MOJOKERTO (surabayaupdate) – Majelis hakim Pengadilan Negqeri (PN) Mojokerto menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan Herman Budiyono melalui tim penasehat hukumnya.
Selain menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan terdakwa Herman Budiyono melalui tim penasehat hukumnya, majelis hakim PN Mojokerto yang diketuai Ayu Sri Adriyanthi Widja, hakim Jenny Tulak dan hakim Jantiani Longli Naetasi, masing-masing sebagai hakim anggota, pada persidangan yang terbuka untuk umum disalah satu ruang sidang PN Mojokerto, Selasa (29/10/2024), juga memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) supaya melanjutkan persidangan dan mendatangkan saksi-saksi.
Mengetahui bahwa nota keberatan atau eksepsinya ditolak, Michael SH., MH., CLA., CTL., CCL salah satu penasehat hukum terdakwa Herman Budiyono langsung kaget.
Rasa kecewa yang mendalam nampak pada raut wajah Michael dan anggota tim pembela Herman Budiyono yang lain.
Meski kecewa dengan keputusan yang diambil majelis hakim pemeriksa dan pemutus perkara ini, Michael tetap menghormati putusan hakim yang menolak seluruh dalil-dalil yang disebutkan dalam nota keberatan atau eksepsi terdakwa Herman Budiyono.
Lebih lanjut Michael menerangkan, bahwa nota keberatan atau eksepsi yang diajukan ini sudah sesuai dengan Surat Edaran Jaksa Agung jo Surat Edaran Jampidum serta didukung banyak yurisprudensi MA.
“Nota keberatan atau eksepsi yang kami ajukan ke majelis hakim tersebut berkaitan dengan uraian peristiwa sebagaimana dijelaskan dalam dakwaan pertama dan kedua yang disusun penuntut umum,” jelas Michael.
Penuntut umum, lanjut Michael, saat menguraikan peristiwa pidana yang dilakukan terdakwa Herman Budiyono, sama persis padahal pasal yang didakwakan berbeda.
“Hal ini kan sudah jelas-jelas dilarang sebagaimana diterangkan dalam Surat Edaran Jaksa Agung dan Surat Edaran Jaksa Agung Muda Pidana Umum (SE Jampidum) Kejagung RI,” ungkap Michael.
Tim penasehat hukum terdakwa Herman Budiyono, sambung Michael, dalam nota keberatan atau eksepsi ini, juga mencantumkan banyak yurisprudensi dari Mahkamah Agung (MA).
Meski nota keberatan atau eksepsi yang diajukan terdakwa Herman Budiyono ditolak, tim penasehat hukum terdakwa akan membuktikan pada persidangan selanjutnya bahwa surat dakwaan yang dibuat penuntut umum tersebut tidak benar.
Sebelumnya, Michael meminta majelis hakim yang menangani perkara penggelapan yang menjadikan Herman Budiyono sebagai terdakwa ini, menolak semua isi surat dakwaan.
Kemudian, Michael juga menerangkan banyaknya kejanggalan-kejanggalan dalam perkara dugaan tindak pidana ini.
Dalam eksepsinya Michael mengungkap banyak hal, diantaranya adalah dakwaan jaksa yang tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap. Selain itu, Michael juga mengungkap uraian dakwaan pertama dan dakwaan kedua juga sama persis.
“Anehnya, penuntut umum tak menguraikan dakwaan pertama dan dakwaan kedua secara jelas dan berbeda, sehingga dakwaan pertama dan kedua unsurnya berbeda tapi uraian perbuatannya sama persis,” papar Michael.
Jelas, sambung Michael, ha ini melanggar surat edaran Kejagung terkait pedoman pembuatan surat dakwaan dan banyak yuri.
Lebih lanjut Michael mengatakan dalam eksepsinya bahwa JPU melanggar hukum acara pidana dan hak terdakwa.
Michael mencontohkan, hak penasehat hukum untuk mendapatkan informasi jadwal sidang, turunan dakwaan dan berkas perkara. Padahal hal itu merupakan satu hal yang wajib diberikan JPU.
“Akan tetapi hal itu tidak dilakukan penuntut umum. Apakah penuntut umum mempunyai kepentingan yang besar diperkara ini, sehingga terdakwa tidak mendapatkan hak-haknya ?,” tanya Michael.
Ini, lanjut Michael, tentunya sangat merugikan terdakwa karena tak bisa melakukan pembelaan atas perbuatan yang tidak pernah dilakukannya.
Selain itu, Michael juga mengatakan bahwa dakwaan jaksa kabur karena jaksa tidak mengungkap secara gamblang peristiwa hukum yang dikaitkan dengan fakta kedudukan hukum terdakwa Herman Budiyono, apakah perseroan diam (komanditer pasif) yang mana sesuai pasal 374 KUHP, harusnya jaksa mengungkap secara detail terdakwa disidangkan ini apakah sebagai ahli waris ataukah sebagai komanditer pasif.
“Nampak sekali kalau penuntut umum sangat kebingungan dalam menentukan nilai objek yang digelapkan, apakah kekayaan CV Mekar Makmur Abadi yang digelapkan ataukah hak para ahli waris yang digelapkan,” tandasnya.
Dengan uraian dakwaan Jaksa yang membingungkan ini maka dakwaan yang demikian tidak boleh diterima hukum acara pidana karena berpotensi menimbulkan rekayasa atau yang disebut juga kriminalisasi. (pay)