukan bahwa barang yang dikirimkan itu terdapat endapan, sehingga PT. Dove Chemcos Indonesia beranggapan bahwa barang tersebut rusak atau cacat,” ungkap David Tri Yulianto, Sabtu (3/8/2024).
Direktur PT. Dove Chemcos Indonesia ini melanjutkan, atas hal tersebut PT. Dove Chemcos Indonesia kemudian mengirimkan komplain disertai keluhan beserta bukti video dan foto keadaan barang tersebut kepada PT. Sapta Permata.
“Komplain kami diterima Sales PT. Sapta Permata dan direspon yang kemudian diajukan untuk mekanisme return barang,” kata David Tri Yulianto.
Begitu menerima komplain dari PT. Dove Chemcos Indonesia, seharusnya barang tersebut diambil PT. Sapta Permata. Namun setelah PT. Dove Chemcos Indonesia menunggu, mekanisme return barang tersebut tidak pernah dilakukan PT. Sapta Permata.
Masih menurut penjelasan David Tri Yulianto, PT. Dove Chemcos Indonesia juga meminta statement stabilitas terkait kestabilan barang dalam keadaan stabil.
“Tetapi PT. Sapta Permata tidak dapat menunjukkan data tersebut hingga saat ini. Padahal data stabilitas tersebut sangat penting bagi PT. Dove Chemcos Indonesia,” jelas David Tri Yulianto.
PT. Dove Chemcos Indonesia, sambung David, lalu mengirimkan sample barang tersebut kepada PT. Sapta Permata untuk dikirimkan kepada supplier mereka.
“Jawaban dari PT. Sapta Permata menyimpulkan, barang tersebut tidak terdapat endapan dan telah sesuai dengan spesifikasi,” imbuhnya.
David kemudian menanyakan barang kondisi itu sebelum dikirimkan kepada suplier mereka apakah sudah dicek terlebih dahulu atau tidak.
Ternyata, PT. Sapta Permata mengakui bahwa sample barang yang dalam keadaan sudah rusak itu langsung dikirimkan ke suplier mereka tanpa dilakukan pengecekan terlebih dahulu.
David menduga terdapat kejanggalan karena seharusnya PT. Sapta Permata sebagai distributor seharusnya melakukan pengecekan barang terlebih dahulu.
Masih menurut penjelasan David, terhadap komplain yang dilakukan PT. Dove Chemcos Indonesia itu, PT. Sapta Permata malah langsung mengirimkan sample barang kepada suplier, sehingga PT. Dove Chemcos Indonesia meragukan hasil kesimpulan bahwa barang tidak rusak.
Setelah memakan waktu yang cukup lama dari awal komplain, PT. Sapta Permata meminta agar PT. Dove Chemcos Indonesia mengirimkan kembali sample barang.
“Setelah sample barang yabg telah rusak itu dikirimkan kesuplier PT. Sapta Permata, suplier mengakui bahwa terdapat kerusakan pada filter mereka yang mengakibatkan barang produksi mereka terjadi endapan dan rusak,” papar David.
Atas pengakuan suplier bahwa barang tersebut rusak, PT. Sapta Permata meminta barang untuk di return.
“Tetapi permintaan PT. Sapta Permata supaya PT. Dove Chemcos Indonesia melakukan pengiriman sample barang yang telah rusak baru dilakukan setengah tahun kemudian setelah komplain,” tutur David.
PT. Dove Chemcos Indonesia, lanjut David, tentu saja tidak bisa memenuhi permintaan PT. Sapta Permata karena barang yang sudah rusak atau terjadi endapan itu sudah disingkirkan atau dibuang PT. Dove Chemcos Indonesia.
“Barang itu kan sudah rusak, sudah ada endapan sehingga kami tidak bisa menyimpannya dalam jangka waktu yang lama karena bahan kimia yang telah rusak tersebut sangat berbahaya bagi seluruh karyawan kami,” ulas David.
Masih menurut penjelasan David, jika bahan kimia yang telah rusak masih disimpan bersama dengan bahan-bahan kimia lain, dapat mengakibatkan rusaknya bahan baku lain milik PT. Dove Chemcos Indonesia yang kondisinya sangat bagus.
David kembali menjelaskan, anehnya PT. Sapta Permata tetap memaksa PT. Dove Chemcos Indonesia untuk membayar bahan baku yang rusak itu.
“Tentu saja kami keberatan untuk melakukan pembayaran. Akibar rusaknya bahan kimia yang kami beli dari PT. Sapta Permata itu, PT. Dove Chemcos Indonesia kan mengalami kerugian. Kenapa masih ditagih juga?,” tanya David.
PT. Dove Chemcos Indonesia, sambung David, telah memiliki itikad baik untuk menyelesaikan perkara ini dengan mediasi hingga dua kali dengan kesepakatan potong pembayaran dan pembayaran secara termin, tetapi kesepakatan tidak pernah disetujui PT. Sapta Permata.
Sementara itu, Dr. Johan Widjaja, S.H., M.H. menyebut bahwa sebelumnya antara PT. Dove Chemcos Indonesia dan PT. Sapta Permata telah lama menjalin hubungan bisnis jual beli barang untuk bahan produk kecantikan.
“Tetapi untuk yang terakhir kali ini ditemukan adanya kecacatan barang yang dipesan. Permintaan PT. Sapta Permata supaya PT. Dove Chemcos Indonesia melakukan retur juga mereka lakukan dalam rentan waktu 195 hari sejak permintaan komplain tanggal 13 Desember 2022, sehingga hal tersebut sangat tidak normal,” kata Johan Widjaja
Atas gugatan dengan nomor perkara 71/Pdt.G.S/2024/PN.Sby tersebut David Tri Yulianto dan Dr. Johan Widjaja menduga adanya maksud dari PT. Sapta Permata dengan menggugat PT. Dove Chemcos Indonesia untuk mencemarkan nama baik PT. Dove Chemcos Indonesia, sebab PT. Sapta Permata kalah persaingan bisnis. (pay)