SURABAYA (surabayaupdate) – Setelah memeriksa sejumlah saksi, mulai dari saksi fakta hingga dua orang saksi dimuka persidangan, kini giliran Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendudukkan Liliana Herawati dikursi terdakwa.
Kamis (13/7/2023), Pimpinan Pusat Perguruan Pembinaan Mental Karate (PMK) Kyokushinkai Karate-Do Indonesia ini menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
Sebelum memberikan keterangan, diawal persidangan, Hakim Ojo Sumarna mengingatkan terdakwa Liliana Herawati supaya memberikan keterangan yang sebenarnya.
“Berikan keterangan yang benar ya. Ini untuk kepentingan saudara di perkara ini,” ujar hakim Ojo Sumarna mengingatkan terdakwa Liliana Herawati.
Usai mengingatkan terdakwa, hakim Ojo Sumarna memberikan kesempatan kepada Jaksa Darwis untuk bertanya ke terdakwa Liliana Herawati.
Kepada terdakwa Liliana Herawati, Jaksa Darwis yang ditunjuk sebagai JPU bertanya mengenai pekerjaan terdakwa sehari-hari.
Menjawab pertanyaan penuntut umum ini, terdakwa Liliana Herawati menjawab bahwa ia adalah seorang ibu rumah tangga dengan dua orang anak.
Kemudian, masih menjawab pertanyaan penuntut umum yang lain, di organisasi beladiri Karate Kyokushinkai, ia adalah sebagai pendiri Perkumpulan Pembinaan Mental Karate (PMK) Kyokushinkai Karate-Do Indonesia.
“Di Perguruan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia, saya mendapat waris dari ayah angkat saya, Nardi Tjahjo Nirwanto. Di Yayasan, saya juga sebagai pendiri,” terang terdakwa Liliana Herawati.
Pertanyaan penuntut umum kemudian beralih ke perguruan. Mengenai perguruan, penuntut umum bertanya sejak kapan dibentuknya perguruan.
Menjawab pertanyaan penuntut umum ini, terdakwa Liliana Herawati menjawab tanggal 7 Mei 1967, didirikan Nardi Tjahjo Nirwanto.
Kemudian, penuntut umum bertanya ke terdakwa, sejak kapan Nardi Tjahjo Nirwanto yang diakui terdakwa sebagai ayah angkatnya, mewariskan Perguruan Pembinaan Mental Karate (PMK) Kyokushinkai Karate-Do Indonesia.
“Sejak ayah angkat saya meninggal tanggal 22 September 2009. Beliau meninggalkan surat wasiat,” ungkap terdakwa Liliana Herawati.
Penuntut umum kemudian menanyakan susunan pengurus Perguruan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia kepada terdakwa Liliana Herawati.
Menjawab pertanyaan penuntut umum ini, terdakwa menjawab, sebelum Nardi Tjahjo Nirwanto meninggal, Nardi Tjahjo Nirwanto sebagai pimpinan tertinggi Perguruan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia.
“Untuk pengurus organisasi banyak, ada pimpinan daerah sampai ada kepala bidang pembinaan daerah disetiap propinsi di Indonesia,” papar terdakwa Liliana Herawati.
Lalu, kegiatan perguruan apa saja? Terdakwa Liliana Herawati menjawab, sejak awal didirikan, Perguruan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia mengadakan latihan serta pembinaan secara fisik dan mental kepada warganya mengenai seni beladiri karate.
Untuk kantor pusat Perguruan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia, menurut terdakwa Liliana Herawati, berada di Kota Batu Malang, mulai sejak awal didirikan hingga saat ini.
Setelah menanyakan seputar Perguruan, JPU kembali bertanya ke terdakwa Liliana Herawati tentang yayasan, dimulai dari awal berdirinya yayasan.
“Yayasan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai didirikan 2012 dan saya sebagai pendiri yayasan. Dan pendirian yayasan ini telah didaftarkan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM),” ujar terdakwa Liliana Herawati.
Masalah pendaftaran yayasan di Dirjen AHU, terdakwa Liliana Herawati mengaku tidak ingat tanggal pastinya, karena pendirian yayasan itu diurusi Andi Prayitno, warga Perguruan PMK KYokushinkai Karate-Do Indonesia yang berprofesi sebagai notaris.
Saat penuntut umum bertanya mengenai organ pengurus yayasan, terdakwa Liliana Herawati tidak ingat. Namun, terdakwa Liliana Herawati memastikan, ada beberapa warga Perguruan yang masuk dalam organ pengurus yayasan yang didirikannya tersebut.
Karena tidak ingat siapa saja yang masuk sebagai pengurus yayasan, terdakwa Liliana Herawati kemudian meminta ijin kepada majelis hakim dan penuntut umum untuk melihat susunan pengurus yayasan.
Usai menerangkan tentang jabatan yang ada di Yayasan, terdakwa Liliana Herawati kembali menjelaskan bahwa yayasan adalah bagian dari perguruan.
“Yayasan dibentuk untuk menunjang segala kegiatan perguruan dalam hal dana dan pembiayaan,” kata Liliana Herawati.
Segala dana untuk keperluan perguruan, sambung terdakwa Liliana Herawati, diambilkan dari yayasan.
Mengenai pembiayaan kegiatan perguruan sejak awal berdiri tahun 1967 sampai dengan sebelum yayasan didirikan tahun 2012, penuntut umum bertanya, darimana dana diperoleh untuk membiayai kegiatan perguruan tersebut?
“Sejak awal didirikan tahun 1967 sampai dengan sebelum berdirinya yayasan, pendanaan kegiatan di perguruan dari perguruan itu sendiri,” ujar terdakwa Liliana Herawati.
Terdakwa Liliana Herawati kemudian mencontohkan, dalam hal ujian, dana diambilkan dari seluruh warga yang mengikuti ujian.
Sedangkan untuk kegiatan perguruan yang lain seperti kejuaraan, adanya rapat-rapat yang diselenggarakan perguruan, terdakwa mengaku bahwa dana diperoleh dengan cara gotong royong warga perguruan.
Pasca meninggalnya pimpinan pusat perguruan yang kala itu dijabat Nardi Tjahjo Nirwanto, terdakwa Liliana Herawati meneruskan, dibentuklah yayasan yang tujuannya mengumpulkan dana.
“Dari dana yang dikumpulkan yayasan itulah nantinya akan dipakai untuk membiayai segala kegiatan perguruan,” tandas Liliana Herawati.
Mengenai berdirinya yayasan, terdakwa Liliana Herawati menerangkan bahwa ketika hendak didaftarkan ke Dirjen AHU, berdasarkan penjelasan yang ia terima dari Andi Prayitno yang juga sebagai notaris, menerangkan bahwa ada kendala. Baru beberapa tahun kemudian yayasan bisa didaftarkan.
Walau sudah diingatkan penuntut umum mengenai didaftarkannya yayasan di Dirjen AHU yakni tahun 2019, terdakwa Liliana Herawati memberikan jawaban yang tidak pasti. Terdakwa Liliana Herawati hanya menjawab mungkin.
Kembali ke seputar yayasan, terdakwa Liliana Herawati menjelaskan, sejak didirikan tahun 2012, yayasan yang dibentuknya ini masih belum berjalan, dan efektif berjalan awal tahun 2022.
Dengan sedikit ragu, terdakwa Liliana Herawati kemudian menerangkan bahwa yayasan mulai berjalan ketika perkumpulan mulai ada masalah.
Berkaitan dengan perkumpulan, penuntut umum lalu bertanya ke terdakwa, kapan perkumpulan didirikan? Menjawab pertanyaan penuntut umum ini, terdakwa Liliana Herawati menjawab tahun 2015 Perkumpulan didirikan Liliana Herawati, Tjandra Sridjaja dan Bambang Irwanto.
Saat ditanya tentang siapa saja yang menjadi pengurus perkumpulan, terdakwa Liliana Herawati mengaku bahwa ia baru menerima salinan akta pendirian perkumpulan tahun 2022.
Berdasarkan salinan akta pendirian yang ia terima di tahun 2022, terdakwa Liliana Herawati menerangkan bahwa akta pendirian perkumpulan itu nomor 13.
“Sampai saat ini saya tidak pernah menerima akta pendirian perkumpulan sehingga saya tidak tahu siapa saja yang menjadi pengurus di perkumpulan, termasuk siapa ketua perkumpulan,” cerita terdakwa Liliana Herawati.
Untuk mendapatkan salinan akta pendirian perkumpulan, terdakwa Liliana Herawati mengatakan, ia sampai meminta melalui Majelis Pengawas Daerah (MPD), supaya notaris yang membuat akta pendirian perkumpulan mau menyerahkan akta tersebut kepadanya.
“Ketika saya meminta langsung kepada notaris pembuatnya, beliau tidak berani memberikan salinan aktanya,” kata terdakwa Liliana Herawati.
Masih menurut penjelasan terdakwa Liliana Herawati, setelah ia menerima salinan akta pendirian perkumpulan barulah ia tahu bahwa yang menjabat sebagai Ketua Perkumpulan adalah Tjandra Sridjaja. Dan Tjandra Sridjaja juga sebagai Ketua Pengawas Perkumpulan, Wakil Pengurus dijabat Bambang Irwanto, Sekjen dijabat Erick Sastrodikoro dan Bendahara Perkumpulan dijabat Yunita Wijaya.
Berkaitan dengan pendirian perkumpulan, terdakwa Liliana Herawati menerangkan bahwa awalnya perkumpulan itu dibentuk sebagai wadah komunikasi untuk warga perguruan.
“Karena Perkumpulan dan juga Yayasan saya dirikan semuanya untuk menunjang perguruan. Dan yang duduk di perkumpulan adalah mereka yang menjadi warga perguruan. Untuk yayasan orangnya beda,” papar terdakwa Liliana Herawati.
Dan sejak didirikan, sambung terdakwa Liliana Herawati, perkumpulan tidak ada kegiatannya. Di tahun 2017, perguruan memakai rekening atas nama perkumpulan sebagai rekening penampung arisan perguruan, yang sudah dilakukan sejak 2007. Arisan perguruan mulai berjalan sejak tahun 2007. Dan yang mewadahi adanya arisan ini, menurut penjelasan terdakwa Liliana Herawati, adalah perguruan.
“Tadi anda menjelaskan bahwa perguruan kegiatannya hanya untuk pembinaan mental dan melatih seni beladiri karate,” tanya Jaksa Darwis.
Atas pernyataan penuntut umum ini, terdakwa Liliana Herawati tidak membantahnya. Namun, kegiatan mengelola dana arisan, adalah ide warga-warga senior karena mengetahui bahwa selama ini tidak ada dana didalam perguruan.
“Warga-warga senior yang ada di perguruan ini kemudian berinisiatif untuk membuat kegiatan arisan. Yang ikut arisan tidak murni warga perguruan, tetapi ada dari simpatisan dan yang lain boleh ikut arisan,” ujar terdakwa Liliana Herawati.
Terdakwa Liliana Herawati lalu menjelaskan, sejak dimulainya arisan di tahun 2007, terdakwa tidak ingat berapa jumlah peserta arisan. Ia hanya sebagai peserta arisan. Untuk ketua arisan dijabat Rudi Hartono.
Masih menurut penjelasan terdakwa Liliana Herawati dimuka persidangan, awal dilakukannya arisan tahun 2007, ia menjabat sebagai Ketua Pimpinan Pusat.
Jika melihat pernyataan terdakwa Liliana Herawati ini sangat janggal. Mengapa? Nardi Tjahjo Nirwanto yang menurut pengakuan terdakwa Liliana Herawati adalah pimpinan pusat sejak awal didirikannya perguruan tahun 1967.
Nardi Tjahjo Nirwanto baru meninggal 22 September 2009. Lalu, mengapa Nardi Tjahjo Nirwanto yang masih hidup ditahun 2007 sampai meninggal tahun 2009 tidak mempunyai jabatan apapun di pengelolaan arisan? Sebab, ketua arisan adalah Rudi Hartono.
Masih tentang arisan, terdakwa Liliana Herawati menyebut bahwa rekening yang dipakai sejak awal arisan dibentuk tahun 2007, atas nama pribadi. Mengapa bukan atas nama perguruan? Menurut terdakwa Liliana Herawati karena perguruan tidak berbadan hukum.
Tahun 2017, terdakwa Liliana Herawati mengaku bahwa dalam penyelenggaraan arisan, menggunakan rekening atas nama perkumpulan untuk menampung uang arisan. Untuk spesimen tanda tangan ditahun 2017 adalah Tjandra Sridjaja.
Pimpinan Pusat Perguruan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia ini juga menjelaskan bahwa arisan diselenggarakan 40 bulan tiap periodenya.
“Untuk periode arisan pertama, ketuanya Rudi Hartono. Diperiode pertama ini tidak ada permasalahan. Rekening yang dipakai sebagai penampungan atas nama Bambang Haryo, dan Kho Sito Usman,” kata terdakwa Liliana Herawati.
Arisan periode kedua, lanjut Liliana Herawati, masih tetap diketuai Rudi Hartono. Dan di periode kedua ini tidak ada masalah. Untuk rekening penampungan menggunakan rekening atas nama Rudi Hartono, Erick Sastrodikoro dan Adrianus Sunur.
Kemudian, arisan periode ketiga, terdakwa Liliana Herawati menjelaskan, rekening yang digunakan masih tetap atas nama pribadi.
Sebagai bentuk laporan pertanggung jawaban uang arisan, terdakwa Liliana Herawati mengaku selalu meminta laporan disetiap penyelenggaraan rakernas.
Pada penyelenggaran arisan periode keempat, terdakwa Liliana Herawati kembali menjelaskan, masih tetap diketuai Rudi Hartono namun untuk rekening penampungan menggunakan rekening atas nama Perkumpulan. Spesimen tanda tangan atas nama Tjandra Sridjaja.
Saat ditanya penuntut umum terkait total saldo yang ada direkening perkumpulan diperiode keempat, terdakwa mengaku tidak mengetahuinya. Namun, saat penuntut umum memberitahu jumlah rekening diperiode keempat arisan sebesar Rp. 20 jutaan, terdakwa Liliana Herawati membenarkannya.
Menyinggung pernyataan terdakwa Liliana Herawati tentang adanya polemik sehingga yayasan dijalankan ditahun 2022.
“Polemik seperti apa yang terjadi di Perkumpulan tahun 2022 sehingga yayasan mulai dijalankan ?,” tanya penuntut umum.
Terdakwa pun menjawab, bahwa masalah arisan yang seharusnya diperiode keempat selesai, dana akumulasi yang terkumpul sejak periode pertama, harusnya diserahkan ke rekening penampungan untuk arisan periode kelima.
“Rekening periode kelima ini atas nama yayasan. Sejak awal didirikan, yayasan dan perkumpulan berhubungan dengan perguruan karena keduanya ini dibentuk untuk menunjang perguruan,” cerita terdakwa Liliana Herawati.
Kembali menyinggung masalah polemik yang telah dipaparkan terdakwa Liliana Herawati, bahwa dana arisan yang diselenggarakan pada periode keempat tidak diserahkan ke perguruan.
“Dan seharusnya dana itu akan dimasukkan ke rekening penampungan untuk arisan periode kelima,” jelas terdakwa Liliana Herawati.
Penuntut umum lalu bertanya ke terdakwa tentang rapat yang pernah terjadi di gedung Sridjaja lantai empat tanggal 7 Nopember 2019.
“Apakah anda ikut dalam rapat yang diselenggarakan di gedung Sridjaja lantai empat tanggal 7 Nopember 2019 ?,” tanya penuntut umum.
Menjawab pertanyaan penuntut umum ini, terdakwa Liliana Herawati mengatakan bahwa ia hadir dalam rapat itu. Dan saat itu, menurut cerita terdakwa Liliana Herawati, Tjandra Sridjaja mengumumkan bahwa ia berhenti sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perguruan.
“Rapat tanggal 7 Nopember 2019 itu adalah inisiatif saya. Kepada Tjandra Sridjaja saya sampaikan ada kekisruhan dimedia sosial antar warga perguruan, yaitu antara Usman Wibisono dengan Yunita Wijaya,” kata Liliana Herawati.
Perseteruan antara Usman Wibisono dengan Yunita Wijaya di media sosial itu menurut terdakwa Liliana Herawati tentang adu pendapat. Untuk detailnya terdakwa Liliana Herawati mengaku tidak ingat.
Bukannya membahas mengenai perseteruan antara Usman Wibisono dengan Yunita Wijaya di media sosial, terdakwa Liliana Herawati mengatakan bahwa Tjandra Sridjaja malah menyatakan berhenti sebagai Ketua DPP Perguruan.
Hal lain yang disampaikan di rapat tanggal 7 Nopember 2019, menurut terdakwa Liliana Herawati adalah usulan dari Tjandra Sridjaja untuk mengubah nama Perkumpulan dengan meniadakan nama Pembinaan Mental Karate, kemudian dirinya keluar dari perkumpulan.
Dari pihak perkumpulan yang hadir di rapat tanggal 7 Nopember 2019 ketika itu, ada Tjandra Sridjaja dan Erick Sastrodikoro. Sedangkan dari perguruan dihadiri Alex Suantoro, Andi Prayitno, Rudi Hartono, Surya Kencana, Rudi Mulyo dan Vincent Handoko. Pembicaranya lebih banyak Tjandra Sridjaja dan Erick Sastrodikoro.
Setelah adanya usulan-usulan yang disampaikan Tjandra Sridjaja pada rapat tanggal 7 Nopember 2019 itu, terdakwa juga menjelaskan tentang adanya voting yang diambil setelah mengetahui usulan-usulan tersebut.
Pada persidangan ini, terdakwa Liliana Herawati juga menyangkal bahwa ia pernah didatangi Erick Sastrodikoro, Hadi Susilo dan Kennedy Kawulusan dikediamannya di Batu Malang. Tujuannya untuk menanyakan ulang perihal pengunduran dirinya dari perkumpulan.
Selain itu, terdakwa juga ditanya penuntut umum tentang adanya akta nomer 16 dan akta nomer 17 yang dibuat di notaris Setiawati Sabarudin.
Berkaitan dengan adanya akta nomer 16, terdakwa mengetahuinya saat ia menerima salinan akta nomer 13. Untuk akta nomer 17, terdakwa menjawab tidak pernah tahu.
Setelah menerima adanya akta nomer 16 tersebut, terdakwa Liliana Herawati mengaku kaget, apalagi dalam akta nomer 16 itu dinyatakan menyetujui perihal pengunduran diri terdakwa Liliana Herawati dari Perkumpulan.
Yang disesalkan terdakwa Liliana Herawati adalah akta nomer 16 itu dibuat tahun 2020 namun ia baru menerima akta itu ditahun 2022.
Dan yang membuat terdakwa Liliana Herawati kecewa adalah akta nomer 16 ini ia dapatkan setelah mengajukan permohonan kepada MPD, bukan dari pendiri perkumpulan, pengurus perkumpulan
Terdakwa dalam persidangan ini juga mengatakan, setelah mengetahui adanya akta nomer 16 ia lalu menggelar rapat internal pengurus perguruan
Dirapat internal pengurus perguruan yang diadakan terdakwa Liliana Herawati ini dihadiri Ketua Bidang Pengawas Perguruan Alex Suantoro, Ketua Forum Sabuk Hitam Nasional Rudi Hartono, Ketua Perwasitan Siono Anggoro, Sekretaris Pusat Mirna. Bersama orang-orang ini terdakwa mengadakan rapat secara virtual.
“Berdasarkan masukan dari pengurus yang mengikuti rapat ditambah dari legal perguruan yaitu Usman Wibisono, akhirnya disepakati untuk dibuat akta nomer 8 sebagai alat untuk meng-counter atau menepis adanya akta nomer 16,” jelas Liliana Herawati.
Terdakwa Liliana Herawati juga mengakui pernah bersurat kepada Tjandra Sridjaja dan Erick Sastrodikoro untuk meminta uang arisan yang dikelola perkumpulan.
Terkait uang arisan yang harus dialirkan ke rekening perguruan, terdakwa menyatakan bahwa jumlahnya sekitar Rp. 11 miliar.
Jawaban terdakwa Liliana Herawati ini membuat penuntut umum kembali bertanya, ada dasar terdakwa hingga berani menyebut uang yang diminta ke perkumpulan tersebut jumlahnya Rp. 11 miliar lebih padahal dari penjelasan terdakwa, bahwa uang yang tersisa dari arisan periode IV ke periode V saldonya Rp. 22 juta.
Lebih lanjut terdakwa Liliana Herawati menjelaskan bahwa angka Rp. 11 miliar lebih itu dihitung berdasarkan adanya slip penarikan yang jumlahnya 15 lembar.
Masih menurut penuturan terdakwa Liliana Herawati, 15 lembar slip penarikan itu dalam kurun waktu kapan, terdakwa Liliana Herawati mengaku lupa. Namun yang pasti, penarikan itu terjadi dari rekening BCA dan pihak yang menanda tangani slip penarikan tersebut adalah Tjandra Sridjaja.
Terdakwa Liliana Herawati juga mengaku bahwa ia mengetahui adanya rekening lain selain rekening BCA berdasarkan hasil kliring yang terjadi dari BCA ke rekening Artha Graha dan dari BCA ke rekening Mayapada.
Berkaitan dengan adanya akta nomer 16, terdakwa Liliana Herawati juga ditanya penuntut umum, apakah dirinya pernah melaporkan beberapa orang ke Bareskrim Mabes Polri.
Menjawab pertanyaan penuntut umum ini, terdakwa menjawab ada. Yang dilaporkan adalah Tjandra Sridjaja dan Erick Sastrodikoro, berkaitan dengan adanya dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan penggelapan. Untuk masalah pemalsuan surat itu yang mendasari laporan polisi terdakwa adalah terbitnya akta nomor 16 yang berisi perihal pengunduran dirinya dari perkumpulan.
Terdakwa Liliana Herawati, dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa ini juga terdengar mengeluarkan suara sedikit parau.
Hal itu berkaitan dengan adanya pertanyaan kepadanya apa yang mendasarinya bahwa terdakwa Liliana Herawati ini bersikukuh tidak keluar dari perkumpulan.
“Saya sebagai pimpinan pusat perguruan, menerima amanah dari ayah angkat saya,” ungkap terdakwa Liliana Herawati.
Dalam surat wasiat itu disebutkan, lanjut terdakwa Liliana Herawati, bahwa saya harus melestarikan perguruan ini.
Masih menurut pengakuan terdakwa Liliana Herawati, bahwa Perkumpulan dan Yayasan yang telah ia buat mempunyai tujuan untuk melestarikan perguruan.
Dengan suara tegas, didalam persidangan ini, terdakwa Liliana Herawati mengatakan, selama nama Pembinaan Mental Karate belum dihilangkan dari perkumpulan, terdakwa tidak akan pernah keluar dari perkumpulan.
Berkaitan dengan rapat perguruan yang diselenggarakan di gedung Sridjaja lantai 4, yang agenda awalnya adalah menyampaikan adanya perseteruan dua warga perguruan di media sosial, namun yang terjadi adalah Tjandra Sridjaja mengumumkan mengundurkan diri sebagai ketua DPP Perguruan, hakim Ojo Sumarna kemudian menanyakan hal ini kepada terdakwa.
Hakim Ojo Sumarna bahkan didalam persidangan ini rapat ini tidak matching dan keluar dari rencana awal, yaitu menyelesaikan konflik yang terjadi antara sesama warga perguruan.
Dari sekian banyak pernyataan yang dilontarkan terdakwa Liliana Herawati dimuka persidangan, selain seputar rapat di gedung Sridjaja tanggal 7 Nopember 2019 yang rencana awalnya ingin membahas masalah konflik yang terjadi antara Usman Wibisono dan Yunita Wijaya, masalah pendirian yayasan dan perkumpulan menjadi topik menarik bagi hakim Arlandi.
Lebih lanjut hakim Arlandi bertanya ke terdakwa, jika memang ia begitu mencintai perguruan, mengapa sampai mendirikan yayasan apalagi sampai mendirikan perkumpulan, mengingat yayasan dan perkumpulan mempunyai tujuan yang sama menghimpun dana arisan.
Dengan sedikit berdiplomasi, terdakwa Liliana Herawati menjawab, bahwa yayasan dan perkumpulan adalah bagian dari perguruan. (pay)