surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Hukuman Mati Menanti Kades Hariyono Dan Terdakwa Madasir

Terdakwa Hariyono (KIRI) dan terdakwa Madasir (KANAN) sedang berkoordinasi dengan penasehat hukumnya. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)
Terdakwa Hariyono (KIRI) dan terdakwa Madasir (KANAN) sedang berkoordinasi dengan penasehat hukumnya. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

SURABAYA (surabayaupdate) – Sidang dugaan penganiayaan terhadap Tosan dan dugaan pembunuhan terhadap Salim Kancil yang dilakukan 34 orang yang masuk dalam tim 12 akhirnya digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Pada persidangan yang terbuka untuk umum di ruang sidang Candra PN Surabaya, Kamis (18/2) ini, dihadapan majelis hakim yang diketuai Jihad Arkanuddin, SH, 4 orang Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Lumajang dan Kejari Surabaya menghadirkan 34 orang yang diduga kuat melakukan dan turut melakukan tindak pidana penganiayaan dan tindak pidana pembunuhan yang menimpa Tosan dan Salim Kancil.

Dari 34 terdakwa yang dihadirkan, di ruang sidang Candra PN Surabaya tersebut, JPU menghadirkan terdakwa Hariyono yang menjabat sebagai Kades Selok Awar-Awar dan terdakwa Madasir, orang kepercayaan Kades Hariyono yang menjabat sebagai Ketua Tim 12 dan Ketua LMDH yang juga menjabat sebagai Ketua Paguyuban Masyarakat Pro Penambangan Desa Selok Awar-Awar Kelurahan Pasirian Kecamatan Lumajang.

Berdasarkan surat dakwaan yang disusun jaksa Herry Santoso, SH dari Kejari Lumajang, hukuman terberat yaitu hukuman mati sudah menunggu terdakwa Hariyono dan terdakwa Madasir.

Mengapa terdakwa Hariyono dan terdakwa Madasir terancam hukuman mati? Berdasarkan surat dakwaan sebanyak 24 lembar tersebut disebutkan bahwa terdakwa Hariyono dan terdakwa Madasir didakwa dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati.

Secara bergantian, 4 orang jaksa dari Kejari Lumajang dan dari Kejari Surabaya yaitu Dodik Gazali Emil, SH dari Kejari Lumajang, Herry Santoso dari Kejari Lumajang, Nai’mullah dari Kejari Lumajang dan Wihelmina dan Kejari Surabaya membacakan surat dakwaan atas nama Hariyono dan Madasir.

terdakwwa Hariyono (KIRI) dan terdakwa Madasir (KANAN) sedang mendengarkan pembacaan dakwaan di PN Surabaya. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)
terdakwwa Hariyono (KIRI) dan terdakwa Madasir (KANAN) sedang mendengarkan pembacaan dakwaan di PN Surabaya. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Dari surat dakwaan itu, terdakwa Hariyono dan terdakwa Madasir didakwa dengan pasal berlapis. Perbuatan terdakwa Hariyono dan terdakwa Madasir dalam dakwaan kesatu  primer melanggar pasal 340 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsidair pasal 338 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP lebih subsidair pasal 351 ayat (3) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Masih dalam uraian surat dakwaan tersebut, perbuatan terdakwa Hariyono dan terdakwa Madasir didakwa melanggar pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP. Selain itu, untuk dakwaan ketiga primair melanggar pasal 340 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 53 KUHP subsidair pasal 338 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 53 KUHP lebih subsidair pasal 351 ayat (2) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kedua terdakwa masih didakwa dengan pasal 170 ayat (2) ke-2 KUHP untuk dakwaan keempat primer.

Dari surat dakwaan atas nama terdakwa Hariyono dan terdakwa Madasir itu diceritakan, terdakwa Madasir dan terdakwa Hariyono bersama dengan 5 terdakwa lainnya yang bernama Widiyanto, Hendrik Alfan, Sukit, Buriyanto alias Buri, Farid Wardoyo (berkas terpisah) serta Tinarlap (berkas terpisah) pada hari Sabtu (26/9/2015) bertempat di Desa Selok Awar-Awar Kecamatan Pasiran Kabupaten Lumajang, telah melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, yaitu korban atas nama Salim alias Kancil atau dikenal dengan nama Salim Kancil.

“Kasus ini berawal dari adanya penambangan pasir yang berada di Watu Pecak Desa Selok Awar-Awar Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang yang dilakukan masyarakat diketuai terdakwa Hariyono selaku Kepala Desa (Kades) Selok Awar-Awar Kecamatan Pasirian dan terdakwa Madasir selaku Ketua Tim 12 dan juga menjabat sebagai Ketua LMDH dan Ketua Paguyuban Masyarakat Pro Penambangan Pasir, “ ujar jaksa Nai’mullah.

Dengan adanya penambangan pasir itu, lanjut Nai’mullah, maka muncullah masyarakat yang kontra atau anti penambangan dan tidak setuju dengan kegiatan penambangan tersebut karena akan berdampak buruk pada lingkungan masyarakat di sekitar pesisir pantai tempat terjadinya penambangan.

“Mereka yang kontra atau menolak adanya penambangan itu adalah Salim Kancil, Moch. Imam, Ridwan, Iksan Sumar dan Abdul Hamid. Terdakwa Madasir yang begitu tunduk dan patuh dengan perintah terdakwa Hariyono. Oleh karena itu, keduanya mempunyai hubungan emosional yang sangat erat karena terdakwa Madasir diangkat sebagai Ketua Tim 12 dan Ketua LMDH serta Ketua Paguyuban Masyarakat Pro Penambangan oleh terdakwa Hariyono, “ ungkap Jaksa Nai’mullah.

Seorang polisi sedang berjaga-jaga di belakang terdakwa Hariyono dan terdakwa Madasir pada sidang pembacaan dakwaan di PN Surabaya. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)
Seorang polisi sedang berjaga-jaga di belakang terdakwa Hariyono dan terdakwa Madasir pada sidang pembacaan dakwaan di PN Surabaya. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Dengan adanya kelompok masyarakat anti penambangan, lanjut Nai’mullah, dan masyarakat pro penambangan, maka di Desa Selok Awar-Awar sering terjadi gesekan antara Kades Hariyono dan para pendukungnya melawan Forum Masyarakat Peduli Pesisir Desa Selok Awar-Awar yang terdiri dari Tosan, Salim Kancil, Iksan Sumar, Sapari, Anshori dan Abdul Hamid.

“Meski pernah dilakukan pertemuan di kantor Kecamatan Pasirian tanggal 8 September 2015 sekitar pukul 13.00 Wib yang dihadiri Camat Pasirian Abdul Basar, Kapolsek Pasirian Sudarminto, Kades Selok Awar-Awar Hariyono, Ketua Tim 12 dan Ketua LMDH Madasir, Koramil Pasirian Serma Abdul Gofur, Totok dari Perhutani, Kanit Pidsus Polres Lumajang Ipda Hariyanto dan Hanafi perwakilan dari LMDH dan Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Pesisir Desa Selok Awar-Awar yang terdiri dari Tosan, Salim Kancil, Iksan Sumar, Sapari, Anshori dan Abdul Hamid, namun pertemuan itu tidak menghasilkan kesepakatan apapun, “ jelas Nai’mullah.

Bahkan, sambung Nai’mullah, terdaka Madasir dalam pertemuan tersebut mengatakan, jika tambang ditutup maka akan terjadi pertumpahan darah. Selanjutnya, Rabu (9/9/2015) Tosan memberitahukan ke Camat Pasirian akan melakukan unjuk rasa damai di depan rumahnya dengan cara menghentikan mobil atau truk pengangkut pasir serta memberikan kertas ukuran folio. Di kertas bertuliskan “Tolong jangan digali lagi “.

“Kemudian Sudarminto Kapolsek Pasirian, Sutaryo (Babinsa), Sigit Pramono (Babinmas) dan Abdul Basar (Camat Pasirian) datang ke rumah Tosan untuk menghentikan unjuk rasa damai sambil membawa surat pernyataan tertanggal 9 September 2015 yang ditanda tangani terdakwa Hariyono selaku Kades Selok Awar-Awar, “ ungkap Nai’mullah.

Masih menurut Nai’mullah, isi dari surat pernyataan itu adalah terdakwa Hariyono akan menghentikan penambangan pasir di Watu Pecak Desa Selok Awar-Awar. Di dalam surat pernyataan itu juga dinyatakan bahwa Kades Haryono akan menghentikan truk pemuat pasir yang melewati Desa Selok Awar-Awar.

Setelah menerima surat pernyataan itu, Tosan kemudian memperbanyak surat pernyataan tersebut dan membagi-bagikan kepada warga Desa Selok Awar-Awar. Satu hari setelah penambangan pasir ditutup, tanggal 10 September 2015, Tosan didatangi terdakwa Madasir dan Tinarlap dengan membawa senjata tajam.

Terdakwa Madasir juga mengancam akan membunuh Tosan karena Tosan dianggap paling aktif dilapangan, memprotes kegiatan penambangan pasir ilegal di Watu Pecak Desa Selok Awar-Awar Kecamatan Pasirian. (pay)

Related posts

Kamaruddin Simanjuntak Hadiri Munaslub AAI Officium Nobile Di Surabaya

redaksi

Puluhan Konsumen Sipoa Ingin Bertemu Kajati Jatim, Sampaikan Keberatan Atas Upaya Banding Jaksa

redaksi

Dalam Kondisi Emosi, Heru Herlambang Akui Telah Menendang Agustinus Eko Pudji Prabowo

redaksi