SURABAYA (surabayaupdate) – Perkara dugaan tindak pidana pemalsuan surat yang menjadikan Djie Kian Sioe menjadi terdakwa, sudah diputus majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Namun, Pieter Talaway menilai bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah memperlihatkan adanya parodi hukum di perkara ini.
Sebagai penasehat hukum Djie Kian Sioe, Pieter Talaway sangat berterima kasih kepada majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini, karena sudah tertindak sangat adil dan memandang perkara ini sangat obyektif dengan mempertimbangkan bukti-bukti yang dilampirkan tim penasehat hukum Dji Kian Sioe.
Lebih lanjut Pieter mengatakan, perkara ini sebenarnya tidak layak untuk dinaikkan ke persidangan, apalagi dinyatakan P21 atau dinyatakan sempurna oleh JPU. Namun, JPU sudah membuat parodi hukum di perkara ini.
“Sejak awal, perkara ini tidak bisa dilanjutkan, apalagi ke persidangan. Namun terasa sangat aneh ketika JPU menyatakan perkara ini sempurna dan di P21. Banyak hal menarik yang bisa dicermati dalam perkara ini,” ujar Pieter Talaway, Jumat (9/10).
Hal menarik itu, lanjut Pieter, diantaranya adalah tentang kualitas Ferry Soetanto sebagai korban dan saksi pelapor. Sebenarnya, Ferry Soetanto tidak berkualitas menjadi pelapor karena Ferry Soetanto hanya pembeli rumah yang dalam sengketa.
“Ferry Soetanto dalam hal ini sebagai pembeli tanah di Jalan di Jalan Agus Salim, Madiun sudah mengetahui bahwa rumah yang dibelinya dari Suherman itu ada sengketa. Menurut putusan Mahkamah Agung (MA), rumah itu harus dikembalikan ke Djie Kian Sioe,” jelas Pieter.
Secara logika, sambung Pieter, seharusnya Ferry ini melaporkan atau menuntut Suherman sebagai penjual. Namun, yang terjadi adalah, Ferry Soetanto dan Suherman secara bersama-sama melaporkan Djie Kian Sioe.Motivasinya, kedua orang ini ingin mendapatkan rumah dan tanah yang di Jalan Agus Salim, Madiun ini secara cuma-cuma.
Masih menurut Pieter, Suherman sendiri perilakunya sudah sering dipidana masalah penipuan, pemalsuan surat. Masalah penipuan maupun pemalsuan surat yang dilakukan Suherman ini akhirnya diketahui dari pengakuan mantan polisi yang bersaksi di persidangan. Selain itu, berdasarkan berita-berita dikoran yang menulis tentang sepak terjang Suherman terkait penipuan yang sudah dilakukannya terhadap banyak pihak.
Pieter Talaway juga sangat menyayangkan sikap jaksa yang terlalu terburu-buru mem-P21 perkara Djie Kian Sioe ini. Dan menurut Pieter Talaway, perkara ini tidak bisa dinaikkan ke persidangan. Mengapa?
Jika menyangkut tindak pidana pemalsuan surat, seharusnya ada surat aslinya dan ada hasil laboratorium kriminalnya. Untuk perkara ini, hasil laboratorium mengatakan sudah identik. Penanganan kasus ini pun terkesan cepat sekali, dari penyidik kepolisian hingga ke kejaksaan dan akhirnya dinyatakan sempurna oleh kejaksaan.
“Dengan adanya putusan pengadilan di PN Surabaya ini memang baiknya seperti ini. Karena, Djie Kian Sioe sendiri sudah dilaporkan tiga kali dan pokok perkaranya sama. Andaikan perkara ini dihentikan di Polda Jatim, bisa jadi pelapor ini akan melaporkan Djie Kian Sioe ke Mabes Polri,” sindir Pieter Talaway.
Untuk diketahui, dalam surat dakwaan yang disusun Jaksa Nur Rachman dan Hendro Sasmito disebutkan bahwa Djie Kian Sioe didakwa melanggar pasal 263 ayat (1) KUHP. Dalam tuntutannya, JPU menuntut Djie Kian Sioe dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan.
Namun majelis hakim yang memeriksa perkara ini berpendapat lain . Majelis hakim yang diketuai Pudjo Saksono ini membebaskan Djie Kian Sioe dari dakwaan dan tuntutan JPU. Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menyatakan bahwa kedua surat yang disebut palsu itu ternyata tidak palsu karena ada hasil dari laboratorium kriminal forensik.
Berdasarkan hasil laboratorium kriminal forensik, surat yang disebut surat palsu itu adalah benar tanda tangan Ferry Soetanto. Bukan hanya kuitansi, ada surat perjanjian juga stempel perusahaan adalah identik. (pay)