SURABAYA (surabayaupdate) – Sidang lanjutan pengajuan nota keberatan atau eksepsi yang dimohonkan Jennie Jesslyn, terdakwa kasus dugaan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan, yang disidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya akhirnya berakhir. Majelis hakim menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan terdakwa tersebut.
Pembacaan ditolaknya nota keberatan atau eksepsi tersebut, dibacakan hakim Tachsin, pada persidangan yang terbuka untuk umum dengan agenda pembacaan putusan sela, yang dilaksanakan di ruang sidang Kartika 2, PN Surabaya, Rabu (18/10).
Keputusan untuk menolak eksepsi tersebut, setelah majelis hakim membaca sota keberatan atau eksepsi yang disusun tim penasehat hukum terdakwa Jennie Jesslyn, kemudian membaca surat dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Lebih lanjut majelis hakim berpendapat bahwa pernyataan tim penasehat hukum terdakwa, sebagaimana dituangkan dalam eksepsinya yang menyatakan surat dakwaan JPU tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap itu tidak benar dan tidak beralasan.
“Dalam menyusun surat dakwaan, JPU telah menyusun data-data terdakwa mulai dari nama, tempat tanggal lahir, alanat, jenis kelamin,agama dan lain-lain. JPU juga dalam surat dakwaannya menguraikan peristiwa pidana yang dilakukan terdakwa Jennie Jesslyn, “ ujar hakim Tachsin.
Menurut surat dakwaan yang disusun JPU itu, lanjut Tachsin diterangkan bahwa tindak pidana yang dilakukan terdakwa Jennie Jesslyn tersebut terjadi tanggal 20 Nopember 2016 saat terdakwa sedang menunggu suaminya yang bernama Tommy Widjaya, dimana saat itu suami terdakwa sedang dirawat di Rumah Sakit (RS) Siloam lantai III, sekitar pukul 15.00 Wib.
“Pada waktu itu, terdakwa marah-marah dengan menyebut Prof. DR.Dr. Ami Ashariati, Sp.PD.KHOM-FINASIM dengan mengatakan anda seorang dokter goblok, kurang ajar, gila, anjing, kemudian dilerai, “ papar Tachsin saat membacakan pertimbangan hukumnya.
Selain itu, dalam pertimbangannya, majelis hakim berpendapat bahwa surat dakwaan yang disusun JPU tersebut juga sudah menyertakan syarat formilnya tentang identitas terdakwa, uraian tindak pidana yang dilakukan terdakwa, tanggal.
Pada pertimbangan hukum majelis hakim yang dibacakan hakim Tachsin ini juga disebutkan mengenai uraian pasal yang sama pada kedua pasal yang didakwakan secara alternatif atas perbuatan terdakwa dimana terdakwa didakwa melanggar pasal 310 ayat (1) KUHP atau kedua melanggar pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP, menurut majelis hakim bahwa perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa tersebut masih perlu dibuktikan dalam pemeriksaan perkara, apakah perbuatan terdakwa itu dapat memenuhi unsur-unsur dari pasal yang didakwakan.
“Memperhatikan pasal 158, pasal 143 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, mengadili satu menyatakan nota keberatan atau eksepsi yang diajukan kuasa hukum terdakwa tidak diterima, “ ujar Tachsin.
Memerintahkan kepada Penuntunt Umum, sambung Tachsin untuk melanjutkan pemeriksaan perkara nomor : 2325/Pid.B/2017/PN.Sby atas nama terdakwa Jennie Jesslyn.
Sementara itu, Valens Lamury Hadjon, salah satu penasehat hukum terdakwa mengaku sedikit kecewa dengan tidak diterimanya nota keberatan terdakwa Jennie Jesslyn melalui penasehat hukumnya.
Ditemui usai persidangan, Valen mengatakan, bahwa memang benar tindakan yang sudah dilakukan terdakwa Jennie Jesslyn sudah menyerang kehormatan Prof. DR.Dr. Ami Ashariati, Sp.PD.KHOM-FINASIM, sebagaimana disebut dalam dakwaan JPU.
“Namun, harus diingat, bahwa tindakan yang dilakukan terdakwa itu tidak disertai dengan ancaman kekerasan. Jika hakim berpendapat lain, kami sangat menghargai putusan yang diambil majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini, “ papar Valen.
Valen menambahkan, pada persidangan selanjutnya yaitu pembuktian pokok materi, tim penasehat hukum Jennie Jesslyn akan membuktikan bahwa terdakwa benar-benar tidak ada ancaman kekerasan ketika menyerang kehormatan Prof. DR.Dr. Ami Ashariati, Sp.PD.KHOM-FINASIM.
Selain itu, tim penasehat hukum terdakwa juga ikut menyayangkan adanya pasal tambahan di perkara terdakwa. Pasal yang ditambahkan itu adalah pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP. Yang disayangkan dengan adanya pasal ini adalah, pasal ini diberikan di detik-detik terakhir tahap II. Menurut Valen, waktu itu, jaksa tiba-tiba meminta penyidik untuk menambahkan pasal 335 ayat (1) ke-1 tersebut. Awalnya, pasal yang didakwakan ke terdakwa adalah pasal 310 ayat (1) KUHP.
Dengan adanya penambahan pasal ini, Valen menambahkan bahwa JPU tidak pas dalam mendakwakan pasal karena terdakwa ada menyerang kehormatan korban namun tidak ada ancaman kekerasan yang dilakukan terdakwa. (pay)