SURABAYA (surabayaupdate) – Tim penasehat hukum terdakwa The Irsan Pribadi Susanto datangkan ahli pidana dipersidangan dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Ahli pidana yang dihadirkan Kamis (12/5/2022) itu bernama Dr. Dewi Setyowati, dosen Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah.
Kedatangan ahli pidana pada persidangan perkara KDRT yang menjadikan The Irsan Pribadi Susanto ini, untuk menguji keabsahan alat bukti yang dijadikan dasar penyidik maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU). Hal ini diungkapkan Filipus NRK Goenawan usai persidangan.
Lebih lanjut Filipus menerangkan, dalam perkara ini, salah satu alat bukti yang dijadikan barang bukti adalah Closed Circuit Television (CCTV) dan adanya Visum Et Repertum.
“Terkait CCTV dan surat visum tersebut, kami pun bertanya ke ahli, bagaimana keabsahan kedua barang bukti tersebut?,” jelas Filipus.
Ahli pun menjawab, lanjut Filipus, bahwa CCTV tidak memenuhi syarat formil dan materiil, sehingga tidak sah dijadikan alat bukti.
“Terhadap keberadaan CCTV itu, sudah kami laporkan ke pihak kepolisian, karena keberadaanya berada didalam kamar tidur pribadi terdakwa,” jelas Filipus.
Masih mengenai CCTV itu, sambung Filipus, yang memasang adalah Chrisney. Atas laporan ini, perkaranya dalam proses penyidikan Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim.
Filipus kembali menjelaskan, dalam Undang-Undang KDRT, syarat subjektif dan objektif atau bukti formil harus berkesesuaian dengan keterangan korban.
“Sementara itu, untuk visum et repertum yang diajukan penyidik, ada ketidak sesuaian dengan jam pemeriksaannya,” ungkap Filipus.
Ketidak sesuaian itu, menurut Filipus, saat Chrisney Yuan Wang melakukan visum itu jam lima, padahal saat itu dia sedang mengedit foto di tanggal tersebut. Itu ada dalam turunan berkas acara pemeriksaan.
Filipus juga menyatakan, pihaknya secara spontan juga menanyakan kepada ahli terkait identitas ganda yang dimiliki Chrisney Yuan selaku pelapor.
“Dan menurut ahli, dua identitas yang dimiliki Chrisney adalah dua hal yang berbeda. Kalau dia memakai identias warga negara Indonesia (WNI) sementara dia adalah Warga Negera Asing (WNA), maka kata ahli hal itu bisa dikatakan melakukan tindak pidana pemalsuan,” kata Filipus.
Usai ahli memberikan keterangan, pihak terdakwa The Irsan Pribadi Susanto tidak mengajukan saksi yang meringankan, sehingga persidangan dilanjutkan minggu depan dengan agenda keterangan terdakwa.
Filipus kembali menjelaskan, hari inj, majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini, di persidangan juga menyatakan bahwa semua saksi keterangannya meringankan terdakwa.
Sementara JPU Nur Laila saat ditemui awak media guna dimintai komentar terkait hasil persidangan tak memberikan respon apapun. (pay)