
SURABAYA (surabayaupdate) – Fakultas Hukum (FH) Universitas Surabaya (Ubaya) gelar seminar nasional membahas perubahan Undang-Undang Dasar 1945.
Seminar ini digelar Selasa (4/11/2025). Dihadiri Prof. Dr. Jimly Asshidiqie, S.H., M.H.,sebagai Keynote Speaker, Prof. Dr. Zaenal Arifin Muchtar, S.H., LL.M., Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum., Prof. Dr. Hj. Hesti Armiwulan, S.H., M.Hum., Nany Afrida menjabat sebagai Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia periode 2024-2027.
Dalam seminar ini banyak hal yang dibahas diantaranya adalah masalah reformasi konstitusi di Indonesi.
Terkait reformasi konstitusi di Indonesia ini, telah masuk pada tahun ke-26 pasca dilakukannya perubahan Undang-Undang Dasar 1945 secara berturut-turut pada tahun 1999, tahun 2000, tahun 2001 dan tahun 2002.
Oleh karena itu, UUD 1945 sudah sepatutnya dievaluasi dalam implementasinya di Indonesia dalam kerangka negara hukum, demokrasi, khususnya dalam memaknai sistem presidensial oleh pemegang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Perkembangan yang ada dalam ketatanegaraan di Indonesia dengan beberapa perspektif melihat, reformasi konstitusi tersebut salah satunya menjadi persoalan ketatanegaraan, mengusung aspirasi untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945, sebelum reformasi konstitusi, dan aspirasi lain, menginginkan adanya amandemen Ke-V untuk mengubah dan memperbaiki konstitusi tanpa harus melihat ke masa lalu, namun bagaimana melangkah ke depan.
Konstitusi harus menjadi pikiran kita semua, bukan hanya bersifat abstrak dan menjadi rules yang tinggi, bersifat elit, dan tidak akrab di hati rakyat, sehingga menemukan jalan keluarnya.
Harus pula dilihat kedepan, untuk memperbaiki dan evaluasi, perubahan apa yang salah, kelemahan perubahan 1-4 karena urusan implementasinya atau diperlukan regulasi turunan untuk reformasi sistem politik dan tata negara, tanpa adanya kepentingan pihak yang menunggangi dalam rangka mewujudkan negara hukum yang demokratis.
Dalam negara hukum dan demokrasi, perubahan UUD NRI 1945 bukan merupakan tindakan pengkhianatan atau subversif terhadap negara dan penyelenggara negara.
Masih banyak persoalan ketatanegaraan dalam wilayah eksekutif, legislatif, dan yudikatif, dan dalam implementasi UUD NRI 1945 yang problematik, tidak konsisten, bahkan manipulatif.yang diidentifikasi diantaranya masih terdapat tumpang tindihnya sistem ketatanegaraan Indonesia yang berbentuk Republik Indonesia namun dijalankan cara Monarki dan feodal, atau sistem presidensial yang dicampuradukkan dengan sistem parlementer.
Tatanan ketatanegaraan dengan kondisi lembaga-lembaga negara yang belum ideal baik substansi, kapasitas aparatus dan budaya penyimpangan anggaran
kondisi Parpol yang memiliki peran besar yang masih merepresentasikan kepentingan kelompok semata, bersifat dinasti ;
ketidaksesuaian aturan konstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan dan tujuan serta pola gerak pemerintah yang tidak sesuai dengan tujuan bernegara dalam pembukaan konstitusi, hukum yang digunakan untuk kepentingan kekuasaan, tidak diakomodirnya aspirasi dan partisipasi dari masyarakat dan tidak ada mekanisme yang dibuat dalam tatanan ketatanegaraan terkait kedaulatan rakyat seperti dalam hal memilih presiden dan wakil presiden dan tidak memiliki mekanisme untuk mengajukan kritik dan perbaikan pada saat terjadi penyimpangan,
tidak diakomodir secara kuat mengenai Pers, jurnalis dan media secara jelas dalam negara hukum dan demokrasi, dan adanya pembungkaman kebebasan pers sementara Kemerdekaan Pers merupakan salah satu pilar ke – 4 negara demokrasi.
Selain itu, tidak dijaminnya keselamatan para jurnalis dalam melakukan kerja di ruang publik untuk merealisasikan fungsi menyampaikan informasi kepada masyarakat, menjalankan sosial kontrol dan mencerminkan kebebasan berekspresi. (pay)
