SURABAYA (surabayaupdate) – Melalui kuasa hukumnya, Roestiawati Wiryo Pranoto lakukan pemblokiran beberapa aset yang ia peroleh ketika masih terikat pernikahan dengan Wahyu Djajadi Kuari.
Adanya upaya pemblokiran yang dilakukan Roestiawati ini diungkapkan Dr. B. Hartono, SH., SE., SE.Ak., MH., CA selaku kuasa hukum Roestiawati Wiryo Pranoto, Rabu (8/9/2021).
Ditemui usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Dr. B. Hartono, SH., SE., SE.Ak., MH., CA mengatakan, tindakan pemblokiran beberapa aset Roestiawati yang ia peroleh ketika masih menikah dengan Wahyu Djajadi Kuari itu memang perlu dilakukan.
“Tindakan pemblokiran di Badan Pertanahan Nasional (BPN) 2 Kota Surabaya melalui kuasa hukumnya itu kami lakukan untuk melindungi aset-aset bersama Roestiawati dan Wahyu Djajadi Kuari yang telah mereka kumpulkan selama 16 tahun, ketika keduanya masih berstatus suami istri,” ujar Hartono.
Adapun aset bersama yang sudah dilakukan pemblokiran itu, lanjut Hartono, terdiri dari sebidang tanah di Jalan K.H. Mukmin No. 96 Sidoarjo, sebuah tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Ngagel Barat yang dipakai sebagai Toko Lucky serta sebidang tanah dan bangunan di Jalan Ngagel Selatan.
“Untuk aset yang terletak di Jalan K.H Mukmin No. 96 Sidoarjo dilakukan pemblokiran di BPN 2 Kota Surabaya tanggal 1 September 2021, sedangkan untuk dua aset bersama Roestiawati dan Wahyu yang terletak di Jalan Ngagel Baru Surabaya serta Jalan Ngagel Selatan dilakukan pemblokiran tanggal 2 September 2021,” ungkap Hartono.
Pemblokiran itu, sambung Hartono, untuk mengantisipasi tindakan-tindakan melawan hukum yang akan dilakukan Wahyu Djajadi Kuari, misalnya menjadikan salah satu aset-aset itu sebagai agunan di bank.
“Jangan sampai Wahyu maupun istri barunya melakukan tindakan melawan hukum dengan cara menjadikan aset bersama yang masih dalam subyek sengketa gono gini tersebut sebagai jaminan di bank,” kata Hartono.
Kalau sampai Roestiawati maupun kuasa hukumnya mengetahui adanya tindakan yang dilakukan Wahyu maupun istri barunya dikemudian hari, lanjut Hartono, maka Roestiawati melalui kuasa hukumnya akan mengambil langkah hukum.
Hartono menambahkan, tindakan pengalihan aset bersama ketika masih terikat perkawinan adalah perbuatan melawan hukum, karena aset-aset itu baik harta bergerak maupun harta tidak bergerak dipereh Roestiawati Wiryo Pranoto dan Wahyu Djajadi Kuari selama 16 tahun, mulai tahun 2000 hingga 2016, saat keduanya masih berstatus suami istri.
Selain mengungkap adanya tindakan pemblokiran yang sudah dilakukan di BPN, Hartono juga menjabarkan tentang upaya perdamaian didepan notaris yang telah dilakukan Roestiawati Wiryo Pranoto dan Wahyu Djajadi Kuari yang dilakukan dengan cara tidak benar dan ada unsur paksaan.
Unsur pemaksaan serta dilakukan dengan cara yang tidak benar itu seperti, saat dilakukan kesepakatan ketika itu, dibuat atau dilakukan pukul 01.00 Wib. Menurut Hartono, kesepakatan didepan notaris itu sangat tidak wajar.
“Ketika Roestiawati diminta hadir untuk dilakukan kesepakatan damai, hal itu dilakukan pukul 01.00 Wib. Ini sangat tidak wajar karena dibuat diluar jam kerja,” papar Hartono.
Waktu dilakukan kesepakatan damai, sambung Hartono, Roestiawati tidak didampingi siapapun, termasuk kuasa hukum.
“Kesepakatan itu kalau wajar dilakukan pukul 07.00 Wib hingga 17.00 Wib. Jika dibuat diluar jam kerja itu, apalagi pukul 01.00 Wib, menjadi tanda tanya besar, ada apa?,” kata Hartono penuh tanya.
Hartono pun meyakini, berdasarkan waktu dibuatnya perdamaian pada pukul 01.00 Wib, dapat dinilai bahwa Roestiawati pada waktu itu pastinya dalam tekanan.
Jika mengacu pada pasal 1320 KUH Perdata tentang perjanjian, maka segala perjanjian tanpa adanya kesepakatan, apalagi perjanjian itu dibuat dibawah tekanan, maka perjanjian itu dapat dibatalkan dan tidak sah.
Hal selanjutnya yang membuat Roestiawati mengambil langkah memohonkan gugatan gono gini di pengadilan adalah nilai harta yang diberikan ke Roestiawati, sangat tidak wajar.
Menurut Hartono, jika ditaksir, harta bersama yang diperoleh Roestiawati dan Wahyu selama masih terikat perkawinan, nilainya Rp. 40 miliar lebih. Namun, Roestiawati sebagai pihak yang pernah menikah dengan Wahyu dan ikut bekerja keras mengumpulkan harta bersama itu, hanya mendapat bagian Rp. 3 miliar.
Kemudian, dalam perjanjian yang dibuat Wahyu Djajadi Kuari kemudian ditanda tangani Roestiawati waktu itu, tidak menyebutkan atau menyinggung adanya harta bersama yang lain seperti aset berupa tanah yang terletak di Jalan KH Mukmin No. 96 yang luasnya 1024 M2 terdiri dari dua sertifikat dan juga bangunan yang terletak di Jalan Ngagel Barat yang dipakai sebagai Toko Lucky serta sebidang tanah dan bangunan di Jalan Ngagel Selatan Surabaya.
Melihat adanya ketidakadilan pada diri Roestiawati itu membuat Hartono masih bersikukuh untuk membela hak-hak hukum Roestiawati untuk mendapatkan keadilan. (pay)
Post Views:
404