SURABAYA (SurabayaUpdate) – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali menyidangkan perkara tindak pidana penipuan dengan terdakwa Choirul Sholeh. Dalam persidangan, Rabu (13/8), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan seorang pria yang menjadi marketing freelance.
Bertempat di ruang sidang Candra PN Surabaya, majelis hakim yang diketuai M. Yappy SH mendengarkan kesaksian Markus Jhon Fitz Gerald, warga Jalan Manukan Surabaya. Saksi Markus adalah marketing freelance yang selama ini mencari order untuk PT. Istana Palapa Kertas (PT. ISPAK) yang berlokasi di Jalan Gula Surabaya.
Pada persidangan itu terungkap, bahwa saksi tidak mengetahui proses jual beli kopi sebanyak 7,9 ton yang dilakukan Jagdish Singh, yang menjabat sebagai manajer di PT. ISPAK, dengan tersangka Choirul Sholeh.
“Saya hanya menjembatani terjadinya proses jual beli lada antara PT. ISPAK dengan Hartono Wijaya. Waktu itu, Hartono Wijaya berminat untuk membeli lada milik PT. ISPAK sebanyak 6,24 ton. Harga yang disepakati adalah Rp. 430 juta, “ ungkap Markus.
Awalnya, sebelum transaksi jual beli itu terjadi, saksi Markus mengaku kenal dengan Hartono Wijaya melalui Suminto. Waktu itu, Suminto yang menjadi broker, mengatakan bahwa ada orang yang ingin membeli rempah-rempah dalam jumlah banyak.
“Hartono Wijaya akhirnya melakukan transaksi jual beli dengan bos saya Jagdish Singh. Sebelum transaksi terjadi, saya mengatakan ke Hartono Wijaya, bahwa harga per kilo lada itu adalah Rp. 70 ribu. Hartono Wijaya pun menyanggupinya hingga proses jual beli terjadi, “ papar Markus.
Masih menurut Markus, namun pada saat disetorkan ke perusahaan, lada itu adalah Rp. 65 ribu. Sebagai marketing, Markus mengambil keuntungan Rp. 5 ribu per kilo. Namun, pada saat lada sudah dikirim, Markus hanya diberi uang keuntungan sebesar Rp. 18 juta. Uang Rp. 10 juta dibayarkan Hartono Wijaya dalam bentuk tunai, sedangkan Rp. 8 juta ditransfer.
“Begitu selesai membuat perjanjian jual beli, lada kemudian dikirim ke sebuah rumah di Jalan Danau Kerinci, Malang. Ternyata rumah itu ditempati Tutik Farida. Usai melakukan pengiriman barang, saya tidak mengetahui apa yang selanjutnya terjadi, “ pungkasnya.
Walau sudah memberikan kesaksian yang panjang, majelis hakim akhirnya meminta saksi untuk berhenti bersaksi. Mengapa? Apa yang diceritakan saksi itu hanya seputar proses jual beli lada dengan pembeli Hartono Wijaya.
Faktor lain yang membuat majelis hakim menghentikan persidangan dan melanjutkannya minggu depan, karena saksi Markus ternyata tidak mengetahui seputar pembelian kopi sebanyak Rp. 7,9 ton yang dilakukan Jagdish Singh dengan terdakwa.
Seperti yang pernah diberitakan sebelumnya, kasus ini berawal dari proses jual beli yang dilakukan PT. ISPAK yang menjual rempah-rempah dan hasil bumi lainnya, bertransaksi dengan Hartono Wijaya, kawan terdakwa yang ia kenalkan ke saksi korban. Begitu berkenalan dengan saksi, Hartono Wijaya yang mengaku sebagai seorang pengusaha tersebut, ingin membeli kapulaga yang dimiliki PT. ISPAK.
Jagdish Singh, manajer PT. ISPAK yang didengar kesaksiannya pada persidangan sebelumnya mengatakan, untuk pembelian kapulaga ini nilainya Rp. 1 miliar. Waktu itu, saya datang bersama dengan terdakwa Choirul Sholeh untuk menemui Hartono Wijaya. Begitu transaksi jual beli selesai dibuatkan, kapulaga kemudian dibawa mereka.
“ Ketika akan mencairkan hasil penjualan kapulaga itu, ternyata tidak bisa. Kami kemudian menagih secara langsung ke Hartono Wijaya. Ternyata Hartono Wjaya sudah tidak diketahui lagi kemana. Sampai-sampai pusing untuk mencari keberadaan Hartono Wijaya, “ mengutip pernyataan Jagdish Singh pada persidangan sebelumnya.
Namun tiba-tiba, lanjut Singh, datanglah terdakwa Choirul Sholeh. Ia kemudian berniat membeli kopi kepada saya. Namun saya tolak karena temannya terdakwa itu hingga kini tidak kunjung melakukan pembayaran. Akhirnya, terdakwa Choirul Sholeh mengatakan akan melunasi semua transaksi, setelah saya menyerahkan kopi kepadanya.
“Terdakwa Choirul Sholeh pun menunjukkan rumah dan segala harta yang ia punya ke saksi Jagdish Singh. Selain itu, untuk meyakinkan supaya saksi Jagdish Singh mau dibeli kopi-nya, terdakwa Choirul Sholeh kemudian memperkenalkan seorang laki-laki yang diakuinya sebagai anak, “ jelas Jagdish Singh.
Masih menurut Jagdish Singh, laki-laki itu dikatakan terdakwa sebagai anaknya. Ia seorang polisi yang berdinas di Polda Jatim di Pamobvit. Pangkatnya Bripda. Selain itu, saya juga diperkenalkan dengan seseorang yang berasal dari Denpom Malang dengan nama Wayan.
Wayan ini juga ikut menjamin akan menemukan Hartono Wijaya sehingga seluruh hutang Hartono Wijaya akan segera lunas.Akhirny, perjanjian jual beli pun dibuat. Yang menjadi obyek adalah kopi sebanyak 7,9 ton dengan harga Rp. 173 juta.
Usai melakukan transaksi dengan terdakwa, saksi Singh yang mempunyai firasat buruk terhadap Hartono Wijaya dan terdakwa, saksi Jagdish Singh kemudian menyuruh anak buahnya mengikuti mobil yang dipakai untuk mengangkut kopi hingga sampai ke gudang tempat penyimpanan kopi tersebut.
Saksi Jagdish Singh pun mengaku mengalami nasib yang sama ketika melakukan transaksi jual beli dengan Hartono Wijaya. Terdakwa selalu ingkar dan mengelak ketika ditagih pembayaran kopi. Jagdish pun melaporkan kasus ini ke polisi.
Diakhir kesaksiannya, saksi Jagdish Singh memohon kepada hakim untuk menghukum berat terdakwa karena terdakwa dan beberapa pihak yang saat ini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) termasuk Hartono Wijaya.
Jagdish Singh juga mengaku jika terdakwa dan teman-temannya yang DPO itu adalah jaringan penipu yang selama ini beraksi di wilayah Jawa Timur. (pay)