SURABAYA (surabayaupdate) – Upaya PT. Vinici Inti Lines dengan mengajukan gugatan perlawanan atas upaya eksekusi yang dimohonkan PT. Papua Putra Mandiri di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, tidak sepatutnya dilakukan.
Gugatan perlawanan eksekusi yang diajukan PT. Vinici Inti Lines di PN. Jakarta Utara itu juga mendapat tanggapan buruk PT. Papua Putra Mandiri.
Melalui kuasa hukumnya, gugatan perlawanan eksekusi yang diajukan PT. Papua Putra Mandiri tersebut malah menimbulkan kesan sengaja untuk mengulur-ulur waktu.
Ir. Eduard Rudy Suharto, SH., M.H selaku kuasa hukum PT. Papua Putra Mandiri menjelaskan, sebagai perusahaan berbentuk perseroan terbatas, yang melakukan usaha di Indonesia, PT. Vinici Inti Lines harus tunduk dan patuh kepada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
“PT. Vinici Inti Lines juga harus tunduk dan patuh terhadap putusan pengadilan, termasuk adanya putusan Mahkamah Agung (MA) yang sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap,” kata Eduard Rudy, Senin (13/12/2021).
Dalam pertimbangan hukumnya, lanjut Eduard Rudy, majelis hakim MA menyebutkan, bahwa PT. Vinici Inti Lines sebagai tergugat I terbukti melakukan cidera janji atau wanprestasi, dengan tidak melaksanakan kewajibannya, berupa tidak mengantar batu split milik PT. Papua Putra Mandiri dari Palu Sulawesi Tengah ke Sorong Papua.
Direktur Bejana Law Office ini juga mengatakan, dalam amar putusannya majelis hakim MA yang memeriksa dan memutus perkara ini juga menyatakan menghukum para tergugat untuk membayar ganti rugi serta membayar denda keterlambatan dengan total Rp 3,675 miliar secara tanggung renteng.
“Atas putusan hakim agung ini, PT. Papua Putra Mandiri selaku pihak penggugat melalui kuasa hukumnya, lalu mengajukan permohonan eksekusi pembayaran sejumlah uang atas putusan MA nomor 1128/K/Pdt/2013 pada 31 Juli 2013,” ujar Eduard Rudy.
Bukannya beritikad baik, dengan cara melakukan pembayaran ganti rugi, lanjut Eduard Rudy, sebagaimana yang diisyaratkan pengadilan, PT. Vinici Inti Lines malah melakukan perlawanan di PN. Jakarta Utara.
“Klien kami sudah memberikan kesempatan selama tujuh tahun, supaya PT. Vinici Inti Lines melaksanakan putusan MA berupa melakukan pembayaran sebesar Rp. 3,6 miliar, bukan malah mengajukan gugatan perlawanan eksekusi,” ujar Eduard.
Sikap PT. Vinici Inti Lines yang seperti mengolor-olor waktu ini sangat disayangkan Eduard Rudy. Ketua Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Kongres Advokat Indonesia no ini juga menilai, langkah yang diambil PT. Vinici Inti Lines dengan mengolor-olor waktu pembayaran, akan merugikan dirinya sendiri.
“Ada tidak perusahaan lain yang mau berbisnis dengan perusahaan yang tidak patuh atas putusan pengadilan yang sudah final?,” tanya Eduard Rudy.
Jelas, sambung Eduard Rudy, para pelanggan atau customer maupun kolega bisnis PT. Vinici Inti Lines akan menghindar. Kedepannya, jangan-jangan mereka juga akan mengalami hal yang sama seperti yang dialami klien kami. Sungguh sangat disayangkan,” ujar Eduard Rudy.
Lalu, Eduard Rudy kembali menjelaskan, bahwa langkah hukum yang diambil PT. Vinici Inti Lines dengan cara mengajukan gugatan perlawanan serta tidak mau membayar ganti rugi ke PT. Papua Putra Mandiri, semakin menunjukkan bahwa PT Vinicia Inti Lines tidak patuh hukum.
“Alasan yang diungkapkan PT. Vinici Inti Lines ke PT. Papua Putra Mandiri tidak mau membayar sepeserpun ganti rugi, karena kewajiban tersebut bukan tanggung jawab PT. Vinici Inti Lines pusat namun PT. Vinici Inti Lines yang didaerah,, sangat menggelikan sekali,” ujar Eduard.
Tentu alasan tersebut bagi Eduard Rudi tidaklah elok dan tidak masuk akal, sebab suatu Perseroan Terbatas (PT) merupakan satu kesatuan. Dan ketika ada persoalan di PT tersebut maka menjadi tanggung jawab keseluruhan PT.
Sementara kuasa hukum PT Vinici Inti Lines yakni Yunus saat dikonfirmasi melalui pesan Whatsaap menyatakan bahwa dia akan meminta ijin terkait hal ini ke Direktur PT Vinici Inti Lines.
“ Mohon maaf, saya minta izin dulu kepada dirut,” ujarnya.
Perlu diketahui, perkara ini berawal dari Penggugat selaku Direktur PT. Papua Putra Mandiri yang bergerak dibidang kontraktor/ perdagangan umum. Bahwa Penggugat telah memperoleh kepercayaan dari Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga/Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional yaitu Satuan Kerja Non Vertikal tertentu Pembangunan Jalan dan Jembatan Sorong berupa Paket Pembangunan Jalan Sorong-Mega (MYC) dari tanggal 22 Mei 2009 sampai dengan tanggal 30 September 2009.
“Proyek ini bukanlan yang pertama kali, sebab klien kami sudah diberikan kepercayaan untuk pembangunan jalan dan jembatan (fasilitas umum) di Papua,” ujar Eduard saat ditemui di Surabaya, Selasa (16/2/2020) lalu.
Guna melaksanakan pembangunan jalan tersebut membutuhkan material dan alat-alat pendukung. Salah satu pendukung/material untuk pembangunan jalan tersebut di atas adalah berupa batu split, dan kebetulan karena batu split yang ada didaerah Papua khususnya di daerah Sorong kualitasnya kurang baik untuk pengaspalan/ pengerasan maka penggugat membeli batu split ke daerah lain yang kualitasnya bagus yaitu Palu, Sulawesi Tengah.
Penggugat membeli batu split di Palu, Sulawesi Tengah sebanyak 2.000 meter kubik yaitu sebesar Rp. 450 juta Dan batu split tersebut untuk sampai ke Sorong Penggugat membutuhkan angkutan/tambang.
Bahwa untuk menjamin kepastian hukum mengenai pengangkutan batu split tersebut dari Palu sampai ke tujuan yaitu Sorong, antara penggugat dan tergugat I membuat perjanjian yakni harus mengantarkan batu split sebanyak 2000 meter kubik ke tempat tujuan yang telah ditentukan yaitu dari Palu ke Sorong dari tanggal 11 Juli 2009 berangkat dari Palu, sampai dengan 19-20 Juli 2009 tiba di Sorong, sekitar 8 hari perjalanan dengan sewa tambat sebesar Rp. 500 juta yang telah dibayar Penggugat sebesar Rp. 375 juta dan sisanya sebesar Rp125 juta akan dibayar setelah batu split tiba di Sorong Papua.
“Apabila Tergugat I mengalami keterlambatan/mengingkari perjanjian tersebut diatas, maka sesuai kesepakatan Tergugat I dikenakan denda sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah)/harinya yang ditanda tangani pada hari Rabu tanggal 1 Juli 2009,” ujarnya.
Selain itu, penggugat juga mengansurasikan ke PT Jasindo apabila batu tersebut mengalami kerusakan, hilang dan total loss only, dan sebagainya maka PT Jasindo membayar kerugian/kewajiban pertanggungan tersebut kepada Penggugat sebesar Rp1.000.000.000,00.
Masalah timbul ketika dalam pelaksanaannya pengantaran batu split tersebut tak dikirimkan dengan alasan kapal Tug Boat Jaya dan Tongkang Arena 189 terdampar karena cuaca buruk.
“Penggugat telah berulang kali minta kalau tidak bisa mengirim batu split tersebut maka Penggugat minta dikembalikan saja uang tambang dan harga batu Penggugat dari Para Tergugat, namun tidak pernah dihiraukan,” ujarnya.
Sampai akhirnya proyek yang dikerjakan penggugatpun dihentikan karena diputus oleh pihak instansi terkait.
Atas hal tersebut, MA akhirnya mengabulkan permohonan penggugat untuk sebagian yakni membayar ganti rugi yang dialami penggugat. Namun para terhukum abai. (pay)
Post Views:
570