SURABAYA (surabayaupdate) – Belum terlihatnya kepastian hukum dalam penyelesaian perkara PT. Asuransi Jiwa Adisarana membuat para korban akan membawa permasalahan ini ke DPR RI.
Kepastian akan diadukannya permasalahan Wanaartha ini diungkap Dr. Muhammad Mufti Mubarok, Sabtu (23/11/2024) di Surabaya.
Lebih lanjut Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) periode 2024-2027 ini mengatakan, bahwa kasus Wanaartha Life ini sudah lima tahun berjalan namun hingga saat ini kepastian hukumnya masih belum ada.
“Kasus Wanaartha Life masih dalam penanganan BPKN. Namun, karena kasus ini sangat berat dan makin pelik, BPKN berencana akan membawa kasus ini untuk dilakukan hearing dengan Komisi VI DPR RI,” kata Mufti Mubarok.
Muhammad Mufti Mubarok kembali menjelaskan, bahwa kasus Wanaartha Life ini termasuk extraordinary, sehingga permasalahan ini sudah waktunya dibawa ke DPR RI.
“Proses hukumnya masih terus dijalankan. Namun, perkara ini harus kita bawa ke DPR RI,” ulas Muhammad Mufti Mubarok.
Wakil Ketua BPKN periode 2020-2023 ini kembali menjelaskan, dengan dibawanya permasalahan Wanaartha Life ini ke DPR RI, diharapkan kasus ini akan bisa diselesaikan seperti kasus-kasus asuransi lain yang juga pernah membuat heboh di Indonesia
Muhammad Mufti Mubarok kemudian mencontohkan beberapa kasus yang berkaitan dengan asuransi yang sangat menghebohkan di Indonesia namun akhirnya bisa diselesaikan seperti kasus Jiwasraya, Indosurya dan Bumiputera
“Kami pun berharap, di tahun 2025 ini, kasus Wanaartha ini ada penyelesaiannya, karena perkara ini sudah cukup lama,” harap Muhammad Mufti Mubarok
Muhammad Mufti Mubarok kembali menegaskan, prioritas penyelesaian kasus Wanaarta Life ini harus bisa diselesaikan mengingat banyaknya nasabah yang menjadi korbannya.
“Ini menyangkut hak-hak konsumen yang memang harus diperjuangkan. Oleh karena itu, kasus ini akan kita bawa ke DPR RI seperti kasus Meikarta yang mulai terjadi tahun 2016,”ungkap Muhammad Mufti Mubarok.
Muhammad Mufti Mubarok lalu menjelaskan mengapa kasus Wanaartha Life ini sangat berat. Oleh karena itu, penyelesaiannya tidak hanya dengan kekuatan hukum.
“Dibutuhkan pula kekuatan politik untuk menyelesaikan masalah ini. Walaupun sudah ada pengembalian uang nasabah, namun besarnya pembayaran yang hanya 1,5 persen sangat tidak layak,” tegas Muhammad Mufti Mubarok.
Masalah penyelesaian kasus Wanaartha Life ini juga mendapat tanggapan Prof. Dr. Firman Wijaya. Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi ini secara tegas mengatakan bahwa rancangan undang-undang perampasan aset harus diprioritaskan dan segera disahkan.
“Bisa dikawinkan undang-undang pencucian uang dan perampasan aset. Proses peradilan kemarin, membuat korban Wanaartha kecewa dengan putusan hakim,” jelas Prof Firman Wijaya.
Proses persidangan sendiri, lanjut Prof. Firman Wijaya, begitu panjang, sampai sembilan bulan lamanya.
“Anehnya, majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini malah menyatakan bahwa perkara yang sedang disidangkan kala itu Niet Ontvankelijke Verklaard (NO),” ungkap Prof Firman.
Prof Firman menegaskan bahwa keputusan tidak diterimanya gugatan nasabah terhadap PT. Asuransi Adisarana Wanaartha karena mengandung cacat formil, bisa menyebabkan demoralisasi proses penegakan hukum.
“Jangan persoalan Wanaartha itu dilakukan pendangkalan proses. Hanya melihat dokumen, kemudian seolah-olah tidak ada apa-apa. Putusan NO itu merusak nalar,” kritiknya.
Sementara itu, Ketua Perkumpulan Pemegang Polis Wanaartha, Johanes Buntoro Fistanio, menyampaikan bahwa dengan adanya pemerintahan dan legislatif yang baru, diharapkan bisa lebih peduli dengan ribuan korban asuransi tersebut.
“Kasus ini sudah cukup lama. Hampir lima tahun. Korbannya ada yang sampai sakit, bahkan sudah ada yang meninggal. Kami berharap kasus ini cepat selesai,” tutur Johanes Buntoro.
Johanes yang baru saja ditunjuk menjadi salah satu pengurus DPW Badan Persaudaraan Antar Iman (BERANI) Jatim ini kembali menjelaskan, dengan bergabungnya ia di organisasi sayap Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), bisa memudahkannya berkomunikasi dengan legislatif maupun eksekutif.
“PKB ini cukup mumpuni untuk kemasyarakatan dan keadilan. Memberikan kepada masyarakat ini yang terbaik, dengan melindungi harkat dan martabat masyarakat,” ujarnya.
Perlu diketahui, Interpol telah memberikan red notice terhadap tiga tersangka pemilik saham Wanaartha. Ketiganya kini dikabarkan tinggal di Amerika. Namun, hingga saat ini belum ada action dari aparat terkait.
Di perkara Wanartha Life ini, berdasarkan surat bernomor : S.Tap/90/VIII/RES.1.24/2022/Dittipideksus, tanggal 1 Agustus 2022 yang dikeluarkan Direktorat Kriminal Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, ada tujuh nama yang ditetapkan sebagai tersangka.
Tujuh nama yang ditetapkan sebagai tersangka itu Yanes Yaneman Matulatuwa yang menjabat sebagai Presiden Direktur Wanaartha Life, Evelina Larasati Fadil yang menjabat sebagai Presiden Komisaris Wanaartha Life, Daniel Halim yang menjabat sebagai Direktur Wanaartha Life, Manfred Armin Pietruschka sebagai pemilik Wanaartha Life, Rezanantha Petruschka sebagai pemilik Wanaartha Life, Terry Kesuma dan Yosef Meni.
Pada tanggal 5 Desember 2022, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan pencabutan izin usaha PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life/PT WAL). Pencabutan ini dilakukan karena PT WAL tidak dapat memenuhi rasio solvabilitas (risk based capital) yang ditetapkan OJK sesuai ketentuan yang berlaku. (pay)