SURABAYA (surabayaupdate) – Sidang lanjutan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang dimohonkan PT. Inter Sport Marketing (ISM) di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, kembali digelar. Pada persidangan ini, sebagai penggugat, PT. ISM melalui tim penasehat hukumnya, menghadirkan seorang saksi ahli.
Ahli HAKI yang dihadirkan tim penasehat hukum penggugat tersebut bernama Dr. Budi Agus Riswandi, SH, M.Hum, ahli HAKI yang mengajar Program Pascasarjana di Fakultas Hukum UII, Jogjakarta.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Ari Djiwantara, Budi Agus Riswandi menjelaskan banyak hal mulai dari apa saja yang masuk dalam kualifikasi hak cipta, sifat-sifat hak cipta dan yang terpenting dari konsekuensi hukum yang dilanggar terhadap hak cipta.
Sanksi terhadap pelanggaran hak cipta itu dijelaskan Budi Agus Riswandi berawal dari adanya pertanyaan dari salah satu penasehat hukum PT. ISM. Kepada ahli, Fredrick Billy, salah satu penasehat hukum PT. ISM bertanya, berkaitan dengan kasus ini, berdasarkan sweeping, monitoring yang sudah dilakukan diarea komersial dan didapati adanya perbuatan melawan hukum disana, apakah pelanggaran hukum yang terjadi di area komersial dengan menayangkan pertandingan sepak bola Piala Dunia 2014 Brazil, dapat mengikat pihak ketiga?
Menjawab pertanyaan ini, ahli menerangkan terlebih dahulu tentang adanya perlindungan hukum yang diberikan pemerintah kepada warga negara. Lebih lanjut ahli menjelaskan, hak perlindungan hukum yang dimaksud ini adalah untuk melakukan gugatan terhadap pelanggaran hak cipta.
“Pelanggaran hak cipta yang dimaksud itu, dimana disana ada penggunaan hak cipta tanpa ijin dan melawan hak serta penggunaannya secara komersial. Kemudian, pemegang hak cipta sendiri mengalami suatu kerugian,” ujar Budi.
Jika pemegang hak cipta merasa haknya dilanggar, lanjut Budi, dan menimbulkan kerugian bagi si pemegang hak cipta, maka UU Hak Cipta kita memberikan kebebasan kepada pemegang hak cipta untuk melakukan gugatan.
Ahli juga menjabarkan, untuk masalah ganti kerugian, jika mengacu pada UU No. 19 tahun 2002, tidak ada definisi dari kerugian, sedangkan di UU No. 28 tahun 2014 ada definisinya, dimana di UU No. 28 tahun 2014 itu dinyatakan dengan ganti kerugian dan ganti kerugian itu adalah pembayaran sejumlah uang karena adanya pelanggaran hak cipta. Ganti kerugian itu didasarkan kepada kerugian yang diderita pemegang hak cipta.
“Yang disebut dengan kerugian itu sendiri, di dalam UU No. 19 tahun 2002 maupun UU No. 28 tahun 2014 tidak ada ketentuan secara spesifik. Meski demikian kita dapat mengacu kepada prinsip umum hukum perdata dimana di UU Perdata itu disebutkan kerugian itu bisa berupa kerugian materiil dan kerugian imateriil,” jelas ahli
Selain menjelaskan panjang lebar mengenai kerugian dan ganti kerugian, ahli juga menjelaskan tentang masalah pencatatan dan bagaimana mekanisme pencatatan suatu perjanjian dan perundang-undangan yang mengatur mengenai hal itu.
Sebelum menjelaskan tentang undang-undang yang mengatur tentang pencatatan dan mekanisme pencatatan lisensi, ahli menjelaskan terlebih dahulu tentang ahli menerangkan tentang apa saja yang masuk dalam kualifikasi hak cipta. Ahli mengatakan, yang masuk dalam kualifikasi hak cipta diantaranya pertandingan sepak bola yang tidak dilakukan oleh pelaku pertunjukan atau tidak dilakukan oleh produser rekaman atau lembaga penyiaran.
Kemudian masalah bagaimana hak cipta yang bersifat eksklusif dan deklaratif itu bisa langsung berlaku dan dapat mengikat pihak ketiga? Berkaitan dengan pencatatan perjanjian lisensi, ahli mengatakan, bahwa pencatatan itu adalah konsekuensi hukum lebih lanjut dari adanya perjanjian lisensi hak cipta. Dan hal ini diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta di Indonesia baik UU No. 19 tahun 2002 maupun Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014
“Di undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pencatatan akan memiliki akibat hukum kalau dilakukan pencatatan di Direktorat Jenderal HAKI. Ini diatur dalam UU No. 19 tahun 2002. Jika menggunakan UU No. 28 tahun 2014, timbulnya akibat hukum kepada pihak ketiga itu apabila sudah dicatatkan di daftar umum pencatatan perjanjian lisensi,” ujar Budi
Oleh karena itu, sambung Budi, aturan tentang syarat dan tata cara pencatatan perjanjian lisensi tersebut diberlakukan di awal aturan yang baru terbit. Ada dua masa keberlakuan baik pencatatan perjanjian lisensi yang akan berakibat hukum kepada pihak ketiga, ada pada saat sebelum adanya Peraturan Pemerintah (Permen) dan ada saat terbitnya Permen.
“Sebelum adanya permen no. 8 tahun 2016 maka berlaku kebiasaan karena memang yang terjadi di kalangan konsultan HAKI selama ini, kalau ada perjanjian lisensi supaya berakibat hukum kepada pihak ketiga, mereka biasanya mengajukan surat permohonan ke Dirjen HAKI dan pihak Dirjen HAKI memberikan bukti berupa stempel dan ada tanda tangan berikut tanggalnya. Ini yang terjadi sebelum adanya Permen No. 8 tahun 2016,” kata Budi
Untuk diketahui, dalam perkara ini, PT. ISM mengajukan gugatan PMH melawan PT. Manaco Lifestyle yang berkedudukan di Bali, beralamat L Hotel, Jalan Raya Petitenget No.8L, Seminyak, Badung, Bali 80361.
Dalam gugatannya disebutkan, PT. ISM mengajukan gugatan PMH ini karena penggugat sebagai Pemegang Lisensi Hak Cipta atas Siaran 2014 FIFA World Cup Brazil. Dalam gugatan yang dibuat dan ditandatangani Fredrik Billy, SH, Boturani Adikasih, SH, N. Loni Rihi, SH, SE, Kaspar Gambar, SH, Derry Firmansah, SH dan Jhon Fredy Manik,SH ini disebutkan, dalam menjalankan usahanya sejak tahun 2010 hingga sekarang, penggugat telah menggunakan nama badan hukum tersebut untuk kegiatan-kegiatan keolahragaan, baik yang ada di wilayah Republik Indonesia maupun bekerjasama dengan organisasi-organisasi olahraga di luar negeri.
Dalam rangka kegiatan 2014 Fifa World Cup Brazil atau Piala Dunia 2014 FIFA di BRAZIL, penggugat adalah satu-satunya pemegang dan penerima lisensi utama atau Master Rights Holder dari Federation Internationale De Football Association (FIFA), yang merupakan sebuah organisasi sepak bola Internasional yang berkedudukan di Swiss dan beralamat di FIFA-Strasse 20 PO Box 744, 8044 Zurich, Switzerland (“FIFA”), untuk tayangan siaran Piala Dunia FIFA 2014 BrazilTM di seluruh Wilayah Republik Indonesia.
Adapun dasar hukum penggugat sebagai satu-satunya pemegang dan penerima lisensi tayangan siaran FIFA World Cup 2014 BrazilTM atau Piala Dunia FIFA Brazil 2014 untuk seluruh wilayah Republik Indonesia tersebut adalah dibuat dan ditandatanganinya Licence Agreement tertanggal 05 Mei 2011 antara penggugat dalam hal ini PT. ISM dengan FIFA berkaitan dan/atau berkenaan dengan pelimpahan hak-hak media tertentu yang timbul dari dan sehubungan dengan edisi ke-XX turnamen sepakbola Piala Dunia FIFA dan event-event atau kegiatan- kegiatan FIFA lainnya, selanjutnya disebut sebagai Licence Agreement (pay)