SURABAYA (surabayaupdate) – Perseteruan antara Perguruan Pembinaan Mental Karate (PMK) Kyokushinkai Karate-Do Indonesia dengan Perkumpulan PMK Karate-Do-Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
Kedua belah pihak masih terus memberikan klarifikasi dan sama-sama menunjukkan bukti-bukti yang dimiliki.
Selain itu, baik Perguruan Pembinaan Mental Karate (PMK) Kyokushinkai Karate-Do Indonesia dan Perkumpulan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia juga sama-sama memberikan penjelasan tentang apa yang sedang terjadi, termasuk cerita sebenarnya dari polemik diantara mereka yang diawali dengan diselenggarakannya arisan.
Untuk kali ini, Perguruan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia melalui Departemen Hukumnya, memberikan klarifikasi secara tertulis.
Dalam delapan lembar klarifikasi perguruan itu, Ketua Bidang Departemen Hukum Perguruan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia, Usman Wibisono, menjelaskan banyak hal.
Hal pertama yang diklarifikasi Usman Wibisono dalam pernyataan tertulisnya ini adalah berkaitan dengan adanya penilaian publik bahwa Bambang Irwanto dan Tjandra Sridjaja adalah orang yang dituakan dalam Perguruan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia.
Usman Wibisono menjelaskan, bahwa Bambang Irwanto bukanlah orang yang dituakan di Perguruan Karate Kyokushinkai Karate-Do Indonesia.
“Bambang Irwanto bukan orang yang dituakan dalam perguruan melainkan orang tua yang merasa paling berjasa kepada perguruan karate PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia,” ujar Usman dalam pernyataan resminya, Rabu (22/3/2023).
Masih berdasarkan penyataan tertulisnya, Usman Wibisono juga menyebutkan, pada faktanya Bambang Irwanto dan Tjandra Sridjaja berusaha menghancurkan Perguruan Karate Pembinaan Mental Karate ini dengan kebohongan-kebohongan yang dilakukannya selama ini.
“Dalam sejarah perguruan, (alm) Nardi Tjahjo Nirwanto sebagai pendiri PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia, telah dua kali mencopot jabatan kedua orang tersebut,” ungkap Usman.
Bambang Irwanto dan Tjandra Sridjaja, sambung Usman,
pernah dicopot sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Perguruan dan Ketua Presidium Perguruan. Hal ini terjadi tanggal 3 Maret 2000, sebagaimana disebutkan dalam Akta No.3 tanggal 3 Maret 2000 yang dibuat di Notaris Juliani.
Masih berkaitan dengan isi Akta nomor 3 tanggal 3 Maret 2000, juga disebutkan perihal pembubaran Perkumpulan Klub Sabuk Hitam Indonesia PMK Kyokushinkai Karate-do Indonesia di tahun 2007.
Usman dalam keterangannya juga menyatakan, modus mendirikan perkumpulan dengan nama Pembinaan Mental Karate ini diulang dengan merayu dan tipu muslihat, untuk memperdayai Kaicho Liliana Herawati supaya mau nama Pembinaan Mental Karate digunakan dalam perkumpulan, padahal PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia itu merupakan hak kekayaan intelektual milik (alm) Nardi Tjahjo Nirwanto.
“Merek Pembinaan Mental Karate dimiliki Nardi T. Nirwanto sejak tahun 2014, untuk digunakan sebagai nama perkumpulan baru pada tahun 2015,” terang Usman.
Kemudian, lanjut Usman, pada tahun 2020, Liliana Herawati dikeluarkan sebagai pendiri
perkumpulan dengan melawan hukum, tanpa ada pernyataan pengunduran diri dari Liliana Herawati.
Pemecatan Liliana Herawati tersebut disembunyikan, kemudian dipergunakan sebagai bukti dalam usaha mereka (untuk) memenjarakan Liliana Herawati dengan membuat dua LP di Polrestabes Surabaya. Dan sekarang, Liliana Herawati di tetapkan sebagai tersangka dengan bukti-bukti yang direkayasa dan cacat hukum.
“Perbuatan mereka ini jelas-jelas bertentangan dengan klarifikasi mereka tanggal 19 Maret 2023. Dugaan tindak pidana ini telah dilaporkan ke Bareskrim Polri tanggal 17 Juni 2022 dan sekarang prosesnya masih berjalan,” mengutip pernyataan tertulis Usman Wibisono.
Bahkan, sambung Usman dalam pernyataannya, kedua orang ini juga merupakan orang yang mengakibatkan perpecahan dalam perguruan pada tahun 2012. Pada saat itu, mereka menjabat sebagai Ketua Umum dan Ketua Dewan Pusat Perguruan.
Usman kembali menjelaskan, Bambang Irwanto adalah bekas Ketua Umum Perguruan tetapi dipecat dari Perguruan karena telah menzholimi dan mem“bully” serta mengkriminalisasi Pimpinan Pusat Perguruan yang diakuinya sebagai ahli waris pendiri perguruan, berdasarkan pernyataannya sendiri dalam Akta Pernyataan tanggal 12 November 2009 di Notaris Juliani dan dipertegas kembali dalam Majalah Perguruan Oshi Shinobu No. II / 2012.
Di dalam majalah internal perguruan tersebut, Bambang Irwanto dan antek-antek penjilatnya menyatakan bahwa Liliana Herawati adalah ahli waris dan sebagai Pimpinan Pusat Perguruan yang sah sesuai hukum.
Selain Bambang Irwanto, mereka yang dipecat dari Perguruan adalah: Tjandra Sridjaja, Erick Sastrodikoro, Yunus Hariyanto, Yunita Wijaya, Sensei Kennedy Kawulusan, Sigit Irwanto, Erick Sunur, Richard Sunur, Alex Tanaya, Hadi Susilo, dan Azalia Wijaya.
Mereka telah mendirikan perguruan karate baru yang menggunakan nama dan logo yang sama dengan Perguruan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia.
“Pendirian perkumpulan menjadi perguruan karate adalah menyalahi fungsi yang ada dalam anggaran dasar perkumpulan itu sendiri, yaitu sebagai wadah komunikasi,” papar Usman dalam pernyataan resminya.
Mereka, lanjut Usman, sengaja mendaftarkan merek dengan nama Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai, dimana mereka jelas mengetahui dan memahami merek tersebut adalah merek yang merupakan Hak Cipta milik (alm) Hanshi Nardi T. Nirwanto S.A. sang pendiri perguruan ini.
Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai Karate-Do Indonesia juga merek milik Liliana Herawati. Bahkan, Tjandra Sridjaja yang membantu perpanjangannya dari merek milik alm. Nardi Tjahja Nirwanto menjadi milik Liliana Herawati pada tahun 2014, dimana sebelumnya Tjandra Sridjaja sebagai kuasa alm. Hanshi Nardi Tjahjo Nirwanto.
“Tahun 2012, secara diam-diam, Tjandra Sridjaja telah mendaftarkan merek yang sama dan pemiliknya diakui adalah dirinya sendiri,” ungkap Usman.
Bahkan, lanjut Usman, tindakan tersebut diulang lagi pada tahun 2014, dimana Tjandra Sridjaja telah mendaftarkan enam merek untuk dijadikan miliknya.
Ini merupakan tindakan yang melanggar kode etika advokat yang menjadi kuasa untuk mendaftarkan merek.
Hal ini merupakan niat jahat seseorang yang menjabat Dewan Pusat Perguruan untuk memiliki merek yang dipakai perguruannya.
Menanggapi keterangan tentang hak dan wewenang dalam arisan perguruan yang diadakan sejak 2007 tersebut, Rudy Hartono menambahkan, jika arisan perguruan tersebut masih berjalan dengan baik sampai sekarang.
Ketua Arisan Perguruan dengan nama Arisan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai Karate-Do Indonesia ini juga menjelaskan, bahwa Bambang Irwanto dan Tjandra Sridjaja bukanlah Pengurus Arisan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia.
Masih menurut keterangan Usman Wibisono, Bambang Irwanto dan Tjandra Sridjaja hanya sebagai penasehat dan pelindung arisan perguruan, sehingga mereka tidak mempunyai hak dan wewenang untuk mengelola arisan perguruan.
“Jika arisan tersebut sampai dikelola Bambang Irwanto, maka Erick Sastrodikoro yang menjabat sebagai Wakil Ketua Arisan Perguruan bersama-sama dengan Adriano Sunur yang menjabat sebagai Bendahara I dan Hadi Susilo yang menjabat Bendahara II harus memberikan klarifikasi, mengapa membiarkan (pengelolaan) arisan perguruan ke Bambang Irwanto, bukan dikelola Adriano Sunur dan Hadi Susilo sebagai bendahara arisan,” jelas Usman.
Untuk memperkuat pernyataan Usman ini, kemudian ditunjukkan lah buku arisan periode IV oleh Rudy Hartono.
Ketika menunjukkan sampul buku arisan, Rudy Hartono lalu menjelaskan, dari namanya saja sudah jelas yaitu arisan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai Karate-Do Indonesia.
“Maka jelas, arisan itu bukan arisan yang diadakan Perkumpulan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai (IKOK) yang baru didirikan Liliana Herawati pada tahun 2015 bersama Bambang Irwanto dan Tjandra Sridjaja,”papar Usman.
Liliana Herawati hanya sebagai representatif perguruan, sebagai pihak yang memiliki hak atas hasil usaha arisan tersebut. Hal ini merupakan kesepakatan seluruh anggota atau peserta arisan perguruan, karena Bambang Irwanto menyebut bahwa arisan itu sebagai dana abadi.
Jadi uang yang telah disumbangkan kepada warga perguruan adalah merupakan hak perguruan yang memang digunakan untuk membantu pembina-pembina perguruan, supaya terus melestarikan eksistensi perguruan, bukan jasa Bambang Irwanto atau perkumpulan karena perkumpulan fungsinya hanya sebagai wadah komunikasi, sebagaimana tertuang di anggaran dasarnya.
Usman dalam pernyataan tertulisnya juga mengomentari kinerja Adriano Sunur dan Hadi Susilo yang dinilai lalai dalam menjalankan tugasnya sebagai bendahara dan menuruti perintah Bambang Irwanto untuk melakukan pemindahan dana setoran arisan dari peserta arisan dan hasil usaha arisan periode I sampai dengan III, dimulai Agustus 2007 sampai dengan Agustus 2017.
Sementara itu, Rudy Hartono juga menjelaskan, bahwa rekening arisan perguruan dibuka berdasarkan kesepakatan dan kesediaan pribadi seperti pada saat arisan Periode I menggunakan rekening penampungan di Bank BCA atas nama Bambang Haryo Soekartono (BHS) dan Tusito Osmar. Hal ini telah di laporkan kepada pimpinan pusat perguruan dan dinyatakan clean and clear.
Sebaliknya, pada Rakernas Perguruan tahun 2022, jelas-jelas Erick Sastrodikoro menolak memberikan laporan yang menjadi tanggung jawabnya untuk dipertanggung jawabkan kepada pengurus pusat, padahal sebelum berakhirnya tiap periode selalu memberikan laporan keuangan arisan di Rakernas Perguruan.
Yang dilakukan Erick Sastrodikoro kala itu adalah membuat Surat Pencabutan Pernyataan yang ditunjukkan Usman Wibisono.
Sedangkan penggunaan rekening atas nama Perkumpulan dilakukan karena Bambang Irwanto dengan sengaja menyebar issue “tax amnesty” tahun 2016 untuk menakut-nakuti ketua arisan sebagai pemegang rekening penampungan awal periode IV.
Oleh karena itu, ketua arisan akhirnya setuju untuk mempergunakan rekening atas nama perkumpulan karena ada Liliana Herawati sebagai pendiri perkumpulan.
Lalu, masih berdasarkan pernyataan tertulis Usman Wibisono, Bambang Irwanto memerintahkan Adriano Sunur untuk menyerahkan uang hasil usaha arisan periode I sampai dengan periode III kepada rekening yang baru dibuka Tjandra Sridjaja tanggal 25 Agustus 2017.
Pada saat pendirian perkumpulan, belum pernah dibuka rekening atas nama Perkumpulan IKOK. Jadi jelas bahwa rekening ini sengaja dibuka untuk menguasai uang hasil usaha arisan, untuk kepentingan perkumpulan, ditambah dengan adanya bukti setoran awal rekening ditransfer dari rekening penampungan arisan atas nama Adriano Sunur tanggal 25 Agustus 2017 dan setoran dari Bambang Irwanto sebesar Rp.5.000.051.
Saldo penutupan rekening juga disetorkan ke rekening atas nama Perkumpulan PMK Kyokushinkai. Tindakan ini merupakan rangkaian perencanaan untuk menguasai uang arisan dengan tipu muslihat.
Bukti-bukti ini telah diserahkan ke penyidik Bareskrim Polri. Dan tindakan ini telah diakui Bambang Irwanto dan Tjandra Sridjaja, sebagaimana yang ada dalam rekaman rapat tanggal 4 November 2021.
Menanggapi tantangan Erick Sastrodikoro untuk menunjukkan bukti dan tantangan Tjandra Sridjaja kepada Ir. H. Bambang Haryo Soekartono (BHS) tentang dugaan penggelapan Rp.11 milyar lebih, dengan tegas BHS menunjukkan 15 lembar bukti transfer antara September 2019 sampai dengan Agustus 2021 yang secara jelas ditanda-tangani Tjandra Sridjaja.
Bukti-bukti itu dulunya diberikan karyawan Tjandra Sridjaja sendiri. Dan pada saat kejadian, Tjandra Sridjaja menjabat sebagai Ketua Umum Perkumpulan, sesuai dengan profil perkumpulan yang dikeluarkan Ditjen AHU tanggal 28 Januari 2022.
Masih menurut pernyataan Usman, BHS juga menunjukkan bukti rekening atas nama Perkumpulan PMK Kyokushinkai di Bank BCA nomor: 0883551777 yang merupakan rekening penampungan Arisan Perguruan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia.
Usman menambahkan, setelah dikuras perkumpulan, uang arisan tersisa hanya Rp.16.170.099,80 per tanggal 31-03-2022. Hal ini berdasarkan koreksi BHS.
Menurut Usman, ini merupakan bukti bahwa keterangan Erick Sastrodikoro dan Tjandra Sridjaja selama ini adalah bohong.
Ada bukti-bukti lain yang dapat menjerat orang-orang di sekitar Bambang Irwanto dan Erick Sastrodikoro dengan tindak pidana penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 KUHP.
Orang-orang disekitar Bambang Irwanto dan Erick Sastrodikoro itu seperti istri dan ipar Yunus Hariyanto.
Menanggapi kesanggupan Tjandra Sridjaja untuk membayar Rp. 7 milyar lebih, menurut Usman sebagai bentuk pengakuan tidak langsung atas dugaan tindak pidana penggelapan yang telah dilakukannya.
Usman pun mengilustrasikan, seperti maling ayam yang telah mencuri 11 ekor ayam. Namun, orang itu hanya mengakui telah mengambil tujuh ekor ayam saja.
“Sedangkan tiga ekor ayam sisanya, diakui orang yang dituduh pencuri itu sebagai ayam miliknya. Jadi, kalau disuruh mengembalikan, orang yang dituduh telah mencuri itu hanya bersedia mengembalikan tujuh ekor ayam saja,” papar Usman.
Apa yang dilakukan si pencuri itu dikategorikan sebagai tindak pidana berlanjut. Dan tiga ekor ayam yang diduga kuat telah dicuri itu sebagai bentuk tindak pidana pencucian uang.
Sedangkan tantangan Erick Sastrodikoro untuk membuktikan pembayaran pajak (SPT), Usman menunjukkan bukti SPT tahun 2019 atas nama Wajib Pajak (WP) dengan NPWP Perkumpulan.
Dari bukti pembayaran itu Usman Wibisono mengatakan, dari bukti NPWP Perkumpulan SPT tahun 2019 tersebut menjadi bukti adanya dugaan tindak pidana baru yaitu penggelapan uang milik perguruan yang diambil dari kas perguruan.
Untuk bukti-bukti lain yang disimpan pengurus perguruan, menurut Usman, ada dugaan bahwa Erick Sastrodikoro juga telah memalsukan keterangan dalam laporan SPT. Ini akan menjadi babak selanjutnya, mengingat dalam perkara ini Usman juga menjadi korban kriminalisasi yang dilakukan perkumpulan.
Advokat Supriyono SH., MH., C.P.C.L.E. menambahkan, bahwa barang siapa dengan sengaja melawan hukum, memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian, baik itu Rp.7 milyar atau Rp.11 milyar yang merupakan setoran bulanan arisan, dan juga hasil usaha arisan periode sebelumnya, arisan perguruan dari tahun 2007 sampai dengan 2017, diancam karena penggelapan.
“Tindakan Tjandra Sridjaja yang memindahkan uang dari rekening penampungan arisan milik perguruan yang telah disepakati, kemudian dipindahkan ke rekening lain apalagi di bank lain, merupakan tindakan melawan hukum,” kata Usman dalam pernyataannya, mengutip pernyataan Supriyono SH., MH., C.P.C.L.E
Kejadian pemindahan uang itu menurut Supriyono sudah merupakan tindak pidana. Tidak perlu menunggu audit, karena bukti-bukti pemindahan uang dari rekening penampungan arisan perguruan ke rekening di bank lain, adalah bukti dugaan tindak penggelapan hak milik orang lain. Ini bukti yang sah secara hukum.
Usman menambahkan bahwa ada bukti kuat berupa rekaman pernyataan Tjandra Sridjaja dan Bambang Irwanto pada rapat dengan perwakilan peserta arisan tanggal 4 November 2021.
Berdasarkan rekaman tersebut, Bambang Irwanto mengatakan bahwa dia yang (telah) menyuruh menyerahkan hasil uang arisan perguruan kepada perkumpulan dan mengelolanya bersama Erick Sastrodikoro.
“Kemudian, Tjandra Sridjaja dengan sengaja menguasai uang arisan tersebut dan mengirimnya ke rekening di Bank Artha Graha International dan Bank Mayapada,” tulis Usman dalam pernyataan tertulisnya.
Masih menurut pernyataan Usman, maka jelas bahwa ketiga orang ini dapat diduga telah bersekongkol, melakukan tindak pidana penggelapan secara terencana.
Jelas Tjandra Sridjaja dapat diduga telah melakukan tindak pidana penggelapan dengan memindahkan uang setoran arisan dan hasil usaha arisan yang totalnya Rp.11 milyar lebih dari rekening yang bukan hak perguruan ke rekening lain yaitu Bank Artha Graha International dan Bank Mayapada, kemudian mengembalikan uang sekitar Rp. 7 miliar ke pengurus perkumpulan yang tidak memiliki hak atas uang hasil usaha arisan tersebut. Bahkan tindakan tersebut diberikan penghargaan.
Mengenai pengunduran diri Liliana Herawati, jelas bahwa semua bukti yang dipakai pelapor Erick Sastrodikoro adalah bukti yang cacat hukum karena bukti-bukti itu saling membatalkan, misalnya adanya bukti pendahuluan berupa Notulen Rapat 7 November 2019 yang ditulis tangan Erick Sastrodikoro.
“Notulen tersebut jelas bukan Notulen yang sebenarnya. Isi notulen itu diduga telah direkayasa Erick dan kemudian dijadikan bukti untuk dua laporan polisi,” tandas Usman.
Perbuatan merekayasa tulisan tangan tersebut, lanjut Usman, kemudian digunakan sebagai bukti Laporan Polisi, patut diduga sebagai sebuah tindak pidana pemalsuan surat.
Demikian pula bukti pesan surat elektronik berupa whatsapp Liliana Herawati yang jelas dirubah isi dan maknanya, sehingga seolah-olah Liliana Herawati mengundurkan diri dari perkumpulan.
Adanya dugaan rekayasa yang dilakukan Erick Sastrodikoro ini, menurut Usman, dapat dibuktikan bahwa notulen belum dibuat pada tanggal 11 November 2019 sehingga membuktikan bahwa memang pada tanggal 7 November 2019 tidak dibuat notulen.
Oleh karena itu, jelas sudah bahwa tulisan judul notulen pada halaman satu yang dibantah enam peserta pemilihan suara yang mengatakan tidak dibuat notulen pada saat rapat tersebut.
Dapat dibuktikan pula, menurut Usman, bahwa Erick Sastrodikoro telah merubah pesan (surat) elektronik Liliana tanggal 11 November 2019 pukul 19.15 WIB.
“Bahwa Erick Sastrodikoro telah mengulang dugaan tindak pidana ‘merubah’ pesan/surat elektronik Liliana Herawati dan kemudian bukti-bukti tersebut digunakan untuk laporan polisi, sehingga dapat disimpulkan bahwa Erick Sastrodikoro sebagai pelapor mempergunakan bukti yang cacat hukum dałam LPnya,” jelas Usman.
Sedangkan dalam laporan polisi yang dilakukan Liliana, menurut Usman, jelas bahwa Bambang Irwanto dan Tjandra Sridjaja telah memalsukan surat dan kemudian mereka menyuruh Ojong Parintis Manopo untuk menuangkan surat yang dipalsukan tersebut ke dalam sebuah akta notaris. Hal ini menurut Usman dapat dibuktikan kebenarannya.
Bukan hanya memalsukan surat, Usman pun berpendapat bahwa tindakan yang sudah dilakukan Bambang Irwanto dan Tjandra Sridjaja juga dapat dikategorikan sebagai dugaan tindak pidana memasukkan keterangan palsu kedalam sebuah akta.
“Maka, kami menilai bahwa tindakan itu jelas-jelas memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 KUHP dan/atau pasal 266 KUHP,” kata Usman mengutip pernyataan Eko S. Tejo S.Kom., SH., salah satu kuasa hukum Liliana dalam LP di Bareskrim Polri.
Ditambahkan Usman, berdasarkan alat bukti yang dimiliki perguruan dan tim penasehat hukumnya, dapat ditarik benang merah bahwa mereka dan pengurus perkumpulan berkomplot untuk melakukan dua LP di Polrestabes Surabaya, sebagai bagian dari niat jahat yang telah dibuktikan dengan dirubahnya fungsi perkumpulan sebagai wadah komunikasi menjadi sebuah perguruan karate yang menggunakan nama sama atau mirip dengan nama dan merek yang dipergunakan perguruan yang telah dipakai sejak tahun 1970’an dan Hak Cipta diterima Dirjen HKI tahun 2001.
Berdasarkan uraian ini, menurut Usman, jelas sudah bahwa Liliana Herawati sebagai pewaris perguruan dan pemilik merek atau nama Pembinaan Mental Karate, telah dirugikan dan digunakan namanya untuk menghancurkan perguruan miliknya, kemudian diduga telah menggelapkan uang arisan yang menjadi hak perguruan.
Maka jelas, rangkaian kejadian itu merupakan tindak pidana yang berlanjut, sehingga pernyataan yang telah dilontarkan Bambang Irwanto dan Tjandra Sridjaja ke publik berupa klarifikasi, sebagai suatu kebohongan publik. (pay)