SURABAYA (surabayaupdate) – Setelah identitas sebenarnya tanah obyek sengketa yang berada di Jalan Puncak Permai Utara III Surabaya terungkap, kini giliran Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang dimiliki Widowati Hartono untuk menguasai tanah obyek sengketa juga terungkap keabsahannya.
Ada dua saksi yang dihadirkan Mulya Hadi melalui tim penasehat hukumnya, pada persidangan lanjutan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (14/12/2021).
Dua saksi itu bernama Warsono dan Nadia Savera. Dua orang itu berprofesi sebagai pengacara. Warsono adalah advokat yang mendampingi Mulya Hadi ketika dilaporkan ke Polrestabes Surabaya atas dugaan penyerobotan tanah.
Nadia Savera juga berprofesi sebagai advokat yang menjadi kuasa pemohon eksekusi mewakili Mulya Hadi atas sebidang tanah seluas 3150 M² yang berlokasi di Jalan Puncak Permai Utara III Surabaya.
Berdasarkan keterangan Warsono inilah akhirnya dapat diungkap SHGB nomor 4157 atas nama Widowati Hartono yang dipakai sebagai alas hak untuk menguasai sebidang tanah seluas 6850 M² yang berlokasi di Jalan Puncak Permai Utara III Surabaya dan saat ini menjadi obyek sengketa.
Apa saja yang terungkap dari pernyataan Warsono terkait SHGB nomor 4157 itu? Ternyata, lokasi tanah yang dimaksudkan dalam SHGB nomor 4157 tersebut bukan berada atau berlokasi di Lontar atau masuk wilayah Kelurahan Lontar.
Fakta lain yang terungkap adalah, meski SHGB 4157 itu tertera Pradahkali Kendal, setelah dilakukan pengecekan yang dilakukan Warsono di Kelurahan Pradahkali Kendal, juga bukan merupakan produk Kelurahan Pradahkali Kendal.
Yang mencengangkan adalah, berdasarkan jawaban atas surat yang pernah dikirimkan Warsono ke Kelurahan Pradahkali Kendal, dalam balasannya, pihak Kelurahan Pradahkali Kendal mengatakan jika SHGB nomor 4157 itu tidak tercatat dan tidak ada dalam catatan Kelurahan Pradahkali Kendal.
Fakta lain yang terungkap pada persidangan ini adalah adanya pengerahan massa diobyek sengketa yang awalnya ditempati Mulya Hadi beserta keluarganya.
Warsono yang menjadi saksi pertama, dalam persidangan ini juga bercerita tentang adanya penganiayaan yang dilakukan beberapa orang dari ratusan massa yang menduduki tanah obyek sengketa.
Siapa saja yang dianiaya, penganiayaan yang bagaimana yang diterima korbannya ketika itu, apa yang sudah dilakukan massa yang jumlahnya 300 orang lebih ketika datang ke obyek sengketa tersebut, diungkap Warsono dihadapan majelis hakim dan kuasa hukum Widowati Hartono selaku tergugat dan kuasa hukum Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Pertanahan Surabaya I.
Johanes Dipa Widjaja, SH.,S.Psi., M.H., C.L.A salah satu kuasa hukum Mulya Hadi sebagai penggugat awalnya bertanya ke Warsono tentang hubungannya dengan Mulya Hadi.
“Saya adalah kuasa hukum yang mendampingi Mulya Hadi saat dipanggil dan diperiksa penyidik Polrestabes Surabaya tahun 2018,” ujar Warsono.
Waktu itu, lanjut Warsono, Mulya Hadi diperiksa sebagai terlapor atas dugaan penyerobotan tanah. Kemudian, pada suatu hari, penyidik menunjukkan adanya SHGB atas nama Widowati Hartono.
“Penyidik bertanya, apakah saya mengetahui hal ini? Saya menjawab tidak. Kemudian, saya mencari tahu tentang SHGB nomor 4157 tersebut,” jelas Warsono.
Awalnya, sambung Warsono, kami mendatangi Kelurahan Lontar untuk bertanya apakah tanah berdasarkan SHGB ini masuk wilayah Lontar. Ternyata tidak.
“Lalu, saya bersurat ke Kelurahan Pradahkali Kendal untuk menanyakan apakah tanah yang diterangkan dalam SHGB 4157 tersebut berada diwilayah Pradahkali Kendal,” ungkap Warsono.
Masih menurut kesaksian Warsono dimuka persidangan, berdasarkan jawaban dari Kelurahan Pradahkali Kendal, SHGB 4157 tersebut tidak tercatat di Kelurahan Pradahkali Kendal dan tidak pernah ada.
Warsono yang mengetahui bahwa SHGB nomor 4157 itu tidak tercatat di Kelurahan Pradahkali Kendal kemudian mendatangi kantor BPN, untuk menanyakan hal ini.
Ternyata, petugas BPN yang ditemui Warsono ketika itu, tidak bisa menjelaskan tentang keberadaan SHGB 4157 tersebut.
Ketika Warsono datang ke kantor BPN Surabaya I untuk menanyakan bagaimana bisa SHGB 4157 tersebut tertera Pradahkali Kendal namun menempel di Lontar. Kembali BPN tidak memberikan penjelasan apapun.
BPN malah menyarankan supaya Mulya Hadi dan juga kuasa hukum untuk menunggu adanya putusan pengadilan terkait hal itu.
Temuan Warsono ini kemudian ia sampaikan ke penyidik. Anehnya, penyidik juga tidak bisa berbuat apa-apa.
“Kami tidak bisa berbuat apa-apa. Tolong jangan paksa kami untuk berpihak,” ujar Warsono menirukan perkataan penyidik Polrestabes yang menangani kasus ini.
Pada persidangan ini, Warsono juga ditanya tentang adanya laporan di Polda Jatim terkait sengketa tanah antara Mulya Hadi dengan Widowati Hartono.
Dalam jawabannya, Warsono menjelaskan jika laporan itu masih ditangguhkan dan hingga saat ini belum ada tersangkanya. Yang menangguhkan adalah penyidik Polda Jatim.
Warsono dalam persidangan ini juga ditanya apakah pernah mendatangi tanah yang menjadi obyek sengketa? Saksi menjawab pernah.
Hal lain yang juga dijelaskan Warsono dalam persidangan adalah sejak tanggal 9 Juli 2021 malam, tanah itu dalam penguasaan Widowati Hartono. Sebelumnya, tanah itu dikuasai ahli waris.
Nadia Savera, kuasa hukum Mulya Hadi yang menjadi pemohon eksekusi. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)
Lalu, saksi kembali ditanya, apakah ia tahu bagaimana cara Widowati Hartono melakukan penguasaan atas tanah yang saat ini menjadi obyek sengketa?
“Tanggal 9 Juli 2021, ada segerombolan orang berada di lokasi, sekitar pukul 20.00 Wib. Jumlah mereka sekitar 300 orang lebih,” papar Warsono.
Masih menurut penjelasan Warsono, orang-orang berjumlah 300 ini lalu memaksa menduduki tanah yang saat itu dalam penguasaan ahli waris. Padahal ketika itu sedang ada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
“Begitu saya mendengar adanya massa dalam jumlah besar datang ke obyek tanah yang saat ini sedang dalam sengketa, bersama dengan Lim Tji Tiong, advokat yang mendampingi Mulya Hadi saat itu, datang ke tanah tersebut,” paparnya.
Masih berdasarkan penuturan Warsono dimuka persidangan, kedatangannya bersama Lim Tji Tiong untuk menenangkan massa ternyata mendapat respon yang berbeda.
Dua advokat ini malah dianiaya beberapa orang yang tergabung dalam kumpulan massa. Warsono dan Lim Tji Tiong malah dipukuli hingga mengeluarkan darah.
“Akibat pemukulan itu, malam harinya, saya melaporkan adanya aksi pemukulan tersebut ke Kepolisian Polrestabes Surabaya,” kata Warsono.
Masih menurut pengakuan Warsono, sekitar satu minggu setelah aksi pemukulan tersebut, Lim Tji Tiong dikabarkan meninggal dunia akibat Covid-19.
Saksi Warsono juga menjelaskan, tanggal 5 Juli 2021, ia sempat mendapat panggilan untuk mediasi, namun mediasi yang rencananya akan dilakukan di Polrestabes Surabaya itu ditunda karena ada PPKM.
Massa yang jumlahnya sangat banyak waktu itu juga melakukan aksi brutal dengan merusak gembok pagar, supaya pihak tergugat
“Setelah membuka gembok secara paksa, orang-orang ini memasukkan alat berat berupa forklif. Massa juga mencabut papan nama yang ditancapkan dilokasi obyek sengketa,”ungkap Warsono.
Saksi juga ditanya, pada saat obyek dikuasai ahli waris, apakah dilokasi sudah berdiri tembok? Saksi menjawab, berdirinya tembok itu baru saja terjadi.
“Sejak kecil, saya tidak pernah melihat adanya tembok sebagaimana yang berdiri saat ini, yang ada hanya pagar
setinggi 1 meter tinggi,” kata Warsono.
Dah ketika masih kecil, lanjut Warsono, dilokasi tanah yang saat ini menjadi sengketa tersebut dipakai untuk memelihara kambing, sapi oleh keluarga Mulya Hadi.
Warsono yang begitu mengenal sosok Mulya Hadi, juga menyatakan bahwa ayah Mulya Hadi yang bernama Randim, mempunyai sebidang tanah yang luasnya 10 ribu M². Tanah ini kemudian dipecah menjadi dua bagian.
Usai mendengat kesaksian Warsono, tibalah untuk mendengarkan kesaksian Nadia Safira, seorang pengacara yang mengajukan permohonan eksekusi atas sebidang tanah yang luasnya 3150 M².
Banyak hal yang dijelaskan Nadia pada persidangan ini, termasuk permohonan eksekusi atas sebidang tanah yang luasnya 3150 M².
Nadia mengatakan, tanah seluas 3150 M² itu adalah milik Mulya Hadi, berlokasi di Jalan Darmo Permai Selatan Surabaya.
“Tanah tersebut masih satu kesatuan dengan sebidang tanah seluas 6850 M² yang saat ini menjadi obyek sengketa sehingga totalnya menjadi 10 ribu M²,” jelas Nadia.
Eksekusi, lanjut Nadia, terjadi Rabu (8/12/2021). Dan saat pelaksanaan eksekusi, tidak terjadi perlawanan dan tidak dihadiri kuasa termohon eksekusi maupun Yayasan Cahaya Harapan Hidup Sejahtera sebagai pihak termohon eksekusi.
Dalam penjelasannya, tanah seluas 3150 M² itu masih milik Mulya Hadi yang diakui sebagai milik Yayasan Cahaya Harapan Hidup Sejahtera.
“Mulya Hadi akhirnya menggugat Yayasan Cahaya Harapan Hidup Sejahtera atas SHGB yang yayasan miliki,” kata Nadia.
Pengosongan yang dilakukan juru sita PN Surabaya itu, sambung Nadia, merupakan penetapan eksekusi nomor : 29/EKS/2021/ PN.Sby berdasarkan amar Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor : 346/Pdt.G/ 2021/PN Sby tanggal 11 Mei 2021.
Bagaimana Yayasan Cahaya Harapan Hidup Sejahtera bisa kalah dalam gugatan? Nadia menjelaskan bahwa pihak yayasan menyadari bahwa SHGB yang mereka miliki palsu.
Masih menurut penuturan Nadia, satu hari menjelang pelaksanaan eksekusi, pihak Yayasan Cahaya Harapan Hidup Sejahtera tidak hadir dalam sebuah pertemuan. Pihak yayasan tahu jika sertifikat yang mereka pegang atas tanah tersebut adalah palsu.
Ditemui usai persidangan, Johanes Dipa Widjaja, SH.,S.Psi., M.H., C.L.A selaku kuasa hukum Mulya Hadi mengatakan, bahwa dari persidangan hari ini ditambah dua persidangan sebelumnya sudah makin jelas dan terang benderang, bahwa Mulya Hadi adalah pemilik tanah yang sah.
Selain itu, berdasarkan salah satu saksi yang dihadirkan pada persidangan ini, juga diketahui adanya peristiwa penyerangan sekelompok orang yang jumlahnya 300 orang lebih ke lahan yang saat itu dalam penguasaan Mulya Hadi dan keluarganya.
“Tanggal 9 Juli 2021, berdasarkan keterangan saksi Warsono, secara tegas dinyatakan bahwa insiden yang terjadi saat itu, telah memakan korban jiwa,”kata Johanes Dipa.
Lim Tji Tiong, lanjut Johanes Dipa, yang menjadi kuasa hukum Mulya Hadi sebelumnya, harus meninggal dunia karena terpapar virus Covid-19, satu minggu setelah aksi penyerangan itu terjadi.
Masih menurut Johanes Dipa, berdasarkan keterangan saksi Warsono pula, gerombolan orang yang jumlahnya 300 orang lebih itu, juga melakukan aksi brutal, melakukan pemukulan terhadap saksi Warsono dan advokat Lim Tji Tiong hingga keduanya mengeluarkan darah.
Orang-orang yang diduga kuat preman tersebut, juga menganiaya anak saksi Warsono yang pada tanggal 9 Juli 2021 berada di lokasi kejadian. (pay)