SURABAYA (surabayaupdate) – Setelah memberi kesempatan kepada pemohon praperadilan untuk menghadirkan saksi ahli di muka pengadilan, pada persidangan lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (8/10) ini, kualitas dua saksi ahli yang dihadirkan termohon praperadilan diragukan.
Dua saksi ahli yang dihadirkan Polrestabes Surabaya sebagai termohon praperadilan yang digelar di ruang sidang Sari 2 PN Surabaya ini adalah :Andi Yulianto, SS, Msi, seorang ahli bahasa dari Universitas Surabaya (Unesa) dan Riza Alfianto Kurniawan, SH, MTCP.
Pada persidangan yang dibuka untuk umum dan dipimpin hakim tunggal, Maxi Sigarlaki, SH ini, Dr. Ir. Yudi Wibowo Sukinto, SH, MH yang pada persidangan ini bertindak sebagai pemohon praperadilan dan advokat serta didampingi dua penasehat hukumnya, yaitu Mudji Santoso, SH dan Jeffry Nicolas Simatupang, SH, langsung bereaksi begitu mengetahui jika dua saksi ahli yang dihadirkan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam undang-undang.
Awalnya, begitu hakim Maxi Sigarlaki membuka persidangan, Andi Yulianto didaulat untuk memberi kesaksian di muka persidangan. Saksi Andi Yulianto kemudian menjelaskan klasifikasi dan pengertian preman.
Dalam kesaksiannya di muka persidangan, ahli menjabarkan pengertian preman tersebut diklasifikasikan menjadi dua, mempunyai arti positif dan mempunyai arti negatif. Kata preman akan diartikan positif jika itu menyangkut anggota polisi yang sedang melakukan penyamaran, tidak menggunakan pakaian dinas.
“Sedangkan preman diartikan negatif, apabila orang itu pernah melakukan tindak kejahatan di masa lampau, “ ujar Andi Yulianto di muka persidangan.
Jika dalam sebuah surat yang ditulis menyebutkan seseorang itu adalah seorang preman, lanjut Andi, maka kalau hal itu belum pernah terjadi atau dilakukan orang yang dituduh tersebut, maka pernyataan preman yang tertera dalam surat tersebut bisa dikategorikan sebagai fitnah.
Usai memberikan pernyataan di muka persidangan sesuai dengan keahliannya, ahli kedua yang didaulat untuk memberikan kesaksian di muka persidangan adalah DR. Riza Alfianto Kurniawan, SH, MTCP.
Ahli pidana yang saat ini menjadi pengajar di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini menjabarkan beberapa hal, mulai tentang pengertian ahli, seputar pasal 310 KUHP dan penentuan status tersangka seseorang.
Untuk definisi ahli, Riza Alfianto Kurniawan, SH, MTCP mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ahli adalah mereka yang mempunyai kompetensi keahlian baik di bidang ilmu yang dimiliki.
“Kompetensi keahlian itu bisa didapat dari pendidikan atau dari pengakuan karena berdasarkan dari pengalaman karena pernah melakukan penelitian terhadap suatu hal atau melakukan perbuatan keahlian sehingga ia disebut seorang ahli, “ ungkap Riza.
Terkait tentang esensi pasal 310 KUHP, pasal ini mengandung beberapa unsur, mulai dari barang siapa dan adanya perbuatan yang dilakukan seseorang untuk menyerang kehormatan orang lain.
“Pada pasal 310 KUHP ini, unsur barang siapa itu terkait dengan subyek pelaku. Sedangkan dalam pasal ini juga ada sebuah perbuatan yang dilarang, dimana perbuatan tersebut bertujuan untuk menyerang kehormatan seseorang atau nama baik seseorang dengan cara menuduhkan sesuatu dengan maksud untuk diketahui umum, “ ungkap Riza.
Sehingga lanjut Riza, di dalam pasal 310 KUHP ini, ada sebuah perbuatan nista dengan menuduhkan sesuatu dimana tujuan dari pelakunya sendiri adalah untuk menyerang kehormatan serta nama baik dan kegiatan ini diketahui umum.
Pengertian umum yang terdapat dalam pasal 310 KUHP ini sendiri adalah adanya informasi, dimana informasi tersebut dapat diakses, dapat diketahui publik atau khalayak umum sehingga semua orang mengetahuinya. (pay)