surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Notaris Edhi Susanto Dan Istrinya Hadirkan Ahli Pidana Dan Ahli Kenotariatan

Prof. Dr. Sardjijono yang didatangkan pada persidangan notaris Edhi Susanto dan Feni Talim. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

SURABAYA (surabayaupdate) – Sidang dugaan pemalsuan surat dan atau membuat surat palsu serta menggunakan surat palsu yang menjadikan notaris Edhi Susanto, SH., M.H dan Feni Talim, SH., MH sebagai terdakwa kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Pada persidangan yang terbuka untuk umum, yang digelar diruang sidang Garuda 2 PN Surabaya, Kamis (25/8/2022) ini, pasangan suami istri yang berprofesi sebagai notaris tersebut hadirkan dua orang ahli.

Ahli yang dihadirkan Notaris Edhi Susanto dan Feni Talim ini bernama
Prof. Dr. H. Sadjijono, S.H., M. Hum., ahli dibidang hukum pidana dan Dr. Habib Aji, SH., M.H., ahli dibidang Kenotariatan.

Prof. Dr. H. Sardjijono yang mendapat kesempatan terlebih dahulu, diawal persidangan menjelaskan tentang pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHP apakah termasuk delik kesengajaan atau delik kelalaian atau culpa.

Sebelum menjabarkan tentang pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHP ini apakah termasuk delik kesengajaan ataukah termasuk delik kelalaian atau culpa, Sardjijono menjelaskan terlebih dahulu tentang unsur daripada yang dimaksud dalam pasal 263 KUHP tersebut.

Lebih lanjut Sardjijono mengatakan, bahwa ada dua perbuatan yang terkandung dalam pasal 263 baik ayat (1) maupun ayat (2) KUHP.

Sardjijono mengatakan, perbuatan pertama adalah membuat surat palsu dan yang kedua adalah memalsukan surat.

“Yang dimaksud dengan membuat surat palsu adalah yang sebelumnya belum ada surat kemudian dibuat surat,” kata Sardjijono.

Kemudian, lanjut Sardjijono, surat yang dibuat itu seolah-olah benar adanya atau asli. Sedangkan memalsukan surat, bahwa sudah ada surat lalu surat itu diubah sehingga isi surat itu seolah asli.

Masih berkaitan dengan unsur pasal 263 ayat (1) KUHP. Sardjijono mengatakan, dalam pasal ini terdapat unsur barang siapa, membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hal atau menimbulkan adanya pembebasan hutang diperuntukan sebagai bukti dengan maksud untuk menipu. Dan surat itu isinya seolah-olah benar sehingga dapat menimbulkan kerugian.

Jika dikaitkan dengan unsur delik, maka unsur delik yang terkandung dalam pasal 263 ayat (1) KUHP menurut Sardjijono adalah delik kesengajaan.

“Harus diingat. Bahwa dalam pasal 263 ayat (1) KUHP ini membuat surat palsu dan atau memalsukan surat. Kemudian, setelah surat dipalsukan maka surat itu akan dipakai atau pembuatnya menyuruh orang lain untuk menggunakannya,” ungkap Sardjijono.

Sardjijono kembali melanjutkan, dalam pasal 263 KUHP ini mengandung unsur obyektif dan subyektif.

“Obyektif yang dimaksudkan itu seperti, apakah membuat surat palsu itu harus dibuktikan Jaksa Penuntut Umum ?,” tanya Sardjijono.

Dan apakah dalam membuat surat palsu itu, lanjut Sardjijono, dibutuhkan hasil dari laboratorium forensik serta dibarengi dengan adanya penyelidikan.

“Jadi, segala hal yang berkaitan dengan pasal 263 KUHP itu, haruslah dibuktikan unsur pidananya.

“Unsur subyektifitas sebagaimana terkandung dalam pasal 263 KUHP, dapat dilihat dari sikap batin pembuatnya. Kemudian, sikap batin itulah yang kemudian dilihat dari perbuatan kongkritnya,”papar Sardjijono.

Sebagai ahli dibidang ilmu hukum, Sardjijono kemudian menjelaskan pula tentang adanya delik formil dan delik materiil beserta dengan akibat hukumnya.

“Pasal 263 KUHP tidak hanya delik formil saja yang harus dibuktikan tapi delik materil juga harus dibuktikan, karena adanya akibat yang timbul dari suatu perbuatan,” terang Sardjijono.

Tim penasehat hukum terdakwa Edhi Susanto dan Feni Talim kemudian bertanya ke ahli berkaitan dengan frasa dapat menimbulkan kerugian, sebagaimana tercantum dalam pasal 263 KUHP.

Habib Aji ahli kenotariatan yang didatangkan pada persidangan notaris Edhi Susanto. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

“Berkaitan dengan frasa dapat menimbulkan kerugian sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 KUHP ini, apakah hal itu harus dibuktikan penuntut umum ?,” tanya Pieter Talaway.

Sardjijono kemudian menyinggung adanya dua delik dalam pasal 263 KUHP yaitu delik formil dan delik materiil.

“Ketika didelik materil dalam pasal 263 KUHP itu menyatakan dapat menimbulkan kerugian, berarti disini harus ada kerugian yang ditimbulkan,” jawab Sardjijono.

Lalu bagaimana dengan motif? Menurut penjelasan Sardjijono, motif itu sebagian dari unsur kesengajaan.

Mantan anggota polisi kemudian menjelaskan tentang penggunaan surat palsu sebagaimana terkandung dalam pasal 263 ayat (2) KUHP.

“Terkait surat palsu, orang yang menggunakan surat palsu itu haruslah benar-benar tahu dan sadar jika yang ada padanya itu adalah palsu,” kata Sardjijono.

Kalau orang yang memegang surat palsu itu tidak mengetahui bahwa surat yang ia pegang palsu, sambung Sardjijono, maka orang tersebut tidak boleh dihukum.

Ronald Talaway, salah satu penasehat hukum terdakwa Edhi Susanto dan Feni Talim kemudian bertanya tentang alat bukti berupa tanda tangan yang diduga palsu diperiksa dilaboratorium forensik.

“Apakah tanda tangan yang diduga palsu itu harus diuji kebenarannya oleh yang membuat tanda tangan diduga palsu tersebut ?,” tanya Ronald Talaway.

Mantan anggota Resmob Polda Jatim ini kemudian menjabarkan. Ketika ada suatu dugaan pemalsuan tanda tangan, kemudian diuji dilabfor, maka hasilnya akan menjelaskan bahwa tanda tangan itu identik atau non identik.

“Tanda tangan yang diduga palsu ketika diperiksa dilabfor, maka hasilnya akan berupa identik atau non identik, itu saja. Tidak ada diterangkan siapa yang membubuhkan tanda tangan itu,” papar Sardjijono.

Untuk membuktikan bahwa tanda tangan yang diduga palsu ini benar-benar palsu, ahli ilmu pidana ini secara tegas menyatakan bahwa pembuktiannya melalui membandingkan tanda tangan yang diduga palsu itu dengan tanda tangan yang dipalsukan dalam suatu akta otentik.

Sementara itu, Habib Aji, ahli Kenotariatan yang juga dihadirkan kedua terdakwa melalui tim penasehat hukumnya menjelaskan tentang surat kuasa.

Menurut ahli kenotariatan ini, surat kuasa bukanlah akta notariil. Kemudian, berkaitan dengan keaslian tanda tangan yang dibubuhkan dalam surat kuasa tersebut bukanlah menjadi tanggung jawab notaris untuk membuktikannya.

Usai persidangan Ronald Talaway, salah satu penasehat hukum terdakwa Edhi Susanto dan Feni Talim, angkat bicara.

Lebih lanjut Ronald menjelaskan, mengacu pada pernyataan ahli pidana, Peof. Dr. Sardjijono, SH., MH., tentang pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHP, unsur yang terkandung didalamnya adalah delik kesengajaan bukan delik kelalaian.

“Ahli pidana itu juga bilang, dalam pasal 263 ayat (1) maupun ayat (2) yang mengandung unsur delik kesengajaan itu, diperlukan niat yang mengakibatkan kerugian,” jelas Ronald.

Sehingga, lanjut Ronald, apabila tidak ada kerugian konkret, tentu rumusan delik tidak dapat terpenuhi.

Menyinggung mengenai alat bukti, Ronald kembali menjelaskan bahwa hasil labfor tentu bukan pembuktian mutlak untuk membuktikan kebenaran bahwa telah terjadi pemalsuan.

“Apa yang diterangkan Prof. Dr. Sardjijono ini sama dengan yang diterangkan ahli pidana yang didatangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU),” kata Ronald.

Jika mengacu pada kesamaan penerapan hukum baik yang dijelaskan Prof. Dr. Sardjijono dengan ahli pidana JPU, Ronald berkesimpulan bahwa Edhi Susanto dan Feni Talim (seharusnya) tidak dapat dipidana.

Ronald kemudian menegaskan, berkaitan dengan pasal 263 baik ayat (1) maupun ayat 2 KUHP, beban pembuktiannya ada di penuntut umum. (pay)

 

Related posts

Banyak Kejanggalan Yang Terungkap Dipersidangan Dugaan Penipuan Lim Victory Halim Dan Annie Halim

redaksi

Tayangkan Piala Dunia 2014 Brazil Tanpa Ijin, Dunkin Donuts Jimbaran & Cocomart  Jimbaran Digugat Rp. 26,6 Miliar, Maharani Beach Hotel Digugat Rp. 20,108 Miliar

redaksi

Sebanyak 44 Stand UKM Pamer Kreativitas Untuk Menarik Hati Mahasiswa Baru Unair

redaksi