surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Banyak Fakta Yang Diabaikan Majelis Hakim, Shodikin Diganjar Hukuman Penjara 4 Tahun Dan Denda Rp 250 Juta

Majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara Shodikin. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

SURABAYA (surabayaupdate) -Upaya Shodikin dan tim penasehat hukumnya untuk mencari keadilan di Pengadilan Tipikor Surabaya pupus sudah.

Pada persidangan yang terbuka untuk umum, Selasa (26/4/2022), majelis hakim yang diketuai I Ketut Suarta menyatakan bahwa Ketua Forum Komunikasi Pendidikan Al Quran (FKPQ) Kabupaten Bojonegoro itu terbukti bersalah melakukan pungutan dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) Covid-19 dari Kementerian Agama (Kemenag) RI kepada lembaga pendidikan Taman Pendidikan Alquran (TPA/TPQ) se-Kabupaten Bojonegoro tahun 2020.

I Ketut Suarta, hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang ditunjuk sebagai ketua majelis menerangkan, terdakwa Shodikin telah terbukti bersalah melanggar pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 ayat 1 huruf (b) Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pertimbangan hukum majelis hakim yang dibacakan hakim I Ketut Suarta pada persidangan dengan agenda pembacaan putusan itu, majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa Shodikin terbukti bersalah melakukan pemotongan dana BOP Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dikucurkan pemerintah melalui anggaran Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Direktorat Jenderal Kemenag.

Dana BOP untuk program PEN Covid-19 itu jumlahnya Rp.14,2 miliar, diberikan sebagai dana operasional bagi lembaga TPQ/TPA yang ada di Kabupaten Bojonegoro akibat adanya pandemi COVID-19 tahun 2020.

Terhadap dana bantuan dari pemerintah yang dikucurkan untuk lembaga-lembaga TPQ/TPA se-Kabupaten Bojonegoro tersebut, masih mengenai isi pertimbangan hukum majelis hakim, terdakwa Shodikin dianggap telah merugikan keuangan negara sebesar Rp.1,007 miliar.

Selain membacakan pertimbangan hukum atas dugaan tindak pidana korupsi yang telah dilakukan terdakwa Shodiki, majelis hakim juga menyebutkan hal yang memberatkan dan hal yang meringankan bagi terdakwa Shodikin.

Untuk hal-hal yang memberatkan, terdakwa Shodikin tidak mengakui perbuatannya. Terdakwa Shodikin dianggap berbelit-belit selama persidangan.

Selain itu, perbuatan terdakwa Shodikin dengan melakukan pemotongan dana bantuan kepada lembaga-lembaga TPA/TPQ penerima bantuan Covid-19, dianggap tidak mendukung program pemerintah.

“Mengadili. Menyatakan terdakwa Shodikin terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi melanggar pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 ayat 1 huruf (b) Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ungkap hakim I Ketut Suarta, saat membacakan amar putusan.

Menjatuhkan hukuman penjara, lanjut I Ketut Suarta, kepada terdakwa Sodikin dengan pidana penjara selama empat tahun.

“Menetapkan hukuman yang dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dengan pidana yang dijatuhkan dengan perintah T
terdakwa tetap dalam tahanan,” kata I Ketut Suarta, membacakan amar putusan.

Menghukum terdakwa, sambung I Ketut Suarta, membayar denda sebesar Rp. 250 juta dengan ketentuan, apabila terdakwa tidak membayar, maka diganti dengan kurungan selama tiga bulan.

Selain membacakan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp. 250 juta, majelis hakim yang terdiri dari I Ketut Suarta sebagai ketua majelis, dibantu dua Hakim Ad Hock masing-masing sebagai anggota yaitu Dr. Emma Ellyani, SH., MH dan Abdul Gani, SH., MH dalam amar putusannya juga menyatakan uang sebesar Rp. 434.080.000 yang disetorkan kepada jaksa, dirampas untuk negara.

Terdakwa Sodikin juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp. 572,2 juta dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita jaksa dan lelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

“Apabila harta benda terdakwa tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama satu tahun,” kata I Ketut Suarta, mengutip isi amar putusan.

Vonis empat tahun penjara sebagaimana dibacakan hakim I Ketut Suarta dimuka persidangan ini lebih ringan dari tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Pada persidangan sebelumnya, penuntut umum dalam surat tuntutannya, memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini, supaya menghukum terdakwa Shodikin dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan enam bulan penjara.

Penuntut umum dalam surat tuntutannya juga memohon kepada majelis hakim, supaya menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp. 300 juta subsider enam bulan penjara serta membayar uang pengganti sebesar Rp. 572, 2 juta subsider empat tahun penjara.

persidangan dugaan korupsi pemberian dana BOP di Pengadilan Tipikor Surabaya. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Atas putusan majelis hakim tersebut, terdakwa dan penasehat hukumnya menyatakan pikir-pikir, sedangkan dua JPU yang menghadiri persidangan pembacaan putusan ini, langsung menyatakan pikir-pikir.

Ditemui usai persidangan, Pinto Utomo, SH., MH, salah satu penasehat hukum terdakwa Shodikin, mengaku sangat kecewa atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim kepada terdakwa.

“Kami kecewa atas vonis majelis hakim ini. Namun, bagaimana pun juga, kami tetap menghormati hukuman yang diberikan majelis hakim tersebut kepada terdakwa Shodikin,” ujar Pinto, Selasa (26/4/2022).

Namun, lanjut Pinto, yang kami sesalkan adalah, majelis hakim dalam menjatuhkan hukuman bagi terdakwa, begitu membabi buta dan mengabaikan rasa keadilan.

“Untuk apa digelar persidangan dengan mendatangkan saksi-saksi, jika saksi-saksi yang dihadirkan, bagi saksi dari penuntut umum maupun dari penasehat hukum terdakwa, termasuk saksi ahli yang didatangkan, tidak dipertimbangkan majelis hakim,” ungkap Pinto.

Seharusnya, lanjut Pinto, begitu perkara ini dilimpahkan ke pengadilan, majelis hakim yang ditunjuk untuk memeriksa dan memutus perkara ini, begitu menerima berkas perkara dan membacanya, langsung saja menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Shodikin.

“Persidangan itu pada hakekatnya, mencari kebenaran materiil dan menggali kebenaran fakta melalui saksi-saksi yang dihadirkan, juga mendengar pendapat ahli hukum yang juga didatangkan,” papar Pinto.

Saksi-saksi yang dihadirkan itu, sambung Pinto, diminta untuk memberikan kesaksian, apakah benar terdakwa melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diuraikan penuntut umum dalam surat dakwaannya.

“Namun yang terjadi pada persidangan dugaan tindak pidana korupsi yang menjadikan Shodikin sebagai terdakwa ini tidak demikian,” ucap Pinto.

Banyak saksi, termasuk saksi yang dihadirkan penuntut umum, lanjut Pinto, memberikan kesaksian, bahwa tidak ada pemotongan yang dilakukan terdakwa Shodikin.

Shodikin yang menjadi terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian dana BOP Covid-19 di Kabupaten Bojonegoro. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Pinto melanjutkan, tidak ada satupun saksi yang menyatakan bahwa mereka menyerahkan uang sebesar Rp. 1 juta kepada terdakwa Shodikin.

“Ironisnya, saksi Andi Fajar Nenggolan yang didatangkan penuntut umum untuk memperkuat surat dakwaan, malah mencabut kesaksiannya yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Hal ini juga tidak menjadi pertimbangan majelis hakim untuk menilai bahwa terdakwa Shodikin tidak bersalah dan bukanlah orang yang telah melakukan pemotongan atau pungli dana bantuan Covid-19,” tegas Pinto.

Yang lebih ironis lagi, menurut Pinto, banyak saksi yang dihadirkan dipersidangan mengaku, saat mereka diperiksa jaksa, dilakukan dengan cara-cara yang tidak patut, dibawah ancaman dan proses pemeriksaannya diluar batas kewajaran serta melanggar norma etik, sebagaimana dijelaskan pula ahli pidana yang didatangkan dipersidangan.

“Cara penyidik untuk memperoleh alat bukti saja sudah tidak patut dan melanggar aturan, mulai dari pernyataan yang ditulis para saksi dimana penyidik sudah menyiapkan terlebih dahulu format atau draf-nya kemudian para saksi itu diminta untuk menulis ulang sesuai dengan format yang telah disiapkan tersebut lalu menanda tanganinya,” ujar Pinto.

Jika berbicara tentang kerugian keuangan negara, Pinto kemudian bertanya, berapa jumlah riil dana bantuan Covid-19 yang telah disalah gunakan atau dinikmati sendiri terdakwa Shodikin.

“Lalu, beberapa nama seperti Khotimatus Sa’adah, Nur Cholis, Suyuti, Sainal Maarif, Imam Muchlisin yang juga dijelaskan penuntut umum dalam surat dakwaannya, bersama-sama dengan terdakwa Shodikin telah memperkaya diri sendiri, mengapa tidak dihadirkan di persidangan sebagai saksi?,” tanya Pinto.

Jika benar demikian, Pinto kembali menjelaskan, mengapa Khotimatus Sa’adah, Nur Cholis, Suyuti, Sainal Maarif, Imam Muchlisin tidak juga dijadikan tersangka atau terdakwa dalam perkara ini?

Pinto menambahkan, Koordinator Kecamatan (Kortan) yang disebut-sebut para saksi telah meminta uang Rp. 1 juta kepada lembaga penerima bantuan dengan alasan sebagai bantuan operasional, juga tidak dijadikan tersangka maupun terdakwa.

“Ini perkara korupsi aneh dan sangat-sangat terlihat rekayasa hukumnya. Yang tidak bersalah, tidak melakukan pungutan bahkan mengeluarkan surat edaran supaya jangan ada pemotongan dana bantuan, malah dinyatakan bersalah dan harus dipenjara, sedangkan yang berbuat malah tidak tersentuh hukum sama sekali dan dibiarkan bebas berkeliaran,” tandasnya.

Kemudian, sambung Pinto, pihak-pihak yang telah menyarankan untuk pembelian alat-alat prokes ke PT. Arta Teknik dan PT. Cahaya Nur Rahmat, termasuk direktur kedua PT tersebut mengapa tidak diungkap penyidik dan dijadikan tersangka maupun terdakwa?

Untuk itulah, mewakili tim penasehat hukum terdakwa, akan membicarakan langkah selanjutnya kepada pihak keluarga terdakwa terkait vonis majelis hakim ini.

Pinto menambahkan, untuk mencari keadilan bagi terdakwa Shodikin, tim penasehat hukum terdakwa akan mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Timur.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kemenag RI menyalurkan BOP Covid-19 ke 937 TPA/TPQ se Kabupaten Bojonegoro tahun 2020. Masing-masing lembaga penerima dapat Rp 10 juta.

Namun, terdakwa didakwa mengambil Rp 1 juta per TPA/TPQ. Rp 6 juta untuk pembelian alat kesehatan keperluan Covid-19 di PT Artha Teknik Indonesia dan PT Cahaya Amanah Nurul Falah, sisanya Rp 3 juta buat operasional masing-masing lembaga penerima.

Uang sebesar Rp. 1 juta itu, diberikan lembaga pendidikan penerima bantuan ke kortan sebesar Rp 400 ribu sebagai dana operasional dan membuat laporan pertanggungjawaban, sedangkan Rp. 600 ribu diberikan lembaga penerima bantuan ke FKPQ wilayah. Karena takut, masing-masing kortan mengembalikan Rp 400 ribu ke negara melalui

Hasil audit dan penghitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jatim, ditemukan total kerugian negara Rp 1,007 miliar. Namun, selama penyidikan sudah ada pengembalian kerugian negara sebesar Rp 384 juta. (pay)

 

Related posts

EMPAT PRIA PELAKU PEMERKOSAAN DIVONIS ENAM TAHUN PENJARA

redaksi

Banyak Kejanggalan Terungkap Dipersidangan Dugaan Korupsi Pembagian Bantuan BOP

redaksi

Sambut Hari Batik Nasional, Tiga Belas Sosialita Surabaya Nan Cantik Jelita Gelar Fashion Show

redaksi