SURABAYA (surabayaupdate) – Sidang gugatan melawan hukum antara Mulya Hadi alias Wulyo melawan Widowati Hartono, istri salah satu orang terkaya di Indonesia, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Pada persidangan Selasa (12/10/2021) ini, Mulya Hadi alias Wulyo sebagai penggugat, melalui kuasa hukumnya, mengajukan bukti surat kepada majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara nomer : 374/ Pdt.G/2021/ PN.Sby
Ada 66 dokumen yang menjadi bukti surat diajukan tim kuasa hukum Mulya Hadi alias Wulyo dalam persidangan ini. Beberapa dokumen penting yang menjadi bukti surat dan diajukan ke persidangan ini seperti bukti kepemilikan atas tanah, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), bukti-bukti adanya penyerangan dan dugaan pengerusakan resplang yang dipasang di obyek tanah yang menjadi sengketa serta bukti pendukung atas peristiwa yang terjadi tanggal 9 Juli 2021.
Bukan hanya itu, Johanes Dipa Widjaja, kuasa hukum Mulya Hadi alias Wulyo ini juga menyertakan adanya surat tanggapan atau jawaban dari Kementerian Sekretaris Negara (Setneg) atas surat laporan ke Presiden Joko Widodo, yang dibuat Mulya Hadi melalui kuasa hukumnya.
Setelah penggugat mengajukan bukti-bukti pendukung atas perkara ini, pekan depan pada persidangan selanjutnya, giliran Widowati Hartono sebagai tergugat dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagi turut tergugat, akan mengajukan bukti surat.
Dengan adanya dokumen-dokumen yang oleh tergugat dianggap sebagi bukti surat kemudian diajukan ke persidangan, akan terlihat alas hak apa yang dimiliki Widowati Hartono untuk menguasai tanah atau lokasi tersebut.
Advokat yang juga berprofesi sebagai kurator ini melihat, hingga saat ini, petugas kepolisian Unit Harda Satreskrim Polrestabes Surabaya, tidak serius menangani dan mengungkap adanya dugaan pengerusakan serta dugaan penganiayaan yang sudah dilaporkan Mulya Hadi alias Wulyo sebelumnya.
Selain itu kuasa hukum Mulya Hadi ini juga menilai, bahwa ada abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan yang berlebihan yang ditunjukkan aparat kepolisian yang menangani perkara ini.
Indikasi adanya abuse of power yang diungkapkan Johanes Dipa adalah larangan bagi Mulya Hadi dan keluarganya untuk tidak tinggal dilokasi tanah yang statusnya masih sengketa, namun Widowati Hartono tanpa beban memerintahkan beberapa orang suruhannya untuk menguasai tanah (sebenarnya) masih status quo ini.
“Ada ketimpangan hukum dan ketidakadilan yang muncul dalam perkara ini. Seorang warga negara tidak berdaya, melaporkan adanya dugaan tindak pidana yang ia alami, tidak mendapat respon atau tanggapan serius dari aparat kepolisian,” ujar Johanes Dipa.
Dari laporan polisi yang dibuat Mulya Hadi di Polrestabes Surabaya, lanjut Johanes Dipa, mulai dugaan pengerusakan resplang, pemukulan anak dibawah umur yang masih keluarga Mulya Hadi, hingga berkumpulnya 200 orang dimasa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, dengan cara mendatangi lokasi kemudian aktivitas mengeluarkan container, tidak satupun menunjukkan hasil yang menyenangkan dan berpihak ke Mulya Hadi sebagai pihak yang dirugikan.
“Seharusnya, polisi sebagai aparat penegak hukum harus konsekuen dan dapat bertindak adil, bukan membela pihak lain yang telah jelas-jelas melakukan pelanggaran hukum,” tandasnya.
Masih adanya mafia tanah di Surabaya dan dialami Mulya Hadi membuat Johanes Dipa berseru kepada pemerintah pusat dan kepala negara untuk ikut mengawasi dan ikut membantu menyelesaikan masalah ini.
Sebab, dalam perkara ini, Johanes Dipa meyakini ada permainan mafia tanah dalam perkara ini. Jika semangat pemerintah untuk memberantas adanya mafia tanah, menurut Johanes Dipa, inilah saat yang tepat bagi Presiden Joko Widodo untu melakukan pemberantasan mafia tanah.
Adanya respon dari presiden melalui Kementerian Sekretaris Negara, sedikit melegakan Mulya Hadi. Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Sekretaris Negara meminta kepada Polda Jatim untuk melaporkan perkembangan perkara ini untuk dilaporkan kembali ke presiden.
“Bagaimana mungkin, suratnya tertera Prada Kali Kendal namun lokasi tanahnya ditunjuk Lontar. Ibaratnya, punya BPKB BMW tapi nunjuknya Mercedes,” kata Johanes Dipa.
Dari bukti surat yang diajukan tergugat, sambung Johanes Dipa, akan kelihatan bukti haknya tergugat itu tertulis kelurahan mana.
Pada kesempatan ini, Johanes Dipa juga menerangkan adanya bukti surat dari penggugat yang diragukan hakim Sutarno, salah satu hakim anggota.
Bukti surat yang sempat diragukan itu adalah Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang tidak ada tanda tangan basahnya.
Menurut Dipa, dijaman sekarang SPPT PBB itu ada barcodenya. Di SPPT PBB ini, tidak ada tanda tangan basah. Karena menggunakan barcode, maka orang yang mengajukan SPPT PBB itu akan memperoleh lembaran SPPT PBB dari petugas instansi terkait.
Johanes Dipa kemudian mencontohkan dokumen yang sudah bisa dicetak sendiri pihak pemohon dengan cara print. Dokumen itu adalah surat cerai.
“Surat cerai sekarang, kita tidak mendapatkannya atau kita ambil dari catatan sipil. Kita bisa dapat e-pappernya dan tinggal kita cetak sendiri. Walaupun begitu, dokumen itu tetap dilegalisir ke pihak terkait,” kata Johanes Dipa.
Pada kesempatan ini, Johanes Dipa menyayangkan lambannya penanganan laporan pidana yang telah dilaporkan penggugat.
Informasi terakhir yang diterima Johanes Dipa, hingga saat ini penyelidik sedang mencari siapa orangnya yang melakukan pengerusakan itu.
Jalan pemikiran penyelidik kepolisian ini menurut Johanes Dipa sangat aneh. Lebih lanjut Johanes Dipa mengatakan, kalau ditanya satu-satu ya tidak mungkin kenal, karena mereka preman.
“Tapi saat kita kesana tinjau lokasi dengan penyelidik bersama dengan Mulya Hadi setelah adanya pemeriksaan, penyelidik bertanya ke orang setempat, dimana resplang yang dirusak itu,” jelasnya
Logikanya sederhana. Kalau dia bukanlah pihak yang terlibat disana, sambung Johanes Dipa, tidak mungkin orang itu bisa menunjukkan lokasi pasti dimana resplang itu disimpan.
“Konyolnya, dimana resplang itu disimpan, dapat ditunjukkan dengan pasti, yaitu dirumah Ketua RT. Dan yang aneh lagi bahwa orang yang disebut Ketua RT itu bukanlah Ketua RT Pradah Kalikendal atau Ketua RT Lontar,” kata
Masih menurut Johanes Dipa, orang yang rumahnya dipakai untuk menyimpan resplang itu mengaku bahwa mereka yang membawa resplang tersebut ke rumahnya, atas suruhan bos Djarum.
Johanes Dipa kemudian menyebutkan bahwa orang yang ikut masuk ruang sidang hari ini, adalah salah satu orang yang ikut berjaga di lokasi itu. Orang ini juga yakin mengetahui bagaimana resplang itu dirusak.
“Orang yang kunciran dan ikut didalam ruang sidang itulah yang menunjukkan ke penyelidik dimana resplang itu disimpan. Orang itu tanpa rasa takut masuk ke ruang sidang, seperti kebal hukum saja,”
Kalau orang yang sudah terlibat seperti ini masih bebas berkeliaran, Johanes Dipa semakin bertanya-tanya siapa orang dibalik ini semua.
Hadirnya orang berkuncir itu, yang notabene sampai sekarang ikut berjaga di lokasi dan orang ini juga yang menunjukkan dimana resplang tersebut disimpan, dapat dipakai sebagai petunjuk bagi kepolisian untuk mengungkap kasus ini.
“Namun kenyataannya, perkara ini sengaja dibuat sulit. Jika merujuk pada peristiwa tanggal 9 Juli 2021 itu, dimana ada sekitar 200 orang datang bergerombol sedangkan ketika itu masih dalam masa PPKM Darurat, omong kosong jika aparat kepolisian tidak mengetahui apalagi tidak mendengar kehadiran 200 orang tersebut,” ungkap Johanes Dipa.
Jelas sudah dalam peristiwa itu, lanjut Johanes Dipa, ada pembiaran. Kehadiran orang-orang itu, bukan hanya mencabut satu resplang, tapi ada kontainer yang dimasukkan dengan forklif. Penggunaan forklif itu dilihat langsung Mulya Hadi
Aparat kepolisian terlihat tidak serius dalam menangani perkara ini, makin terlihat dengan tak kunjung terungkapnya, selain dugaan pengerusakan juga adanya pemukulan. Namun, siapa yang melakukan pemukulan dilokasi tersebut, dimana yang menjadi korban adalah anak dibawah umur, tidak terungkap.
“Banyak hal bisa dijadikan polisi sebagai bukti petunjuk untuk mengungkap adanya dugaan pengerusakan maupun pemukulan terhadap anak dibawah umur dari lokasi tersebut. Yang menjadi masalah sekarang adalah, keseriusan aparat kepolisian yang menangani perkara ini, mau tidak bekerja. Bukan masalah tidak mampu,” sindir Johanes Dipa.
Selain itu yang membuat Johanes Dipa makin geleng-geleng kepala melihat kinerja kepolisian dalam rangka pengungkapan kasus ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan baik penyidik maupun penyelidik sangat mengada-ada dan tidak masuk akal.
Contohnya, yang menjadi kendala penyidik untuk mengungkap adanya pengerusakan resplang dilokasi sengketa adalah kemampuan penyidik untuk mencari siapa yang membuat resplang tersebut.
Lalu, untuk dugaan tindak pidana pemukulan terhadap anak dibawah umur, polisi masih mencari nama orang yang diduga telah melakukan pemukulan itu, karena beberapa saksi yang sudah dimintai keterangan, tidak ada yang tahu siapa nama orang itu.
Diakhir pembicaraannya, yang bisa Johanes Dipa lakukan saat ini hanya bisa bersabar dan butuh keberanian, mengingat lawan yang dihadapi Mulya Hadi saat ini bukan sembarangan, salah satu orang terkaya di Indonesia.
Sementara pengacara tergugat, Adi Darma enggan berkomentar banyak. Lebih lanjut Adi mengatakan, tergugat pihaknya fokus pada bukti yang akan diajukan minggu depan. (pay)