surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Banyak Kejanggalan Terungkap Dipersidangan Dugaan Korupsi Pembagian Bantuan BOP

Persidangan shodikin di Pengadilan Tipikor Surabaya. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

SURABAYA (surabayaupdate) – Sidang dugaan tindak pidana korupsi pembagian dana BOP dari Kementerian Agama (Kemenag) kepada 937 lembaga pendidikan Al’quran di Kabupaten Bojonegoro kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.

Pada persidangan yang menjadikan Shodikin sebagai terdakwa ini akhirnya terungkap adanya kejanggalan dalam proses penyaluran dana bantuan BOP dari Kemenag.

Berdasarkan pengakuan tiga saksi yang diperiksa di persidangan Selasa (19/1/2022) itu, akhirnya diketahui bagaimana uang operasional sebesar Rp. 1 juta diberikan masing-masing lembaga TPQ.

Ada 32 orang yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada persidangan ini. Namun, atas permintaan tim penasehat hukum terdakwa Shodikin, para saksi diperiksa satu persatu.

Kejanggalan pertama yang terungkap adalah, adanya pernyataan Johanes Dipa Widjaja, SH., S.Psi.,M.H., kepada majelis hakim yang memberi alasan mengapa tim penasehat hukum Shodikin minta para saksi diperiksa satu persatu.

Lebih lanjut Johanes Dipa menyebutkan, bahwa ada tindakan intimidasi yang dilakukan penuntut umum kepada para saksi melalui telpon.

Kejanggalan kedua terungkap saat penuntut umum menghadirkan Hismawan dimuka persidangan sebagai saksi ketiga.

Dari pengakuan bendahara TPQ Abdul Salam Desa Gugulan ini akhirnya diketahui, bahwa ada beberapa saksi, ketika dilakukan proses penyidikan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro, tidak diperiksa satu persatu, melainkan bersama-sama.

Sebelum mengungkap diperiksanya saksi tidak sendiri-sendiri, Johanes Dipa bertanya ke Hismawan, selama proses penyidikan, ia diperiksa berapa kali. Atas pertanyaan ini, Hismawan pun menjawab tiga kali.

“Kemudian, saat saksi diperiksa dipenyidik, saksi diperiksa sendiri atau bersama dengan saksi lain? Apakah benar waktu dipenyidik, saksi pernah diperiksa bersama dengan Basri?,”tanya Johanes Dipa.

Hismawan yang mendapat pertanyaan itu terlihat kebingungan dan akhirnya mengakuinya. Atas jawaban Hismawan ini, Johanes Dipa pun langsung bereaksi dan meminta kepada majelis hakim untuk mencatat kejanggalan ini. Sebab menurut Johanes Dipa, diperiksanya saksi-saksi dipenyidikan secara bersama-sama itu adalah tidak wajar dan sangat janggal.

Kejanggalan selanjutnya yang berhasil digali dari saksi Hismawan ini adalah terkait pemberian uang Rp. 1 juta kepada oknum pegawai Koordinator Kecamatan (Kortan).

“Waktu saksi memberikan uang Rp. 1 juta kepada Tanda Bangun, apakah ada kuitansi atau tanda terimanya?,” tanya Johanes Dipa lagi.

Hismawan saat memberikan keterangan di persidangan. (FOTO : parlin/surabayaupdate.vom)

Hismawan sempat terlihat kebingungan dan akhirnya menjawab tidak. Hismawan untuk kedua kalinya terlihat terdiam sejenak saat ditanya kapan uang Rp. 1 juta itu diserahkan ke Kortan.

Masih mengenai uang Rp. 1 juta yang diberikan lembaga TPQ sebagai dana operasional, Johanes Dipa kembali bertanya, apakah pemberian uang itu diberikan pengurus TPQ ke Kortan sebelum menerima bantuan BOP dari Kemenag atau sesudah menerima bantuan? Sempat berfikir beberapa saat, Hismawan akhirnya menjawab lupa.

Kejanggalan selanjutnya yang diperoleh dari Hismawan adalah mengenai sosok Shodikin yang menjadi terdakwa dalam kasus ini. Saat ditanya apakah Hismawan mengenal sosok Shodikin dan pernah melihat sosok Shodikin, Hismawan pun menjawab tidak.

Pinto Utomo, penasehat hukum terdakwa Shodikin kemudian bertanya ke Hismawan terkait sosialisasi yang telah dilakukan Kortan kepada lembaga penerima bantuan, termasuk lembaga tempat Hismawan.

Terkait sosialisasi itu, Pinto bertanya apakah saat sosialisasi, Tanda Bangun selaku perwakilan Kortan pernah menyampaikan bahwa dalam pemberian bantuan BOP dari Kemenag RI ini tidak boleh ada pemotongan? Hismawan hanya bisa terdiam dan terlihat kebingungan.

Hismawan kembali terlihat kebingungan saat ditanya terkait uang Rp. 1 juta yang menurutnya sebagai operasional. Awalnya, Hismawan bisa menjelaskan bahwa dari uang Rp. 1 juta itu, Rp. 500 ribu diberikan untuk Forum Komunikasi Pendidikan Al’Quran (FKPQ) kabupaten dan Rp. 500 ribu diberikan untuk Kortan Kecamatan.

“Ketika sosialisasi, Tanda Bangun mengatakan, ada uang operasional yang diberikan, besarnya Rp. 1 juta. Dari jumlah itu, Rp. 500 ribu untuk FKPQ Kabupaten dan Rp. 500 ribu untuk Kortan Kecamatan,” ungkap Hismawan.

Pada persidangan ini, Hismawan kembali memberikan jawaban yang tidak konsisten saat ditanya ada berapa tahapan dalam pembagian BOP ini.

Jawaban Hismawan yang tidak konsisten terlihat saat ia ditanya, TPQ Abdul Salam menerima bantuan ditahap keberapa. Dipersidangan, Hismawan menjelaskan bahwa TPQ Abdul Salam menerima bantuan di tahap pertama. Jawaban ini berbeda dengan pernyataannya saat ditingkat penyidikan.

Ditingkat penyidikan, Hismawan mengatakan bahwa TPQ Abdul Salam menerima bantuan di tahap kedua. Dari jawaban Hismawan yang tidak konsisten itu, penasehat hukum terdakwa pun berkesimpulan bahwa para saksi termasuk Hismawan, sengaja diarahkan jawabannya oleh penuntut umum.

Mengarahkan jawaban para saksi juga terlihat dari jawaban Hismawan saat ditanya, dalam proses pencairan ini ada berapa tahapan. Hismawan hanya bisa menjawab tidak tahu.

Kejanggalan selanjutnya yang terungkap dari Hismawan adalah tentang siapa yang membuat laporan pertanggung jawaban atau LPJ.

Saat ditanya penuntut umum, siapa yang membuat laporan pertanggung jawaban, Hismawan mengatakan bahwa ia sendiri yang membuatnya.

Shodikin yang menjadi terdakwa dugaan tindak pidana korupsi pembagian dana bantuan BOP. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Jawaban ini berbeda saat Pinto Utomo bertanya, siapa yang membuat laporan pertanggung jawaban. Dihadapan majelis hakim, Hismawan akhirnya mengaku bahwa yang membuat laporan pertanggung jawaban adalah Kortan Kecamatan.

“Apakah laporan pertanggungjawaban yang sudah dibuatkan Kortan itu saksi tanda tangani?,” tanya Pinto. Atas pertanyaan ini, saksi pun mengaku menandatanganinya.

Hismawan kemudian memberikan alasannya mengapa menanda tangani sebuah laporan yang tidak ia buat sendiri. Lebih lanjut Hismawan mengatakan, karena ikut-ikutan teman-temannya yang juga menerima bantuan BOP.

Adanya perbedaan nominal uang untuk operasional terlihat dari kesaksian tiga saksi yang dihadirkan yaitu Moch. Haris, Mohammad Khusnul Wafaq dan Hismawan.

Dari pengakuan Mohammad Khusnul Wafaq, bahwa uang operasional sebesar Rp. 1 juta itu, Rp. 600 ribu untuk FKPQ Kabupaten dan Rp. 400 ribu untuk Kortan Kecamatan. Jawaban Mohmad Khusnul Wafaq ini sama dengan jawaban Moch. Haris.

Berdasarkan pengakuan tidak saksi yang dihadirkan penuntut umum, para saksi mengaku tidak pernah melihat sosok terdakwa Shodikin. Para saksi juga tidak mengenal sosok Shodikin apalagi melihat terdakwa Shodikin memberikan sosialisasi dan mengatakan ada uang yang harus diberikan sebagai bantuan operasional yang nantinya akan dipergunakan untuk pembuatan proposal, membuat laporan pertanggung jawaban, membeli ATK dan ongkos kirim barang alkes.

Untuk kesaksian Moch. Haris dan Mohammad Khusnul Wafaq, kedua pengasuh TPQ ini juga mengakui, bahwa didalam sosialisasi yang dilakukan FKPQ Kabupaten, ada pernyataan bahwa bantuan akan disalurkan secara utuh dan tidak boleh ada pemotongan.

Menanggapi kesaksian Moch. Haris, Mohammad Khusnul Wafaq dan Hismawan dipersidangan, Pinto Utomo mengatakan, bahwa terlihat sekali jika ada rekayasa penyidikan dan ada politisasi diperkara yang menimpa Shodikin ini.

Lebih lanjut Pinto menjelaskan, dari persidangan juga terungkap bahwa proses penyidikan yang dilakukan terhadap para saksi, sudah dipaksakan.

“Penyidik melakukan pemeriksaan saksi tidak sendiri-sendiri. Dari sini sudah terlihat, bahwa penyidik dan penuntut umum sudah memaksakan opininya, sehingga Shodikin bisa menjadi tersangka dan akhirnya diadili,”kata Pinto.

Dari tiga saksi yang dihadirkan penuntut umum, lanjut Pinto, jawabannya selalu sama dan mirip, misalnya mengenai uang yang dicairkan, adanya pemotongan sebesar Rp. 1 juta, dan para saksi menyebutnya sebagai uang bantuan operasional.

“Ini sudah copy paste. Namun, saat ditanya, pemberian bantuan operasional ini atas inisiatif siapa, tidak ada yang bisa menjawab,”kata Pinto.

Para saksi, lanjut Pinto, hanya mengatakan bahwa adanya uang Rp. 1 juta itu disosialisasikan dan dijelaskan Kortan saat mereka diundang dalam rapat koordinasi terkait adanya bantuan operasional covid yang disebut bantuan BOP.

Adanya intimidasi, teror yang dialami para saksi, juga sangat disayangkan Pinto. Dari dengan adanya intimidasi saksi itu, menurut Pinto ada sesuatu yang sengaja dipaksakan untuk memenjarakan terdakwa Shodikin. (pay)

 

Related posts

AAI Officium Nobile Menggelar Konsultasi Hukum Gratis Di Acara Car Free Day

redaksi

Kuasa Hukum Penggugat Berharap, Ada Keadilan Bagi Mulya Hadi Setelah Pemeriksaan Setempat

redaksi

Propam Polda Lakukan Penyelidikan Di Perkara Sengketa Tanah Mulya Hadi Melawan Istri Orang Terkaya Di Indonesia

redaksi