SURABAYA (surabayaupdate) – Persidangan perkara dugaan tindak pidana penggunaan gelar akademik palsu yang menjadikan Robert Simangunsong sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya telah berakhir.
Majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara dugaan penggunaan gelar akademik Magister Hukum palsu yang menjadikan Robert Simangunsong sebagai terdakwa terlihat mempertontonkan adanya akrobatik hukum.
Hakim Tongani yang ditunjuk sebagai ketua majelis dalam perkara terdakwa Robert Simangunsong ini sebelum membacakan amar putusannya, membacakan pula pertimbangan hukum yang didasarkan pada fakta-fakta yang terungkap dipersidangan.
Fakta-fakta yang terungkap itu, sebagaimana dibacakan hakim Tongani dalam pertimbangan hukumnya, berdasarkan keterangan saksi-saksi yang didatangkan dipersidangan, keterangan beberapa ahli yang didatangkan dipersidangan serta alat bukti lain yang dijadikan sebagai barang bukti.
“Mengingat pasal 93 jo pasal 28 ayat (7) UU nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, UU nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana jo pasal 14 (a) KUHAP serta peraturan lainnya yang berkaitan dengan perkara ini, mengadili menyatakan terdakwa Robert Simangunsong telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah atau setidak-tidaknya tanpa hak menggunakan gelar akademik sebagaimana dakwaan tunggal penuntut umum,” ujar hakim Tongani saat membacakan amar putusan, Senin (5/8/2024).
Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Robert Simangunsong, lanjut Hakim Tongani, selama lima bulan dan denda sebanyak Rp. 50 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayarkan maka akan diganti dengan pidana penjara selama tiga bulan.
Hakim Tongani juga menyebutkan, menetapkan pidana tersebut tidak perlu dijalankan, kecuali terdakwa Robert Simangunsong dalam tenggang waktu 10 bulan melakukan tindak pidana lagi dan dinyatakan terbukti bersalah berdasarkan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap.
Menetapkan masa penahanan terdakwa Robert Simangunsong diperhitungkan sejak pidana dijatuhkan.
Apa yang membuat majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara terdakwa Robert Simangunsong ini telah melakukan akrobatik hukum?
Hal itu terlihat dari pertimbangan hukum yang dibacakan hakim Tongani yang menyatakan bahwa terdakwa Robert Simangunsong terbukti bersalah menggunakan gelar akademik Magister Hukum, padahal terdakwa tidak mempunyai kapasitas untuk menggunakan gelar akademik yang disingkat MH itu mulai tahun 2016 sampai 2021 dikarenakan terdakwa direntang waktu itu masih berstatus sebagai mahasiswa.
Kemudian, majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya juga menjelaskan, saat menemui Thio Trio Susanto tanggal 16 Februari 2021 terdakwa Robert Simangunsong bertempat di PT. Pelayaran Wahana Gemilang Raya Jalan Tunjungan Surabaya karena adanya perkara kepailitan PT. Pelayaran Wahana Gemilang Raya, dimana terdakwa Robert Simangunsong ditunjuk sebagai kuasa hukum debitur kemudian melayangkan surat kepada Thio Trio Susantono selaku kurator untuk menanyakan daftar tagihan utang kliennya. Dalam surat itu, terdakwa Robert Simangunsong telah mencantumkan gelar Magister Hukum.
Terdakwa Robert Simangunsong kembali terlihat telah mencantumkan gelar akademik Magister Hukum disingkat MH tahun 2016, ketika terdakwa Robert Simangunsong bertindak sebagai kuasa pembanding didalam perkara nomor : 267/Pdt.G/2016/ PT.SBY.
Masih berdasarkan pertimbangan hukum yang dibacakan hakim Tongani, ditahun 2019, terdakwa Robert Simangunsong juga telah menggunakan gelar akademi Magister Hukum saat beracara di PN Sidoarjo dalam perkara nomor 191. Dalam perkara ini terdakwa Robert Simangunsong bertindak sebagai kuasa tergugat 1.
Dalam perkara nomor 191 ini, dalam pertimbangan hukum majelis hakim kembali disebutkan, terdakwa Robert Simangunsong secara terang terangan juga menggunakan gelar Magister Hukum pada sebuah dokumen surat Java Lawyer Internasional perihal duplik tergugat 1 tertanggal 9 Oktober 2019
“Terdakwa Robert Simangunsong tetap menggunakan gelar akademik Magister Hukum pada dokumen surat Java Lawyer International berkaitan dengan daftar bukti tergugat I dan daftar alat bukti tambahan Tergugat I diperkara yang sama,” jelas hakim Tongani saat membacakan pertimbangan hukum majelis hakim.
Untuk semakin memperkuat bahwa terdakwa Robert Simangunsong telah menggunakan gelar akademik palsu, majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya juga menjelaskan bahwa benar berdasarkan surat yang dikeluarkan Universitas Pelita Harapan kampus Surabaya, terdakwa Robert Simangunsong dengan nomor pokok mahasiswa 02658200xxx merupakan mahasiswa aktif yang sedang menempuh pendidikan Magister Hukum dengan mata kuliah Hukum Perbankan Internasional pada tahun 2021-2022.
Begitu pula berdasarkan data para mahasiswa ditahun 2010 diprogram pasca sarjana Undar Jombang, berdasarkan keterangan saksi Faqih, nama terdakwa Robert Simangunsong tidak terdapat dalam daftar sistem PD Dikti, begitu pula dalam daftar mahasiswa yudisium dan wisuda mahasiswa Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang tahun 2013, nama terdakwa Robert Simangunsong juga tidak ada.
Fakta lain yang diungkap majelis hakim kemudian dituangkan dalam pertimbangan hukum yang dibacakan hakim Tongani mengenai penggunaan gelar akademik MH palsu terdakwa Robert Simangunsong adalah adanya pengakuan dari Undar Jombang yang menyebutkan bahwa berdasarkan data mahasiswa tahun 2010 untuk program pasca sarjana bidang studi Magister Hukum Islam atau disingkat MHI, nama terdakwa Robert Simangunsong tidak ada di data sistem pendidikan PD Dikti dan data pasca sarjana.
Begitu pula berdasarkan data mahasiswa yang mengikuti yudisium dan wisuda program studi pasca sarjana Undar Jombang tahun 2013.
Undar Jombang sendiri mengeluarkan data hanya ada 14 mahasiswa yang dinyatakan lulus dan berhak mengikuti wisuda program studi pasca sarjana. Dan berdasarkan daftar nama 14 orang mahasiswa tersebut, nama Robert Simangunsong juga tidak ada.
Masih berdasarkan pertimbangan hukum yang dibacakan hakim Tongani, bahwa berdasarkan pasal 93 juncto pasal 28 ayat (7) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi sebagaimana disebutkan dalam surat dakwaan penuntut umum, majelis hakim menilai bahwa semua unsur sebagaimana disebutkan dalam surat dakwaan penuntut umum tersebut telah terpenuhi semuanya, sehingga majelis hakim pun menilai bahwa terdakwa Robert Simangunsong telah terbukti secara sah dan meyakinkan menggunakan gelar akademik Magister Hukum disingkat MH.
Hal lain yang membuktikan bahwa Robert Simangunsong terbukti bersalah sebagaimana dijelaskan dalam surat dakwaan penuntut umum adalah bahwa majelis hakim tidak menemukan adanya hal-hal yang dapat menghapuskan pidana dengan alasan pemaaf sehingga terdakwa Robert Simangunsong haruslah dinyatakan bersalah dan harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Pertimbangan yang memberatkan dan pertimbangan yang meringankan juga dijelaskan dalam putusan majelis hakim PN Surabaya yang memeriksa dan memutus perkara ini.
Hakim Tongani kembali mengatakan, untuk hal memberatkan, terdakwa Robert Simangunsong sebagai advokat atau penegak hukum, tidak memberikan suri tauladan yang baik kepada masyarakat mengenai penggunaan gelar akademik.
“Hal yang meringankanterdakwa bersikap kooperatif selama menjalani persidangan, terdakwa mengakui kesalahannya dan menyesali perbuatannya, terdakwa Robert Simangunsong mempunyai tanggungan keluarga, terdakwa belum pernah dipidana,” papar Hakim Tongani.
Masih berdasarkan pertimbangan hukum majelis hakim bahwa perbuatan yang sudah dilakukan terdakwa Robert Simangunsong itu tidak bisa dikategorikan sebagai perbuatan kriminal karena faktanya benar bahwa terdakwa sedang menempuh pendidikan gelar magister namun belum lulus.
Setelah menjabarkan panjang lebar bahwa terdakwa Robert Simangunsong terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menggunakan gelar akademik Magister Hukum yang disingkat MH, majelis hakim mulai melakukan akrobatik hukum dengan menyebutkan bahwa terkait penggunaan gelar akademik Magister Hukum itu, hingga saat persidangan ini, tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan adanya penggunaan gelar akademik Magister Hukum yang dilakukan terdakwa Robert Simangunsong.
“Mengingat tujuan daripada pemidaan bukan untuk ajang balas dendam melainkan sebagai pembelajaran atau pembinaan serta memberikan efek jera, bagi terdakwa yang profesinya sebagai advokat, juga sebagai politisi, maka untuk memberikan efek jera tidak harus dengan cara memberikan hukuman pemidaan yang berat sebagaimana yang diterapkan pada para pelaku kejahatan konvensional,” ujar hakim Tongani saat membacakan pertimbangan hukumnya.
Oleh karena terdakwa Robert Simangunsong adalah tokoh masyarakat, ketua partai politik, maka majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana bersyarat sebagaimana diatur dalam pasal 14 (a) KUHP.
Menanggapi terkait vonis percobaan yang dijatuhkan majelis hakim kepada terdakwa Robert Simangunsong ini, Thio Trio Susantono merasa sedih atas keputusan yang diambil majelis hakim PN Surabaya yang memeriksa dan memutus perkara Robert Simangunsong terkait dugaan tindak pidana penggunaan gelar akademik palsu tersebut.
Lebih lanjut Thio mengatakan, sebagai advokat dan praktisi hukum, ia telah diperlakukan tidak adil dan sangat dibohongi, lalu bagaimana dengan masyarakat yang sedang mencari keadilan?
“Hukuman percobaan untuk terdakw Robert Simangunsong ini lucu. Ancaman hukumannya saja 10 tahun, tapi mengapa pidana yang dijatuhkan hanya berupa percobaan?,” tanya Thio keheranan.
Jika hal ini masih dibiarkan di Indonesia ini, akan menjadi presenden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. Masyarakat bisa melihat bagaimana bobroknya penegakan hukum di Indonesia ini. (pay)