SURABAYA (surabayaupdate) – Empat anak kandung Ali Hardi bersengketa dijalur hukum, sama-sama menuntut hak atas harta peninggalan kedua orangtua mereka.
Bersama anak pertama dan anak terakhir Ali Hardi, Rosono Ali Hardi terus berjuang menuntut keadilan adanya pembagian yang rata atas harta peninggalan orangtua mereka.
Upaya Rosono Ali Hardi, Lily Ali Hadri dan Welsono Ali Hardi untuk menuntut keadilan melawan Warsono Ali Hardi hingga saat ini masih terus dilakukan, walaupun tiga anak kandung Ali Hardi ini telah kalah hingga tingkat Peninjauan Kembali (PK).
Bagaimana Rosono Ali Hardi, Lily Ali Hardi dan Welsono Ali Hardi sampai bertikai dengan saudara kandungnya sendiri untuk menuntut pembagian harta warisan kedua orangtuanya secara adil dan merata?
Kepada awak media, Rosono Ali Hardi bercerita awal mula konfliknya dan kakak perempuannya serta adik bungsunya melawan Warsono Ali Hardi, anak keempat Ali Hardi.
Hal ini berawal dari perihal harta peninggalan kedua orangtua mereka kepada Warsono, adik kandungnya. Untuk diketahui, kedua orang tua empat bersaudara ini telah meninggal dunia.
Berkaitan dengan harta peninggalan itu, Rosono lalu bertanya ke Warsono tentang warisan kedua orang tua mereka tersebut. Namun, Warsono menjawab tidak tahu menahu tentang urusan itu.
“Selama ini, semua usaha kedua orangtua kami, saya yang menjalankan bersama papa. Tapi ironisnya, sampai kedua orangtua kami meninggal, tidak ada sedikitpun harta peninggalan kedua orangtua kami tersebut yang bisa saya rasakan,” kata Rosono.
Tahun 2007, lanjut Rosono, saya melaporkan Warsono ke Kepolisian Polda Jatim dengan tuduhan penggelapan. Namun, faktanya diputar balik. Warsono menuding saya melaporkan ibu kandung kami ke polisi.
“Saya sebenarnya mau meminta hak saya saja. Namun yang terjadi, faktanya diputar balik. Saya dituding melaporkan ibu saya. Padahal faktanya, saya tidak pernah melaporkan ibu saya ke polisi,” jelas Rosono.
Ibu kami, sambung Rosono, berkata akan mengklarifikasi semua itu dan akan membereskannya, asalkan laporan tersebut di Polda Jatim dicabut.
Begitu laporan dicabut, masih menurut cerita Rosono, penyelesaian yang dijanjikan ibu kandung mereka itu tidak pernah ada hingga sang ibu meninggal tanggal 19 Februari 2019.
“Pasca ibu kami meninggal, masalah harta peninggalan orang tua ini kami tanyakan lagi ke Warsono. Lama ditunggu, tak juga ada kejelasan,” jelas Rosono.
Rosono mengaku terus menanyakan haknya kepada sang adik sebagai salah satu anak yang juga berhak atas harta peninggalan orang tua.
Ketika Rosono menanyakan perihal semua harta peninggalan orangtua ke adiknya yang nomor empat itu, Rosono tiba-tiba ditunjukkan sebuah akta jual beli. Terkait akta itu, Rusono mengaku tidak tahu menahu.
“Akta jual beli itu saya ketahui pada tahun 2020. Namun, dalam sebuah surat wasiat dikatakan bahwa saya pernah menerima emas dan rumah,” papar Rosono.
Berkaitan dengan rumah, Rosono kembali menjelaskan, akan diberikan saat kedua orang tua masih hidup. Waktu itu, kedua orang tua Rosono ada hutang 12 kg emas.
“Saya ada buktinya. Bahkan, disurat itu juga ada tanda tangan Warsono. Dalam faktanya malah diputar balik. Saya dikatakan menerima emas sebanyak 8 kg,” cerita Rosono.
Rosono kemudian menunjukkan sebuah surat dimana disurat tahun 1987 itu ada tanda tangan ibunya dan Warsono.
Mengapa kedua orangtua Rosono dan Warsono pada tahun 1987 menyatakan berhutang emas kepada Rosono?
Dalam penjelasannya, Rosono mengatakan, dimasa kedua orangtuanya masih hidup, Rosono selalu membantu kedua orangtuanya, mengelola bisnis yang dijalankan ayahnya. Sebagai imbalannya, setiap tahun Rosono diberi emas sebanyak 1 kg emas
“Tiga belas tahun saya bekerja pada kedua orangtua saya, tidak pernah mendapat gaji. Namun, orangtua bilang, THR kamu tiap tahun dikasih satu kilogram emas,” ungkap Rosono.
Masih menurut cerita Rosono, ia bekerja membantu orangtuanya sejak tahun 1978 hingga 1989. Sejak 13 tahun itu, Rosono mengaku tidak pernah menerima emas hingga sekarang, sebagaimana dijanjikan kedua orangtua mereka.
“Buktikan kalau memang saya telah menerima emas dari kedua orangtua kami. Yang aneh, dalam gugatan Warsono di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, dikatakan saya telah menerima emas. Dan fakta itu disetujui hakim,” ujar Rosono kecewa.
Rosono kembali menerangkan, jika memang benar ia telah menerima emas, pasti ada tanda terimanya. Faktanya, tanda terima itu tidak pernah ada.
Berkaitan dengan rumah, Rosono melanjutkan, bahwa rumah itu diberi ibunya karena merasa memiliki hutang emas sebanyak 12 kg.
Karena merasa tidak enak, maka ibu Rosono memberikan sebuah rumah. Namun, pemberian rumah ini dianggap sebagai pemberian harta warisan.
Begitu kalah ditingkat pertama, Rosono kemudian mengambil upaya hukum banding. Namun, banding yang diajukan di Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur, ditolak. Rosono pun dianggap telah menerima 8 Kg emas.
“Banding saya tidak diterima, sehingga saya dinyatakan kalah karena telah menerima 8 kg emas. Dan, ditingkat banding pun, bukti bahwa saya telah menerima 8 kg emas tidak pernah ada dan tidak pernah ditunjukkan,” ulas Rosono.
Dalam surat wasiat, lanjut Rosono, juga diterangkan bahwa adiknya yang bernama Welsono melihat, bahwa Rosono memang telah diberi 8 kg emas.
Ketika pernyataan itu ditanyakan Rosono ke Welsono, adik bungsunya ini langsung membantah isi surat wasiat yang ditulis pengacara Warsono dalam gugatannya.
Dengan berbekal surat wasiat, Warsono kemudian menggugat Rosono. Dalam gugatan, Warsono juga mencantumkan adanya jual beli tahun 1994.
Berkaitan dengan surat wasiat, juga dimasukkan kembali tahun 2006. Padahal tahun 2006, surat wasiat dipegang Warsono. Rosono pun mengaku tidak mengetahui sama sekali tentang adanya surat wasiat itu.
Meski gugatan yang diajukan Warsono itu telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht, namun banyak kejanggalan-kejanggalan yang disebutkan dalam surat wasiat tersebut.
“Walau banyak sekali kejanggalan, pengadilan baik di tingkat pengadilan negeri sampai ditingkat PK, tidak menghiraukannya. Akibatnya, majelis hakim memenangkan gugatan Warsono,” papar Rosono.
Beberapa kejanggalan yang diungkap Rosono seperti, mengapa surat wasiat itu dimunculkan ketika kedua orangtua mereka telah meninggal dan adanya surat wasiat itu tidak diketahui saudara-saudara Warsono yang lain, baik kakak-kakaknya maupun si bungsu.
Masalah jual beli yang dicantumkan dalam surat wasiat juga dinilai sangat janggal menurut Rosono.
Karena, dalam surat wasiat, seharusnya tidak pernah diungkapkan tentang jual beli, namun dalam wasiat itu malah diterangkan adanya jual beli antara Ibu mereka dan Warsono.
Selain itu, wasiat lazimnya dilaksanakan setelah orang yang memberi wasiat meninggal, tapi dalam wasiat itu malah menerangkan semua peristiwa yang seakan-akan sudah terjadi semuanya sebelum pemberi wasiat meninggal.
“Perkara ini sedang di laporkan di Bareskrim Mabes Polri dalam tahap penyidikan dan telah di alihkan
ke Polda Jatim untuk kemudahan penyidikan,” tutur Rosono.
Terpisah, Warsono melalui kuasa hukumnya yaitu Julia Putriandra, SH dan Mohamad Adnan Fanani SH.,MH mempertanyakan kenapa pihak Rosono Ali Hardi dan Lily Ali Hardi masih menanyakan juga tentang harta warisan keduaorang tua mereka.
“Harta warisan apalagi yang mereka tuntut atau permasalahkan?,” tanya Putri, Senin (16/12/2024).
Putri menambahkan, semua sudah di jalani dalam proses hukum dan Rosono Ali Hardi tidak dapat menunjukkan harta waris mana yang belum didapatkan.
“Proses hukum yang telah dilalui pun tidak terjadi di beberapa tahun ini saja namun sudah dilakukan sejak tahun 2007,” ungkap Putri.
Tahun 2007, lanjut Putri, Rosono Ali Hardi pernah menuntut hak waris dari papa mereka setelah meninggal dunia di bulan April 2006, dengan melaporkan Warsono Ali Hardi.
Hal ini pun juga hingga membuat sang ibu turut diperiksa saat itu. Namun pada akhirnya Laporan tersebut di SP3 pertimbangan dengan tidak cukupnya bukti.
“Tidak hanya itu Rosono Ali Hardi pun pernah menggugat ibu kandungnya namun pada akhirnya gugatan tersebut di cabut,” cerita Putri.
Saat sang ibu meninggal dunia tahun 2019, Rosono melakukan gugatan kembali menuntut harta waris yang katanya belum dibagi, sementara apa yang digugat tersebut sudah sangat jelas bahwa itu bukanlah harta waris karena telah ada proses jual beli antara kedua orang tua dengan Warsono Ali Hardi di tahun 1994 hingga tahun 2002.
Terkait masalah pembagian emas, rumah dan mobil kepada Rosono Ali Hardi, Lily Ali Hardi, Lia Ali Hardi dan Welsono Ali Hardi ketika orang tua masih hidup itu telah dinyatakan ibu mereka dalam surat wasiatnya di tahun 2006.
Dalam wasiatnya, ibu kandung mereka ini yang membuat sendiri sehingga hal tersebut dapat dibuktikan bahwa emas atau harta lainnya yang pernah di terima Rosono Ali Hardi adalah pemberian dari orang tua, terlepas adanya pembayaran lain atas hutang piutang yang diakui Rosono Ali Hardi.
“Gugatan yang diajukan Rosono Ali Hardi saat ini sudah sampai pada tahap PK yang mana permohonan PK tersebut diajukan pihak Rosono Ali Hardi,” pungkasnya.
Masih menurut Putri, upaya hingga tahap PK ini pun telah jelas bahwa memang tidak ada harta waris yang belum di bagi seperti yang dipermasalahkan Rosono Ali Hardi sejak dulu. (pay)