SURABAYA (surabayaupdate) – Sidang lanjutan dugaan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan yang menjadikan David Handoko sebagai terdakwa, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Pada persidangan yang digelar secara virtual dari ruang sidang Garuda 2 PN Surabaya, Rabu (28/4/2021) ini, tim penasehat hukum David Handoko membeberkan adanya kejanggalan dalam perkara David Handoko ini. Selain itu, Dr. Ir. Yudi Wibowo Sukinto, SH dan Muadji, SH juga mengungkap adanya rekayasa hukum yang dilakukan penyidik, jaksa dan Anna Prayogo.
Diawal pembacaan nota keberatan atau pledoi yang dibacakan Muadji, SH, tim penasehat hukum David Handoko memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini, menyatakan perkara pidana dengan terdakwa David Handoko ini adalah perkara perdata karena pengaduannya atau laporan polisi, telah lewat 6 bulan atau sudah kadaluwarsa sejak kejadian, sehingga bertentangan dengan pasal 74 KUHP.
“Kami memohon kepada majelis hakim, supaya menyatakan terdakwa David Handoko terbukti bersalah tetapi bukan merupakan suatu tindak pidana, dan oleh sebab itu maka terdakwa David Handoko harus lepas dari segala tuntutan hukum atau onslag van recht vervolging,” ujar Muadji saat membacakan nota pembelaannya.
Selain itu, lanjut Muadji saat membacakan nota keberatannya, Kemudian, dalam nota pembelaan memohon supaya majelis hakim mengembalikan semua harkat dan martabat terdakwa David Handoko seperti semula, memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengeluarkan terdakwa David Handoko dari Rutan Polda Jatim, mengembalikan alat bukti semua Hand Phone terdakwa David Handoko,”kata Muadji.
Apa yang membuat tim penasehat hukum terdakwa memohon kepada majelis hakim supaya menyatakan bahwa terdakwa David Handoko harus dibebaskan dari tuntutan dan dakwaan JPU atau onslag van recht vervolging?
Dalam nota pembelaan atau pledoi sebanyak 55 lembar halaman ini dijelaskan, dalam perkara ini, pengaduan atau laporan polisi Anna Prayogo di Polda Jatim dengan nomor laporan: LP-B-453/VI/2020/UM/SPKT Polda Jatim, tanggal 16 Juni 2020, dimana dalam laporan itu dinyatakan David Handoko sebagai terlapor atas dugaan tindak pidana penipuan, melanggar pasal 378 KUHP.
Terkait dengan laporan Anna ke polisi itu, penasehat hukum terdakwa menilai jika laporan tersebut sudah lewat tempo, karena kejadiannya kurang lebih empat tahun yang lalu, sekitar tahun 2016-2017.
“Dengan kurun waktu yang begitu lama itu, maka laporan polisi yang dimaksud sudah kadaluarsa. Untuk masa tempo kedaluwarsa suatu tindak pidana, diatur dalam pasal 74 KUHP yang menyatakan : “Pengaduan hanya boleh dimasukkan dalam tempo enam bulan sesudah orang yang berhak mengadu mengetahui perbuatan yang dilakukan itu, kalau ia berdiam dinegara Indonesia ini, atau dalam tempo sembilan bulan sesudah dia mengetahui itu, kalau berdiam di luar Negara Indonesia.”ungkap Muadji.
Seharusnya, lanjut Muadji, jika Anna Prayogo merasa dirugikan atau ditipu, ia langsung mengadukan terdakwa David Handoko ke Polda Jatim, sebelum tempo enam bulan sejak perbuatan penipuan yang dimaksud itu dilakukan David Handoko.
“Karena perkara ini jelas-jelas melewati tempo, majelis hakim tidak boleh memutus hal yang bertentangan dengan hukum, khususnya bertentangan dengan pasal 74 KUHP,” jelasnya.
Dalam nota pembelaannya, tim penasehat hukum terdakwa David Handoko secara tegas menyatakan bahwa perkara ini bukan lagi dilaporkan sebagai tindak pidana, melainkan hutang piutang, digugat secara perdata ganti rugi atau di pailitkan, jika terdakwa David Handoko mempunyai kewajiban bayar. Hal ini dikuatkan saksi Anna Prayogo dalam kesaksiannya di PN. Surabaya tanggal 17 Maret 2021.
“Anna Prayogo dalam kesaksiannya menyatakan, tujuan dia laporan melapor ke Polda Jatim, minta supaya uangnya bisa dikembalikan terdakwa David Handoko,” tandas Muadji, mengutip isi nota pembelaan.
Jika dianalisa hukumnya, tim penasehat hukum terdakwa menilai, Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan JPU juga tidak sah karena dalam penyusunannya berdasarkan laporan polisi yang sudah kedaluwarsa.
Selain itu, penasehat hukum David Handoko juga menilai, surat dakwaan JPU tidak jelas karena tidak menjabarkan tempat dari peristiwa hukum itu terjadi atau locus delicti dan waktu kejadian atau tempus delicti.
Untuk tempat kejadian perkara, dalam surat dakwaan JPU menyebutkan ada yang di Malang, ada yang di Surabaya dengan waktu yang berbeda-beda. Locus delicti di Malang bukan kewenangan PN Surabaya untuk mengadilinya.
Berdasarkan Berita Acara nomor 3 Notaris Chrisno Tjahyadi Sutanto SH.Mkn yang dibuat tanggal 2 Mei 2017 dinyatakan bahwa Anna Prayogo selaku Direktur Utama PT. Alpha Graha Sentoso, sebagai pemilik 37 saham dalam perseroan tersebut dan terdakwa David Handoko juga sebagai pemegang saham.
“Jika ada persoalan tentang masalah keuangan, sebagaimana dilaporkan dalam perkara ini, adanya dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 378 KUHP, atas uang yang disetor untuk modal perusahaan yang dimaksud, harus ada Rapat umum Pemegang Saham (RUPS),” kata Muadji.
Kalau ada persoaalan dalam perusahaan Perseroan Terbatas (PT), sambung Muadji, harus dipecahkan dalam RUPS, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang PT, tidak tiba-tiba dilaporkan ke Polda Jatim seperti saat ini.
Masih menurut Muadji, saat membacakan nota keberatan penasehat hukum terdakwa, apabila memang ditemukan adanya dugaan peristiwa penipuan yang dilakukan terdakwa David Handoko empat tahun yang lalu, didalam RUPS, direksi diberi kesempatan membela diri.
Kemudian, jika dalam RUPS tersebut terdakwa kedapatan menggunakan uang perusaahan namun tidak bisa dipertanggung jawabannya, maka baru bisa dibawa ke pidana maupun perdata.
Masih mengenai isi nota keberatan yang dibuat dan disusun penasehat hukum David Handoko, karena bertentangan dengan Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang PT, mohon majelis hakim periksa dengan teliti dan benar, karena dengan Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang PT, adalah lex specialis derogat legi generali tentang asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis), pasal 378 KUHP itu adalah hukum yang bersifat umum.
“Seluruh transaksi keuangan dan rekening bank dari PT. Alpha Graha Sentoso, maupun rekening-rekening David Handoko lainnya yang disita penyidik sebagai alat bakti yang sah dalam perkara ini, kesemuanya di kuasakan penuh kepada Anna Prayogo, baik transasi debet maupun transaksi kreditnya, serta tanda tangannya,” tukas Muadji.
Jadi, lanjut Muadji, terdakwa David Handoko tidak mengatur transaksi-trnasaksi sebagaimana yang ada dalam dakwaan JPU. Karena semua rekening-rekening David Handoko dikuasakan pada Anna Prayogo, yang menjadi pertanyaan adalah dimanakah kesalahan terdakwa David Handoko?
Terkait dengan adanya transfer yang dilakukan Anna Prayogo, penasehat hukum terdakwa menyatakan bahwa, transfer dari Anna Prayogo kepada terdakwa David Handoko sebanyak 135 kali dari 19/10/ 2016 s/d 07/06/2018 sebagaimana dakwaan JPU dengan nilai total Rp. 50.386.917.250, sedangkan transfer dari rekening terdakwa David Handoko, transfer kepada saksi Anna Prayogo, sebanyak 59 kali, dari 19 /10/ 2016 sampai tanggal 21/10/2019 sebagaimana dakwaan JPU dengan nilai total Rp. 24.635.626.000.
“Bahwa, dari rekening David Handoko perusahaan PT. Alfa Graha Sentoso dan PT. Handoko Putra Jaya kepada Anna Prayogo yang belum diperhitungkan penyidik dan JPU sebesar Rp. 47.400.478.736 dan tidak ada dalam surat dakwaan, sengaja direkayasa hukum dan logikanya, agar terdakwa bisa ditahan. Jika diperhitungkan dana secara teliti peristiwa hukum yang dimaksud diatas satu persatu, akan ketahuan curang , rekayasa dan kesaksian palsu dalam persidangan ini, yang dilakukan Anna Prayogo dan Yacob Prayogo yang mengaku ditipu terdakwa David Handoko. Apakah hal itu termasuk pasal 378 KUHP penipuan, sebagaimana didakwa JPU dari tahun 2016 sampai dengan tahun 2018,” kata Muadji penuh tanya.
Dalam nota pembelaan ini juga dibeberkan, adanya transfer dari rekening perusahaan David Handoko ke beberapa rekening lain atas perintah Anna Prayogo.
Transaksi-transaksi yang dimaksud dan tertuang dalam nota pembelaan terdakwa David Handoko seperti, tanggal 17 Mei 2017 sumber dana dari rekening PT. Handoko Putra Jaya (HPJ) atas permintaan Anna Prayogo ke rekening Linda Wijaya (valas) sebesar Rp. 150 juta, tanggal 18 Mei 2017 dari rekening PT. Handoko Putra Jaya ke rekening Linda Wijaya (valas) sebesar Rp. 250 juta, tanggal 21 Juni 2017 dari rekening PT. HPJ atas perintah Anna Prayogo ke rekening Quantum Skyline sebesar Rp. 479.500.000, tanggal 11 Agustus 2017 dari rekening PT. HPJ atas perintah Anna Prayogo ke rekening Quantum Skyline sebesar Rp. 491.250.000, tanggal 18 Agustus 2017 dari rekening PT. HPJ atas perintah Anna Prayogo ke rekening Quantum Skyline sebesar Rp. 196.100.000, tanggal 13 September 2017 atas perintah Anna Prayogo ke rekening Quantum Skyline sebesar Rp. 196.950.000, tanggal 13 Oktober 2017 dari rekening David Handoko ke rekening Quantum Skyline sebesar Rp. 396.600.000, tanggal 7 Nopember 2017 dari rekening PT. HPJ atas perintah Anna Prayogo ke rekening Linda Wijaya sebesar Rp. 220.000.000,00, tanggal 29/11/2021 dari rekening David Handoko ke rekening Quantum sebesar Rp. 511.249.000.
Selain adanya transfer uang baik dari PT. HPJ maupun rekening pribadi terdakwa yang atas perintah Anna Prayogo, dalam nota pembelaannya ini tim penasehat hukum terdakwa juga membongkar adanya selisih uang yang harusnya diterima terdakwa David Handoko yang nilainya Rp. 21.649.187.486.
Masih menurut isi nota pembelaan penasehat hukum David Handoko, Anna Prayogo ternyata pernah melakukan penarikan hingga beberapa kali namun sengaja disembunyikan penyidik dan JPU, antara lain Rp. 10.003.188.000. Penarikan ini Anna Prayogo lakukan mulai 5 April 2017 sampa 3 Agustus 2017, kemudian masih ada penarikan lain yang dilakukan Anna Prayogo dari rekening PT. HPJ dimulai tanggal 12 Juni 2017 sampai 20 Juni 2017 yang nilai keseluruhannya Rp. 5.338.199.900.
Dalam perkara David Handoko ini, penasehat hukum terdakwa David Handoko juga menyebutkan adanya rekayasa hukum yang dilakukan audit accounting public yang dihadirkan polisi lalu dilanjutkan JPU dalam persidangan ini.
Akuntan publik saat melakukan audit hanya sebatas data yang disetorkan saja. Yang menjadi pertanyaan tim penasehat hukum terdakwa adalah bagaimana dengan data yang ketinggalan dan belum disetorkan kepadanya?
Dengan demikian, penasehat David Handoko menilai, akuntan publik yang ditunjuk ini tidak netral, tidak independent. Kemudian, akuntan publik itu sengaja dihadirkan sebagai ahli dalam persidangan, namun keahliannya diragukan dan bertentangan dengan pasal 23 ayat (2) Undang-Undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
“Bukan seorang doktor yang pernah meneliti dibidangnya, hanya pendidikkan S1 dianggap ahli. Bukan ahli dijadikan ahli, itu sesat hukumnya,” papar Muadji.
Kemudian, lanjut Muadji, hasil audit yang dibuat akuntan publik tersebut tidak dilakukan penyitaan oleh PN. Surabaya.
Oleh karena hasil audit yang tidak disita dengan penetapan Ketua PN Surabaya, maka hasil audit itu tidak bisa digunakan sebagai alat bukti yang sah dalam persidangan perkara ini sebagaimana yang diatur dalam pasal 1 angka (16) KUHAP.
“Dalam asas hukum Lex dura sed tamen scripta menegaskan, kekuatan imperatif hukum sebagai norma yang bersifat memaksa, tidak bisa dibantah lagi. Jika pasal 1 angka (16) KUHAP menyatakan harus disita sebagai alat bukti yang sah , siapapun tidak bisa membantahnya lagi sekalipun hakim,” kata Muadji.
Kemudian, tim penasehat hukum terdakwa juga mempertanyakan unsur barang siapa dalam surat dakwaan JPU, dan unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum tidak beralasan sebab menurut penasehat hukum terdakwa, uang terdakwa lebih banyak ditangan Anna Prayogo hingga Rp. 21.649.187.486.
“Terdakwa malah uangnya lebih ditangan Anna Prayogo sebesar Rp. 21.649.187.486 dan ada bukti outentik yang mendukung itu. Kemudian, berdasarkan bukti yang dimiliki penasehat hukum terdakwa, ada sejumlah penarikan uang tunai yang dilakukan Anna Prayogo sebesar Rp. 10.003.188.000, penarikan dana tunai juga dilakukan Anna Prayogo sebesar Rp. 5.338.199.900″ungkap Muadji.
Jika masih ada kelebihan uang David Handoko yang dalam penguasaan Anna Prayogo, sambung Muadji, Anna Prayogo bahkan berulang kali melakukan penarikan dari rekening David Handoko. Apakah hal ini bisa dinyatakan bahwa David Handoko menguntungkan diri sendiri?
Hal lain yang mendapat tanggapan penasehat hukum terdakwa adalah isi dakwaan JPU tentang Anna Prayogo sebagai Wanita Idaman Lain terdakwa yang teman semasa SMA di Malang.
Menurut penasehat hukum terdakwa sebagaimana dinyatakan dalam nota keberatanya, sakit hati karena terdakwa janji akan mengawini Anna Prayogo tetapi tidak jadi dikawini sebab terdakwa sendiri juga punya 3 orang anak perempuan juga dan 1 anak laki laki, hal ini tercermin dalam dakwaan JPU halaman 9 yang menyatakan terdakwa akan menceraikan Istrinya dan akan menikah dengan Anna Prayogo.
“Apakah hal tersebut termasuk perbuatan tindak pidana penipuan sebagaimana pasal 378 KUHP, cinta ditolak, kawin dibatalkan, uang terdakwa David Handoko dihabiskan?,” sindir penasehat hukum terdakwa dalam pledoinya.
Sama halnya pada persidangan sebelumnya, dalam nota pembelaan ini, penasehat hukum terdakwa juga membahas masalah alat bukti empat lembar cek kosong rekening : 6750676888, an : David Handoko tanggal 18 Des 2019 sebesar Rp. 2.500.000.000, cek BCA No.EA696791 tanggal 15 Des 2019 sebesar Rp. 3.000.000.000, cek BCA No.EA696793
tanggal 31 Des 2019 sebesar Rp. 1.500.000.000, cek BCA No.EA696792
tanggal 20 Mei 2020 sebesar Rp.1.500.000.000.
Delapan cek itu semua adalah untuk menjamin utang-utang Anna Prayogo, yang hutang pada saudaranya yaitu Yacob Prayogo dan istri Yacob serta Henry sebelum bertemu terdakwa.
Kemudian, cek-cek itu senantiasa diperbarui ditukar tanggalnya, terakhir dengan surat pernyataan terdakwa , yang diberi materai saja , dan terdakwa menandatangani surat pernyataan hutang pada kertas kosongan bermaterai tersebut, dan ini menjadi perbuatan melawan hukum, tidak sah isinya surat pernyataan, bukan pembayaran terdakwa kepada saksi Anna Prayogo.
Penasehat hukum terdakwa juga membuka fakta, bahwa sebenarnya Anna Prayogo sudah terlilit hutang banyak sekali, karena gaya hidupnya yang glamor. Lalu mengapa bisa berkembang dari nilai Rp. 8,5 Milyar menjadi sekitar kurang lebih Rp. 25 milayar?
Dari seluruh analisa dan pernyataannya yang dituangkan dalam nota pembelaan ini, kesimpulan dari perkara ini Anna Prayogo dan Yacob Prayogo yang merekayasa hukum. Banyak data yang disembunyikan, khususnya dana terdakwa yang digunakan Anna Prayogo pada perkara ini.
Anna Prayogo dan Yacob Prayogo telah memberikan kesaksian palsu di depan persidangan, berbicara tidak sesuai fakta hukum yang sebenarnya sehingga JPU kesulitan membuktikan dakwaannya kepada terdakwa. (pay)