surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Dua Korban Penipuan Kajari Surabaya Palsu Ungkap Modus Kejahatan Yang Dilakukan Terdakwa Di Persidangan

 

Terdakwa Kajari Surabaya palsu disidang di PN Surabaya. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

SURABAYA (surabayaupdate) – Dua orang korban penipuan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang dilakukan Kajari Surabaya palsu, ungkap modus kejahatan yang dilakukan terdakwa.

Selain dua orang yang mengaku sebagai korban penipuan CPNS seorang terdakwa yang mengaku sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Surabaya, seorang pegawai Hotel Harris dan mantan karyawan hotel lain yang akhirnya menjadi sopir pribadi terdakwa, juga ungkap apa yang sudah dilakukan terdakwa selama ini, hingga akhirnya ditangkap tim intelijen Kejari Surabaya beserta petugas kepolisian dan akhirnya disidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Dua orang korban penipuan yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di persidangan itu bernama Deni Alam Kusuma dan Muhammad Dandi Prasetyo.

Selain itu, pada persidangan yang terbuka untuk umum dan digelar secara virtual dari ruang sidang Candra PN Surabaya ini, JPU juga menghadirkan Yeni Krisnawati selaku Head Marketing Comunication Harris Hotel, Candra Rizal Anggara selaku Kasubsi Intelijen Kejari Surabaya, dan Bagus Tri Sanjaya sopir pribadi terdakwa yang dulunya bekerja sebagai karyawan hotel di Surabaya.

Lima orang saksi yang dihadirkan ini, secara bergantian menerangkan apakah mereka pernah diperiksa di kepolisian, apakah lima orang saksi ini mengetahui tindak pidana yang dilakukan terdakwa Abdussamad.

Dihadapan JPU dan majelis hakim, saksi Deni Alam Kusuma dan saksi Muhammad Dandi Prasetyo diminta jaksa Furkon Adi Hermawan, jaksa yang bertugas di Kejari Surabaya yang ditunjuk sebagai JPU, untuk menjelaskan apa yang saksi ketahui tentang terdakwa dan apa yang sudah dilakukan terdakwa. Selain itu, kedua saksi juga diminta untuk menjelaskan, sejak kapan berkenalan dengan terdakwa Abdussamad.

Lebih lanjut saksi Deni Alam Kusuma mengatakan, bahwa ia mengenal terdakwa Abdussamad sejak 2019. Ketika berkenalan dengan saksi Deni Alam Kusuma, terdakwa Abdussamad menawarkan akan membantu saksi untuk masuk sebagai CPNS dilingkungan Kejaksaan Republik Indonesia.

“Waktu awal kenalan, terdakwa Abdussamad mengaku sebagai jaksa yang bertugas di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur. Kemudian, terdakwa menawari saya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilingkungan Kejaksaan RI,” ujar saksi Deni Alam Kusuma.

Untuk bisa menjadi PNS dilingkungan kejaksaan, lanjut saksi Deni, terdakwa Abdussamad kemudian meminta sejumlah uang. Dan sesuai hasil kesepakatan, uang yang diminta terdakwa Abdussamad sebesar Rp. 270 juta.

“Pemberian uang itu dilakukan secara bertahap, sejak September 2019. Saya lupa berapa kali, namun total uang yang sudah diserahkan kepada terdakwa sebesar Rp. 270 juta,” ungkap saksi Deni Alam Kusuma, Senin (17/5/2021).

Meski sudah menyerahkan uang hingga Rp. 270 juta, saksi Deni juga mengaku diwajibkan mengikuti berbagai persyaratan termasuk mengikuti ujian atau tes CPNS kejaksaan.

Namun, ujian calon PNS yang dilakukan saksi Deni gagal. Dipersidangan saksi Deni menerangkan, ketika ia tahu gagal dalam ujian masuk CPNS, saksi Deni kemudian menghubungi terdakwa Abdussamad dan memberitahukan perihal kegagalannya itu.

Mendapat laporan dari saksi Deni, terdakwa Abdussamad kemudian meminta saksi Deni bersabar. Hal ini akan dilaporkan ke pusat dan nanti Deni bisa diloloskan sebagai PNS, hingga saksi nanti akan menerima SK.

Para saksi saat disumpah. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

“Kurun waktunya sangat lama hingga akhirnya ada pengumuman tentang yang diterima sebagai PNS di kejaksaan. Ternyata, nama saya tidak ada,” papar saksi Deni dimuka persidangan.

Untuk mengetahui dugaan tindak pidana yang sudah dilakukan terdakwa Abdussamad, Jaksa Furkon Adi Hermawan kemudian bertanya ke saksi Muhammad Dandi Prasetyo.

Kepada saksi Muhammad Dandi Prasetyo, jaksa Furkon diawal persidangan bertanya, darimana saksi mengenal terdakwa Abdussamad pertama kalinya.

Menjawab pertanyaan Jaksa Furkon ini, saksi Deni mengaku bahwa yang mengenalkan dirinya dengan terdakwa adalah ayah kandung saksi Deni Alam Kusuma.

Lain halnya dengan saksi Deni Alam Kusuma, saksi Muhammad Dandi Prasetyo mengaku meminta bantuan terdakwa Abdussamad supaya bisa diterima sebagai pegawai dilingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), serta dapat diterima sebagai Polisi Khusus Pemasyarakatan (Polsus Pas).

“Saya sebenarnya suda mendaftar sebagai Polsus Pas di Kementerian Hukum dan HAM. Begitu berkenalan dengan terdakwa, saya pun minta supaya dibantu, supaya bisa lulus sebagai Polsus Pas,” ungkap Dandi.

Ketika itu, lanjut Dandi, saya juga diminta untuk memenuhi persyaratan yang diminta, termasuk mengikuti ujian atau tes sebagai Polsus Pas.

“Terdakwa kemudian meminta sejumlah uang. Menurut keterangan terdakwa, uang itu untuk meluluskan saya agar bisa diterima sebagai Polsus Pas,” kata saksi Dandi.

Awalnya, sambung Dandi, uang yang diminta adalah Rp. 325 juta namun seiring berjalannya waktu, uang yang diserahkan ke terdakwa Abdussamad hingga mencapai Rp. 445 juta.

Untuk membuat Dandi percaya, terdakwa Abdussamad kepada saksi Dandi bercerita bahwa ia ada kenal orang dibagian Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang bernama Gerry. Namun ternyata, belakangan diketahui, jika yang bernama Gerry itu adalah terdakwa Abdussamad sendiri.

Pada persidangan ini, saksi Muhammad Dandi Prasetyo juga mengaku, begitu mengikuti ujian masuk CPNS di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM periode Oktober 2019, ternyata ia dinyatakan tidak lulus.

“Kemudian, perihal ketidaklulusan ini saya beritahukan ke terdakwa Abdussamad. Terdakwa kemudian meminta saya untuk tenang dan jangan panik, sebab terdakwa yang nantinya akan mengurus SK Pengangkatan saya,” jelas saksi Muhammad Dandi Prasetyo.

Hingga ada pengumuman dari Kementerian Hukum dan HAM, sambung saksi Muhammad Dandi, nama saya tidak pernah ada. Dan hingga kini, SK Pengangkatan itu juga tidak pernah ada.

Baik saksi Deni Alam Kusuma maupun saksi Muhammad Dandi Prasetyo sama-sama mengaku, ketika berkenalan dengan mereka, terdakwa Abdussamad mengaku sebagai Kajari Surabaya.

Supaya mereka percaya, baik saksi Deni Alam Kusuma maupun saksi Muhammad Dandi Prasetyo mengaku, acapkali melihat terdakwa Abdussamad mengenakan pakaian dinas jaksa lengkap dengan atributnya seperti topi kejaksaan dan beberapa pin kejaksaan.

Terdakwa Abdussamad yang mengaku sebagai Kajari Surabaya, disidang atas dugaan penipuan penerimaan CPNS. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Untuk membuat saksi Muhammad Dandi percaya bahwa dirinya adalah seorang Kajari di Kejari Surabaya, terdakwa Abdussamad juga seringkali terlihat membawa tongkat komando dan menggunakan topi dinas ala jaksa.

Bukan hanya Deni Alam Kusuma dan Muhammad Dandi Prasetyo saja yang tertipu dengan penampilan terdakwa Abdussamad yang memperkenalkan dirinya sebagai Kajari Surabaya.

Dengan atribut jaksa, baju dinas kejaksaan dan tongkat komando, terdakwa Abdussamad juga berhasil memperdayai Bagus Tri Sanjaya, hingga akhirnya Bagus Tri Sanjaya yang dulunya bekerja disebuah hotel di Surabaya, memilih mengundurkan diri dan menjadi sopir pribadi terdakwa Abdussamad yang ia kenal sebagai Kajari Surabaya.

Perihal tingkah polah terdakwa Abdussamad sebagai Kajari Surabaya itu diungkapkan Bagus Tri Sanjaya dimuka persidangan. Namun anehnya, selama menjadi sopir pribadi terdakwa Abdussamad sebagai sosok Kajari, didalam persidangan, saksi Bagus Tri Sanjaya tidak pernah sekalipun mengantarkan terdakwa Abdussamad “ngantor” sebagai Kajari.

Didalam persidangan, saksi Bagus Tri Sanjaya paling sering mengantarkan istrinya kemudian mengantarkan istri terdakwa tersebut ke sebuah rumah yang beralamat di Jalan Sambi Arum Surabaya.

Begitu resmi diterima sebagai “driver” pribadi seorang Kajari, terdakwa Abdussamad kemudian memberikan ID Card driver ke Bagus Tri Sanjaya. Di ID Card yang dibuat sendiri oleh terdakwa tersebut, bahkan terlihat tulisan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada bagian atasnya.

Sebagai seorang sopir pribadi Kajari, didalam persidangan, saksi Bagus Tri Sanjaya mengaku hanya standby di hotel Harris saja, tempat terdakwa Abdussamad tinggal selama dua bulan lamanya.

Bukan hanya itu, didalam persidangan ini, Jaksa Furkon Adi Hermawan juga memperlihatkan Surat Ijin Mengemudi (SIM) atas nama terdakwa. Dalam SIM itu terlihat foto terdakwa menggunakan baju dinas seorang pejabat kejaksaan lengkap dengan atributnya.

Untuk diketahui, dalam surat dakwaan yang disusun dan ditanda tangani Jaksa Furkon Adi Hermawan ini dijelaskan, bahwa terdakwa Abdussamad didakwa melanggar pasal 378 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dalam surat dakwaan JPU itu juga disebutkan, bahwa dugaan tindak pidana yang dilakukan terdakwa Abdussamad itu terjadi sekitar September 2019 sampai November 2020, bertempat di Jalan Dukuh Kapasan No. 38 RT. 001 RW. 002 Kelurahan Sambikerep Kecamatan Sambikerep Kota Surabaya, Jalan Dukuh Sambikerep V/3 RT. 02 RW. 04 Kelurahan Sambikerep Kecamatan Sambikerep Kota Surabaya dan kantor BCA Citraland Surabaya.

Lebih lanjut dalam surat dakwaan JPU tersebut dijelaskan, bahwa awalnya sekitar September 2019, terdakwa berkenalan dengan (alm) Joyo Santoso, orang tua Deni Alam Kusum. Dalam perkenalannya dengan Joyo Santoso tersebut, terdakwa Abdussamad mengaku sebagai jaksa yang bertugas di Kejati Jawa Timur.

Kepada (alm) Joyo Santoso, terdakwa Abdussamad mengatakan bahwa, Oktober 2019 akan ada pendaftaran CPNS di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia.

Terdakwa lalu menawari (alm) Joyo Santoso maupun Deni Alam Kusuma bisa memasukkan Deni Alam Kusuma sebagai CPNS di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia untuk formasi “Calon Jaksa” dengan syarat harus melakukan pendaftaran, mengikuti ujian/test dan harus menyerahkan sejumlah uang kepada terdakwa untuk mempermudah atau memperlancar proses penerimaan CPNS itu.

Dalam beberapa kali pertemuannya dengan Deni Alam Kusuma maupun Joyo Santoso, terdakwa Abdussamad seringkali mengenakan seragam dan atribut kejaksaan dengan maksud untuk menyakinkan (alm) Joyo Santoso maupun Deni Alam Kusuma, kalau terdakwa memang seorang jaksa.

Atas rangkaian kata-kata bujuk rayu terdakwa, Deni Alam Kusuma tertarik ikut penerimaan CPNS Kejaksaan Republik Indonesia melalui terdakwa.

Sekitar Oktober 2019, setelah Deni Alam Kusuma melakukan pendaftaran CPNS di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia, terdakwa mengatakan kepada Deni Alam Kusuma agar nomor peserta diserahkan kepada terdakwa karena akan diuruskan di Kejaksaan Agung.

Masih dalam surat dakwaan JPU disebutkan, setelah menerima uang sejumlah Rp.270,5 juta dari Deni Alam Kusuma, terdakwa menjanjikan Deni Alam Kusuma akan diterima dan diangkat sebagai CPNS di Kejaksaan Republik Indonesia pada tanggal 28 Januari 2021.

Namun, tanggal 28 Januari 2021 saat kelulusan tes CPNS Kejaksaan Republik Indonesia diumumkan, ternyata nama Deni Alam Kusuma tidak tercantum dalam pengumuman tersebut, kemudian Deni Alam Kusuma bertanya kepada terdakwa dan dijawab terdakwa memang prosedurnya seperti itu. Lalu, terdakwa mengatakan ke Deni Alam Kusuma, akan menguruskan Surat Keputusan (SK) Pengangkatan serta menjanjikan SK segera turun dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) atau Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

Hingga saat ini, Deni Alam Kusuma belum diterima sebagai CPNS dan tidak mendapatkan SK, baik dari BKN maupun Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

Ketika Deni Alam Kusuma mencoba menghubungi terdakwa, ternyata nomor HP terdakwa sudah tidak aktif.

Terdakwa dengan cara yang sama juga mengaku sebagai jaksa yang bertugas di Kejati Jawa Timur kepada Muhammad Dandi Prasetyo dan mengatakan mempunyai kenalan pejabat di Kemenkum HAM.

Kepada Muhammad Dandi Prasetyo, terdakwa juga menjanjikan bisa diterima sebagai CPNS di Kemenkumham untuk formasi Petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) pada penerimaan CPNS tahun 2019 yang dilaksanakan mulai Oktober 2019.

Terdakwa mengatakan, bisa menjamin Muhammad Dandi Prasetiyo diterima sebagai CPNS namun harus menyediakan sejumlah uang untuk memperlancar proses penerimaan CPNS tersebut.

Oleh karena perkataan dan tindakan terdakwa yang sangat menyakinkan, seolah-olah terdakwa benar merupakan seorang jaksa, akhirnya Muhammad Dandi Prasetiyo tergerak untuk menyerahkan uang kepada Terdakwa yang keseluruhannya berjumlah Rp. 500 juta secara bertahap sejak tanggal 16 Desember 2019 sampai 16 November 2020.

Setelah menerima uang sebesar Rp. 500 juta, terdakwa menjanjikan Muhammad Dandi Prasetiyo akan diterima dan diangkat sebagai CPNS Kemenkumham tanggal 11 Januari 2021.

Namun, tanggal 11 Januari 2021 saat kelulusan tes CPNS diumumkan, ternyata nama Muhammad Dandi Prasetiyo tidak tercantum dalam pengumuman tersebut. Kemudian, Muhammad Dandi Prasetiyo bertanya kepada terdakwa dan dijawab terdakwa memang prosedurnya seperti itu.

Lalu terdakwa mengatakan kepada Muhammad Dandi Prasetiyo, akan menguruskan Surat Keputusan (SK) Pengangkatan serta menjanjikan SK segera turun dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) atau Kemenkumham.

Namun sampai dengan saat ini, Muhammad Dandi Prasetiyo belum diterima sebagai CPNS dan tidak mendapatkan SK baik dari BKN maupun Kemenkumham. ketika Muhammad Dandi Prasetiyo mencoba menghubungi terdakwa, nomor hp terdakwa sudah tidak aktif lagi.

Dari penyerahan uang, baik dari Deni Alam Kusuma sebesar Rp.270,5 juta maupun dari Muhammad Dandi Prasetyo sebesar Rp. 500 juta, terdakwa Abdussamad mendapatkan keuntungan total Rp.770,5 juta.

Uang itu, dipergunakan terdakwa untuk kepentingan pribadi, diantaranya untuk biaya penginapan terdakwa dan keluarganya di hotel daerah Jakarta dan Surabaya sejak akhir September 2019 sampai awal Maret 2021, kebutuhan hidup sehari-hari selama di Jakarta dan Surabaya, keperluan berobat terdakwa dan keperluan lainnya. (pay)

Related posts

Hindari Penyebaran Covid 19, Polda Jatim Batasi Jam Pelayanan Masyarakat

redaksi

KABAG HUKUM PEMKOT SURABAYA DITUDING PERMAINKAN TANAH NEGARA

redaksi

Pernyataan Dua Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Di Persidangan Makin Menyudutkan Posisi Guru Besar Ubaya

redaksi