surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Independensi Hakim Niaga Surabaya Sedang Diuji Didalam Perkara Permohonan PKPU Yang Diajukan PT. CESS

tim kuasa hukum PT. Cahaya Fajar Kaltim. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

SURABAYA (surabayaupdate) – Netralitas dan independensi majelis hakim yang memeriksa dan memutus permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang dimohonkan PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa (CESS) di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya sedang diuji.

Permohonan PKPU yang dimohonkan PT. CESS di Pengadilan Niaga pada PN Surabaya ini bukanlah yang pertama kali dimohonkan dan diuji dipengadilan. Permohonan PKPU yang dimohonkan PT. CESS ini diajukan untuk yang ketiga kalinya.

Ketua tim kuasa hukum PT. Cahaya Fajar Kaltim (CFK) Johanes Dipa Widjaja, SH.,S.Psi., M.H., C.L.A, mengatakan, ada beberapa dasar hukum yang bisa dipakai majelis hakim Pengadilan Niaga pada PN Surabaya yang memeriksa dan memutus permohonan PT. CESS ini untuk menolak permohonan PKPU ini.

Lebih lanjut Johanes Dipa menjelaskan, sebelumnya PT. CESS juga pernah mengajukan permohonan PKPU untuk PT. CFK. Dalam permohonannya yang pertama, Mahkamah Agung (MA) secara tegas menolak permohonan PKPU PT. CESS ini, kemudian diajukan lagi namun tiba-tiba permohonan PKPU kedua PT. CESS tersebut dicabut sendiri.

Dengan melihat fakta tersebut, menurut Johanes Dipa, terlihat adanya itikad tidak baik yang diperlihatkan PT. CESS serta ada upaya untuk mengacaukan upaya perdamaian yang telah disepakati bersama.

“Untuk itu, kami meminta kepada majelis hakim Pengadilan Niaga pada PN Surabaya memperhatikan hal tersebut, sehingga dalam putusannya, majelis hakim menolak permohonan PKPU untuk ketiga kalinya PT. CESS ini,” ujar Johanes Dipa Widjaja, Selasa (20/2/2024).

Selain itu, lanjut Johanes Dipa, kiranya majelis hakim yang memeriksa dan memutus permohonan PKPU PT. CESS untuk ketiga kalinya ini juga memperhatikan teori-teori hukum yang telah diterangkan dua ahli ilmu hukum kepailitan, baik yang dihadirkan PT. CESS sebagai pemohon PKPU maupun PT. CFK sebagai termohon PKPU yang telah diajukan dipersidangan.

“Ada dua ahli hukum Ilmu Kepailitan yang sudah dihadirkan dipersidangan. Ahli hukum pertama bernama Dr. Hendri Jayadi Pandiangan, S.H., M.H., yang dihadirkan PT. CESS,” kata Johanes Dipa.

Dan ahli ilmu hukum kepailitan kedua, sambung Johanes Dipa, bernama Dr. M. Hadi Shubhan, S.H., M.H., C.N., yang dihadirkan PT. CFK.

“Saat kedua ahli ilmu hukum ini dihadirkan dimuka persidangan, banyak teori hukum yang dijelaskan ahli dan dapat dipakai dasar untuk menolak permohonan PKPU PT. CESS untuk ketiga kalinya ini,” jelas Johanes Dipa.

Jika majelis hakim Pengadilan Niaga pada PN Surabaya yang memeriksa dan memutus permohonan PKPU PT. CESS ini sampai menerima permohonan PKPU ini, Johanes Dipa Widjaja mengatakan, hal itu akan menimbulkan penilaian bahwa rasa keadilan di negeri ini telah mati.

Advokat yang pernah sukses mengalahkan gugat Perbuatan Melawan Hukum (PMH) melawan istri salah satu orang terkaya di Indonesia ini mengatakan, ada beberapa alasan kuat yang bisa dipakai dasar majelis hakim Pengadilan Niaga pada PN Surabaya yang memeriksa dan memutus permohonan ini untuk menolak permohonan PKPU PT. CESS ini.

Lebih lanjut advokat yang juga berprofesi sebagai kurator ini menuturkan, alasan pertama yang bisa dipakai dasar majelis hakim menolak permohonan PKPU PT. CESS ini adalah berkaitan dengan tagihan PT. CESS.

“Tagihan sebesar Rp. 29 miliar yang dijadikan dasar PT. CESS untuk mengajukan Permohonan PKPU ini sebenarnya sudah ditagihkan di dalam proses PKPU sebelumnya,” ungkap Johanes Dipa.

Berdasarkan penetapan yang dikeluarkan Hakim Pengawas, sambung Johanes Dipa, tagihan sebesar Rp. 29 miliar tersebut telah ditetapkan dibantah.

Oleh karena tagihan PT. CESS yang telah ditetapkan dibantah berdasarkan Penetapan Hakim Pengawas, lanjut Johanes Dipa, maka tagihan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai tagihan yang tidak terverifikasi.

“Secara yuridis, tagihan itu sudah tidak ada atau tidak dapat dianggap ada, karena tidak memenuhi syarat utang yang dapat ditagih, dan tidak dapat dibuktikan secar sederhana. Hal itu sebagaimana telah dijelaskan Prof. Dr. M. Hadi Shubhan, S.H., M.H., C.N., saat dihadirkan sebagai ahli didalam persidangan,” tegas Johanes Dipa.

Alasan lain menurut Johanes Dipa yang dapat dipakai sebagai dasar majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya, menolak permohonan PT. CESS ini adalah berkaitan dengan dalil permohonan PKPU PT. CESS ini yang mengatakan bahwa tagihan sebesar Rp. 29 miliar tersebut belum terverifikasi di dalam perkara PKPU sebelumnya, perkara PKPU Nomor : 52/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga. Sby.

Terhadap dalil PT. CESS ini, secara tegas tim kuasa hukum PT. CFK mengatakan bohong. Sebab, dalam perkara PKPU nomor 52/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga. Sby dijelaskan, tagihan PT. CESS yang didaftarkan sebesar Rp. 91.533.087.034, diakui Rp. 61.873.186.556 dan yang dibantah Rp. 29.659.900.478.

Alasan selanjutnya menurut Johanes Dipa yang bisa dipakai majelis hakim sebagai dasar untuk menolak permohonan PKPU PT. CESS ini adalah teori hukum yang disampaikan dua ahli ilmu hukum kepailitan didalam persidangan berkaitan dengan penetapan Hakim Pengawas yang bersifat final.

Johanes Dipa Widjaja (pakai baju putih, paling kanan) ketua tim kuasa hukum PT. Cahaya Fajar Kaltim. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

“Dr. Hendri Jayadi Pandiangan, S.H., M.H., seorang ahli ilmu hukum kepailitan yang dihadirkan PT. CESS dan Dr. M. Hadi Shubhan, S.H., M.H., C.N., yang dihadirkan PT. CFK., didalam persidangan telah secara tegas menerangkan bahwa penetapan yang dikeluarkan Hakim Pengawas itu bersifat final serta mengikat sehingga penetapan Hakim Pengawas itu sebagai pertanda untuk mengakhiri sengketa kedua belah pihak,” tutur Johanes Dipa.

Memperhatikan teori ilmu hukum yang disampaikan kedua ahli hukum tersebut dimuka persidangan, Johanes Dipa pun menilai bahwa persoalan mengenai tagihan sebagaimana yang dipermasalahkan PT. CESS yang kemudian dituangkan dan dijadikan sebagai dasar pengajuan permohonan PKPU yang ketiga ini sudah dianggap selesai karena tagihan itu sudah dibantah.

“Kalau sudah jelas-jelas dibantah dan sudah ada penetapan dari hakim pengawas, mengapa sekarang masih juga dipermasalahkan atau dipersoalkan lagi ?,” tanya Johanes Dipa.

Ngototnya PT. CESS untuk terus menagihkan tagihan yang telah terverifikasi inilah yang menurut Johanes Dipa serta kuasa hukum PT. CFK lainnya dipandang sebagai sebuah keanehan dan janggal.

“Andaikata tagihan PT. CESS tersebut dipaksakan dan dianggap sebagai tagihan yang tidak terverifikasi, toh di dalam perjanjian perdamaian yang telah disahkan juga telah mengakomodir mengenai pembayaran kepada kreditor tidak terverifikasi, sehingga aneh kenapa PT. CESS ngotot mengajukan lagi Permohonan PKPU kembali terhadap PT. CFK,” tandas Johanes Dipa.

Pasal 286 UU Kepailitan sebagaimana yang juga telah dijelaskan Dr. Hendri Jayadi Pandiangan, S.H., M.H., dan Dr. M. Hadi Shubhan, S.H., M.H., C.N dimuka persidangan, menurut tim kuasa hukum PT. CFK, juga bisa dijadikan dasar majelis hakim Pengadilan Niaga pada PN Surabaya dalam pertimbangan hukumnya, menolak permohonan PKPU yang diajukan PT. CESS.

“Berdasarkan pasal 286 UU Kepailitan sebagaimana diterangkan dua ahli hukum dimuka persidangan disebutkan, bahwa Perjanjian Perdamaian yang telah disahkan berlaku mengikat seluruh kreditor kecuali Kreditor Separatis yang menolak voting perjanjian perdamaian,” kata Johanes Dipa.

Sementara PT. CESS dan PT. CNEC, sambung Johanes Dipa, adalah Kreditor Konkuren, sehingga dengan demikian keduanya tetap terikat, terutama PT. CESS yang telah menyetujui voting atas adanya perjanjian perdamaian.

Masih menurut Johanes Dipa, apabila pasal 286 UU Kepailitan itu ditafsirkan lain atau menyimpang dengan menyebutkan bahwa PT. CESS tidak terikat dengan perjanjian perdamaian yang telah disahkan, maka timbul pertanyaan apakah ada kepentingan lain dibalik itu? Adakah pihak tertentu yang menginginkannya? Lalu, yang menjadi pertanyaan pula, didalam penegakan hukum di Indonesia ini lebih mengedepankan hukum atau kepentingan pihak-pihak tertentu?

Alasan selanjutnya menurut Johanes Dipa, bisa dipakai dasar majelis hakim menolak permohonan PKPU PT. CESS adalah adanya pembayaran yang dilakukan PT. CFK kepada para kreditur lain, termasuk kepada PT. CESS dan PT. CNEC Engineering Indonesia.

“Hal ini membuktikan, sebagai Debitur, PT. CFK telah tunduk dan patuh terhadap isi putusan homologasi yang telah disepakati bersama,” tegas Johanes Dipa.

Terhadap debitur yang sedang menjalankan atau melaksanakan isi putusan homologasi itu, menurut Johanes Dipa, PT. CFK tidak dapat diajukan permohonan PKPU kembali.

Masih menurut Johanes Dipa, hal itu juga berdasarkan penjelasan kedua ahli ketika dihadirkan didalam persidangan, serta berdasarkan adanya buku tanya jawab Mahkamah Agung (MA) RI.

Dalam buku tanya jawab MA RI tersebut justru memberikan solusi agar ada kepastian hukum dan mencegah terjadinya disparitas di Pengadilan Niaga yang berkaitan dengan perkara PKPU atau Kepailitan.

Sehingga, apabila ketentuan yang telah disepakati dalam buku tanya jawab tersebut tidak ditaati atau diterapkan, akan menimbulkan pertanyaan, untuk apa ada diskusi jika setelah itu apa yang telah didiskusikan tersebut pada akhirnya tidak digunakan sebagai dasar penentuan dan haruslah diterapkan.

Alasan selanjutnya yang juga bisa sebagai dasar majelis hakim untuk menolak permohonan PKPU PT. CESS ini adalah tentang pendapat Dr. M. Hadi Shubhan, S.H., M.H., C.N., yang dihadirkan PT. CFK dimuka persidangan.

Masih berdasarkan penilaian tim kuasa hukum PT. CFK, Dr. M. Hadi Subhan, SH., MH., C.N didalam persidangan juga menjelaskan, dengan adanya putusan homologasi maka semua utang atau perikatan debitor yang terbit sebelum Homologasi menjadi diputihkan, sehingga yang berlaku adalah ketentuan didalam putusan homologasi tersebut.

“Dr. Hendri Jayadi Pandiangan, S.H., M.H didalam persidangan juga mengatakan, kreditor yang namanya termuat didalam Daftar Piutang Tetap (DPT), maka debitor itu terikat dan tidak dapat mengajukan permohonan PKPU kembali,” ujar Johanes Dipa.

Sementara faktanya, sambung Johanes Dipa, nama PT. CESS dan PT. CNEC sudah termuat di dalam DPT di dalam proses PKPU sebelumnya, diperkara PKPU nomor : 52/Pdt.Sus-PKPU/2023/ PN.Niaga.Sby.

“Dengan demikian jelaslah sudah bahwa PT. CESS maupun PT. CNEC Engineering Indonesia masih terikat dan tidak dapat mengajukan permohonan PKPU kembali,” ulas Johanes Dipa.

Johanes Dipa kembali menjelaskan bahwa didalam permohonan PKPU ketiga kalinya yang diajukan PT. CESS ini secara hukum sangat jelas dan terang benderang bahwa permohonan PKPU ini sudah sepatutnya tidak dimohonkan kembali.

Berdasarkan bukti-bukti yang dimiliki termohon PKPU yaitu PT. CFK dan berdasarkan penjelasan serta teori hukum yang disampaikan dua ahli ilmu hukum kepailitan didalam persidangan, permohonan PKPU ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat sehingga sudah sepantasnya jika majelis hakim Pengadilan Niaga pada PN Surabaya yang memeriksa perkara ini menolak permohonan ini.

Dan masih menurut Johanes Dipa, saat ini tim kuasa hukum PT. CFK sebagai pihak termohon PKPU sedang menanti, apakah hukum benar-benar ditegakkan di Pengadilan Niaga pada PN Surabaya atau majelis hakim yang memeriksa permohonan ini mengabulkan permohonan PKPU ini karena ada permintaan atau kepentingan dari pihak-pihak lain. (pay)

Related posts

Jelang Ramadan, BI Dan Pemprov Jatim Harus Perkuat Ketahanan Pangan

redaksi

Inilah Manfaat Amezcua Segar, Produk Unggulan QNET Terbaru

redaksi

Terkena Kanker Otak, Pekerja Salon Ini Masih Nekad Mengkonsumsi Sabu-Sabu

redaksi