SIDOARJO (surabayaupdate) – Sidang dugaan tindak pidana korupsi terkait kredit macet di Bank Jatim di Pengadilan Tipikor Surabaya, masih menjadi tanda tanya kuasa hukum terdakwa.
Meski pemeriksaan perkara sudah berjalan, namun dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Bram Kusno Harjo yang menjabat sebagai Komisaris PT SEP/Semesta Eltrindo Pura dan Henri Kusno Harjo selaku Direksi PT SEP, masih terus dipertanyakan tim penasehat hukumnya.
Jackson Silangi SH, penasehat hukum terdakwa Bram Kusno Harjo dan terdakwa Henri Kusno Harjo selain mempertanyakan kerugian negara akibat perbuatan kedua terdakwa, juga menilai bahwa perkara ini tidak bisa dikatakan sebagai tindak pidana korupsi.
Lebih lanjut Jackson menjelaskan, jika yang dipersoalkan adalah adanya kerugian negara, kedua terdakwa sudah mengembalikannya.
“Sudah ada itikad baik dari kedua terdakwa untuk mengembalikan uang sebesar Rp. 7,5 miliar yang dinyatakan sebagai kerugian negara yang timbul,” kata Jackson.
Pengembalian itu, lanjut Jackson, dititipkan melalui Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya. Dan yang perlu diingat pula, perkara ini sebenarnya menyangkut keperdataan, masalah hutang piutang.
” Untuk pengerjaan PT Wika Karya dan PT SEP sudah clear, sudah selesai semuanya, baik pekerjaan maupun pembayaranya selesai,” ujar Jackson.
Jackson menambahkan, terkait keterangan dari saksi Melvin dan Suyanto di persidangan bahwa dari Bank Jatim ada penyelesaian kredit bermasalah, yang dilakukan sesuai tupoksinya.
“Mestinya dilakukan pelelangan agunan yang diberikan PT SEP pada Bank Jatim. Tetapi pelelangan hanya dilakukan satu kali saja,” ungkap Jackson.
Kemudian, sambung Jackson, kami mempertanyakan kenapa pelelangan hanya dilakukan satu kali.
“Seharusnya, melakukan dan melanjutkan pelelangan sampai agunan itu terjual. Hal itu dapat menutupi utang PT SEP pada Bank Jatim. Namun hal itu tidak dilakukan dengan alasan bahwa mereka masih mencari pembeli,” papar Jackson.
Dari keterangan saksi tersebut, lanjut Jackson, penyelesaian mekanisme kredit itu seharusnya sesuai aturan perbankan. Dalam perkara ini, ada agunannya yang diatur dalam hal tanggungan.
“Artinya, ketika ada kredit macet, maka bank berwenang melelang agunan yang ada untuk menyelesaikan dari debitur tersebut,” tandasnya.
Masih menurut Jackson, ketika hal itu tidak dilakukan, sebenarnya kesalahan bukan terletak pada kedua terdakwa.
“Jelas ini kesalahan Bank Jatim, bukan kesalahan kedua terdakwa. Bank Jatim jelas telah melakukan kelalaian,” ujar Jackson.
Sehingga, lanjut Jackson, perkara ini tidak bisa dikatakan sebagai tindak pidana, namun sudah masuk keperdataan.
Masalah agunan yang telah dijaminkan kedua terdakwa, Jackson secara tegas juga menyatakan bahwa agunan yang dijaminkan itu sudah ada cover asuransi yang besarnya 70 persen dari plafon kredit sebesar Rp. 20 miliar.
Adanya premi dari debitur juga menjadi kewajiban asuransi untuk mengkover, bukan sebagai syarat.
Terkait adanya perintah dari Hakim Ketua Sudareanto SH MH agar aset-aset milik terdakwa segera dilelang, agar bisa menutupi kerugian dari Bank Jatim. Jackson mengatakan, pada tahun 2019 saja, nilai dari dua aset sudah mencapai Rp sudah Rp 7,8 miliar.
“Nah, kalau dilelang tahun ini pasti lebih tinggi lagi,” ujarnya.
Ditambahkan Jackson SH sempat menanyakan pada saksi dari Bank Jatim, kenapa lelang tidak dilanjutkan, alasannya karena masih mencari pembeli. Aset ada di Jl Jemur Andayani dan tanah di Gresik.
“Klien kami menawarkan kalau agunan di Bank Jatim tidak mencukupi, ditawarkan ada agunan lagi yang ditawarkan dan kemudian dilelang. Itu bentuk etikad baik dari klien kami untuk selesaikan hutangnya. Kenapa Bank Jatim tidak melakukan kewenangannya untuk melelang, sebab itu menjadi tugas dia,” katanya.
Sementara dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendatangkan empat saksi. Mereka adalah, Melvin (Bagian Penyelesaikan Kredit Bank Jatim) , Suyanto (Bank Jatim), Andi SUyanto (Keuangan PT Wika Karya) , dan Samsu Hariyadi (Manager PT Wika Karya).
Ketika JPU bertanya pada saksi Melvin, apakah terdakwa PT SEP ketika dipanggil menghadap Bank Jatim masih kooperatif ?
“Terdakwa masih kooperatif ketika dipanggil Bank Jatim, Tetapi belum melunasi hutangnya dan kreditnya macet,” jawab saksi di ruang Candra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juanda Surabaya.
Saksi Suyanto juga menerangkan bahwa agunan rumah dan tanah dari terdakwa di Gresik sudah memenuhi persyaratan dan apabila tidak mencukupi 20 persen, akan dicover asuransi hingga 70 persen. Ini dihitung dari plafon kreditnya.
Saksi menambahkan kredit yang diajukan Terdakwa menuai kemacetan pada tahun 2015. Pada waktu itu, saksi juga melakukan kunjungan proyek Terdakwa di Kangian.
Sementara itu, saksi Samsu Hariyadi (PT Wika Karya) mengatakan, pihaknya mengeluarkan pernyataan dari PT Wika bahwa kontrak itu ada untuk pengadaan panel. Waktu itu yang datang adalah Henri Sembiring dari Bank Jatim dan terdakwa Bram dari PT SEP.
Saksi juga menegaskan bahwa pekerjaan PT Wika yang dikerjakan oleh PT SEP sudah selesai dan ada serah terimanya. (pay)